Find Us On Social Media :

London Sepeninggal Putri Diana: Potret-potret Besarnya Rasa Cinta Rakyat Inggris pada Sang Putri

By Ade Sulaeman, Kamis, 31 Agustus 2017 | 12:00 WIB

Intisari-Online.com – Putri Diana telah lama merebut hati dan kepribadiannya menjadi favorit banyak orang.

Maka berita kematiannya serta merta membuat orang merasa kehilangan meski mereka tak mengenalnya secara pribadi.

Retno Sulistyowati, seorang pengagum "Ratu di Hati Semua Orang" itu menuturkan situasi London tujuh hari setelah Diana dimakamkan.

Sejak di Indonesia, saya sudah mengikuti hampir seluruh berita yang ditayangkan televisi, baik TVRI, SCTV, RCTI, CNN, atau BBC tentang Putri Diana.

Keharuan kerap menyergap, bahkan sering kali saya sampai tak kuasa menahan tangis.

Maka ketika tiba di London pada Sabtu, 13 September 1997, tepat tujuh hari setelah Diana dimakamkan, saya pun masih sempat menyaksikan sisa-sisa kesedihan.

Memang puncak berita telah berlalu, namun dalam perjalanan dari bandara ke hotel, saat taksi saya melewati Toserba Harrods, masih terlihat buket-buket diletakkan di sekitar etalase di pinggir jalan.

Itu menggugah hati saya urituk melihat lebih banyak, baik di Harrods, Istana Kensington, maupun berbagai tempat lain seperti yang ditayangkan televisi.

Serba hitam di Harrods

Sekitar pukul 15.00 saya mengunjungi Harrods.

Taksi yang saya tumpangi membawa saya berkeliling dengan alasan jalanan di sekitar Hydepark diturup karena sedang ada pagelaran musik orkestra klasik BBC Prom.

Kalau biasanya saya marah-marah diputar-putarkan oleh sopir taksi; kali itu saya justru berkesempatan melihat Istana Kensington, The Kensington Garden, dll.

Turun dari taksi di Bromton Road, saya terbawa arus lalu-lalang yang cukup ramai sampai tiba-tiba saya berada di deretan antrean orang-orang yang akan menulis buku duka cita untuk Diana.

Di dekat pintu masuk utama Harrods yang berada di Bromton Road, sebuah meja panjang beralaskan kain beludru disiapkan berikut beberapa buku duka cita dan pena.

Petugas keamanan Harrods dengan seragam hijaunya yang khas tampak mengatur antrean yang hampir tak pernah kosong.

Sambil antre, saya membaca tulisan untuk Dodi - Diana yang tertera di kartu yang diikatkan pada bunga, di poster, atau sajak-sajak yang ditempelkan di kaca etalase Harrods.

Giliran saya menulis sampai tak terasa, sehingga membuat saya jadi tak siap dengan kata-kata yang hendak saya tuliskan.

Ditunggui begitu banyak orang, akhirnya saya hanya menulis pesan singkat, "Diana, we miss you".

Sore itu suasana Harrods jauh lebih ramai dari biasanya, entah karena akhir pekan atau karena nama Harrods yang makin mendunia setelah tragedi Dodi - Diana.

Suasana duka tampak dari penataan display. Semua manekin diberi pakaian hitam atau warna gelap. Sementara lagu Candle in the Wind dari Elton John terus mengalun sendu.

Dekorasi bunga yang dipajang berwarna putih, didominasi bunga lili. Di lantai 4, khusus untuk pakaian wanita, tampak sebuah meja kecil di tengah ruangan berhiaskan vas bunga tinggi berisi lili putih dengan potret Dodi di samping kiri dan potret Diana di kanan.

Keduanya tampak sedang tersenyum, cantik, dan keren.

Untuk mendapatkan majalah-majalah yang memuat tulisan tentang Diana, saya menuju lantai 2. Di situ banyak CD England's Rose ditaruh di rak promosi.

Tanggal 13 September itu memang hari pertama CD dan kaset tersebut dirilis. Saya memutuskan membeli dua CD, sedang kasetnya tidak kebagian karena sudah sold out, habis.

Saya menyesal tidak membeli CD lebih banyak lagi karena ketika ada titipan dari teman-teman, ternyata semuanya sudah habis terjual.

Hari Minggu, 14 September 19.97, saya mengunjungi The Kensington Garden yang di tengahnya berdiri istana tempat kediaman Diana, lalu ke Westminster Abbey, sekaligus Istana Buckingham.

Semua bunga untuk Diana masih terhampar seperti hari-hari sebelumnya. Tim WRVS (tenaga sukarela) harus bersaing keras dengan para pengunjung yang masih terus berdatangan dengan membawa buket atau keranjang bunga.

Suasana haru yang pernah saya lihat di rekaman televisi makin mengental saat menyaksikan dengan mata kepala sendiri hamparan nyata "lautan bunga" yang masing-masing dikemas dengan kertas kado cantik, kertas kaca, atau keranjang.

