Find Us On Social Media :

Tak Mau Kesurupan Selama Seminggu, Banyak Bunga Desa yang Ketakutan Ketika Ditunjuk jadi Penari Seblang

By Ade Sulaeman, Selasa, 12 September 2017 | 17:00 WIB

Intisari-Online.com – Bayangkan jika putri Anda yang masih kecil kesurupan dan menari-nari untuk menghibur orang. Tak tega melihatnya.

Seandainya pun diminta dengan hormat, rasanya juga Anda tak mengizinkan.

Tapi persoalan akan berbeda jika Anda warga asli dan menetap di Desa Olehsari. Dalam hati, Anda mungkin akan menolak.

Tapi, karena harus menjalankan amanat tradisi dan kebiasaan, akhirnya Anda mengyakan.

Padahal jawaban ini belum final, karena si gadis kecil juga berhak menolak.

(Baca juga: Tradisi Seblang, Cara Sakral Masyarakat Banyuwangi Mengusir Petaka dengan Kesurupan)

Begitulah yang dialami Salwati (kini 18 tahun). Pertama kali ditunjuk jadi seblang, saat umumya belum 14 tahun, ia ketakutan.

Tak terbayangkan harus kesurupan selama seminggu, belum lagi kalau i seandainya kesadaran tak pulih.

Ibunya turun tangan untuk membujuk. Kesabaran pun berakhir dengan kesediaan Salwati.

Maka, ia sama dengan nenek dan ibunya semasa gadis dulu. Juga bibi dan saudara sepupunya.

"Sudah ada contohnya, ternyata ndak apa-apa, walaupun saya tetap takut," ujarnya.

Anak kedua dari 3 bersaudara pasangan Mishad dan Asemah, yang hanya membantu orang tua di ladang seusai lulus SD tahun 1989, ini merupakan penari seblang pemecah rekor di Olehsari.

Kalau biasanya seorang penari bermasa tugas 3 tahun, Salwati mengabdi selama 4 tahun, 1990 hingga 1993.

Sebabnya bukan karena lagi-lagi ia yang ditunjuk pada tahun ke-4, melainkan karena calon  berikutnya tak bersedia.

Untunglah, tahun ini terpilih penari baru, Astuti, yang tak lain adik kandung Salwati.

Mengenang pengalamannya selama jadi penari, ia kini bisa tersenyum sendiri.

"Biasanya, pada hari dan jam yang ditentukan, saya pergi ke rumah perias. Kemudian dukun datang. Dia ngasih jampi-jampi dan doa-doa. Begitu ia memasang mahkota ke kepala saya, saya langsung ndak  ingat apa-apa," kenangnya.

Sebenarnya, saat itu ia menari-nari, seperti bukti yang dilihatnya lewat foto. Padahal, ia tak bisa menari.

"Selesai satu hari, saya disembuhkan oleh dukun. Kemudian istirahat, dan besok siang  mulai lagi. Seterusnya selama 7 hari."

Gadis manis berkulit putih ini mengenang, sela-sela masa tugas dalam 7 hari itu kesadarannya tak pulih 100%.

"Saya seperti orang bingung. Makan rasanya ndak enak, dan kalau tidur malam selalu bau kembang."

Bagi Salwati, menjalani tugas sebagai penari seblang adalah amanat leluhur desa. Itu saja.

la tak berpikir tentang balas jasa apa yang akan diberikan alam kepadanya, juga apa akibat persisnya kalau dulu ia tak bersedia.

Yang pasti, di antara kekhawatirannya saat itu, terbersit sedikit rasa bangga karena terpilih.

Ini sesuai dengan penuturan mantan kepala desa Olehsari, D. Boenoto, "Biasanya, yang terpilih jadi seblang adalah gadis yang menonjol, baik dari segi fisik maupun kemampuan pikimya. Seorang penari seblang biasanya akan punya nasib baik di masa nanti."

Entah benar atau tidak, agaknya warga Olehsari tak ingat lagi akan bukti sejarah kesimpulan ini.

Namun menilik diri Salwati, barangkali kita bisa menyimpulkan sendiri.

Secara fisik, ia punya  kecantikan di atas gadis desa sebayanya. Intelektualitasnya pun cukup, enak diajak dialog, dan mudah menyampaikan gagasan.

Sayang, sekolahnya tak berlanjut, karena, "Orang tua ndak kuat membiayai."

Walhasil, Salwati pun sama dengan kebanyakan warga desa lainnya, bekerja di ladang membantu orang tua, hingga jodoh menjelang.

Apakah besok nasibnya akan baik, kita tak bisa meramalkan.

(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1994)