Hampir semua dilampiri kartu, surat, sajak, atau puisi. Bahkan ada coretan gambar yang dibuat oleh anak-anak dengan ekspresi kanak-kanak yang dikirim bersama boneka mainan.

Banyak di antaranya yang telah luntur terkena" embun pagi atau debu, tetapi masih bisa terbaca meskipun tintanya meleleh.

Makin banyak yang dibaca, makin trenyuh perasaan hati. Tapi ternyata saya tidak sendiri. Berada di antara pengunjung dan di tengah-tengah bunga Diana dan istananya, sungguh merupakan suatu keharuan yang tak mungkin sama saat kita melihat rekamannya.

Buket bunga yang bertumpuk melebar ke arah The Kensington Garden akhirnya dibatasi oleh pagar penyekat.

Pengunjung yang datang meletakkan bunganya di sekitar pagar pembatas sehingga tumpukannya mencapai 1 m.

Selain di sepanjang pagar dan di depan Istana Kensington, di taman dekat Big Ben di sebelah Westminster Abbey Istana Buckingham, dll. tampak bunga-bunga dan lilin.

Entah berapa ratus ribu buket bunga terhampar. Pesan-pesan yang ditulis dalam berbagai bahasa ternyata menjadi satu bahasa tersendiri yang mengekspresikan duka dari berbagai bangsa karena kehilangan Diana.

Jutaan dana terbias menjadi lautan bunga, memecahkan rekor unik tersendiri mengingat seikat bunga yang termurah berharga 1 ponsterling (± Rp 4.800,-).

Bunga tersebut bisa dibeli di kios kaki lima di pinggir jalan, terutama dekat stasiun bawah tanah.

Sedangkan seikat bunga mawar terdiri atas lima kuntum yang telah dibungkus kertas cantik berharga sekitar 3,40 ponsterling (± Rp 17.000,-).

Harga.itu menjadi lebih mahal kalau orang membeli di toko bunga.

Pizza Diana

Tanggal 15 September sehabis makan malam di rumah makan Cina Stick Bowl di Kensington Road, di seberang jalan pintu masuk Istana Kensington masih penuh pengunjung.

Suasana malam yang gelap dengan suhu dingin sekitar 10°C ternyata tidak mengalangi niat pengunjung untuk berdoa sambil menyalakan lilin di sekitar untaian bunga putih seperti sedap malam yang membentuk tulisan nama Diana.

Di sudut lain lagu Candle in the Wind berkumandang dari mini compo yang sengaja dibawa.

Selasa siang, 16 September 1997, saya mendatangi Virgin Mega Store, pusat penjualan produk rekaman di Oxford Street yang juga mempunyai pintu masuk di sudut Totenham Court Road.

CD dan kaset England's Rose semua sold out dan diperkirakan baru akan ada lagi sekitar hari Jumat, 19 September.

Ketika saya ingin memastikan lebih lanjut hanya dijawab dengan, "I hope so ... silakan datang lagi."

Setiap pagi, surat kabar lokal menjadi teman sarapan meskipun berita tentang Diana sudah mulai menyurut setelah habis-habisan dimuat pada minggu sebelumnya.

Sebaliknya video kaset, buku, koin, dan cendera mata piringan dengan lapisan emas bahkan pizza Diana mulai diiklankan dengan catatan sebagian dana diperuntukkah bagi Diana Memorial Fund atau untuk yayasan amal.

Kode etik atau pesan moral ternyata berlaku cukup ketat.

Ulah restoran pizza yang mempromosikan pizza Diana, yang dalam kenyataannya hanya menyumbangkan 0,25 ponsterling dari harga pizza yang 5,80 ponsterling itu, mendapat kritikan keras dan akhirnya pihak restoran membatalkan niatnya.

Saat sebuah toko kecil menjual CD England's Rose - Candle in the Wind dengan harga 0,51 ponsterling lebih mahal, toko itu mendapat predikat greedy shop (toko tamak) dan disebut sebagai Scandal in the Wind.

Entah ada maling atau tidak, tetapi banyaknya bunga, boneka, keranjang bunga, pot bunga, lilin dan tempat lilinnya sepertinya masih utuh.

Padahal, semua itu sudah berhari-hari berada di public area. "Dua orang wanita yang mencoba menyelamatkan sebagian kecil aset tersebut untuk kenangan pribadi berupa 11 boneka dan sekeranjang bunga plastik harus rela mendekam dua hari dalam tahanan sebelum akhirnya dibebaskan dengan denda sebesar 200 ponsterling (± Rp 900.000,-).

Tidak main serok saja

Tanggal 17 September, saya kembali berada di sekitar The Kensington Garden, melihat tim WRVS mengemasi bunga-bunga Diana.

Mereka mengenakan rompi oranye dan bersarung tangan. Bunga-bunga yang masih segar dan tanaman bunga dalam pot dipisahkan tersendiri untuk dikirim ke rumah sakit.

Kartu-kartu dipilah, surat, sajak, dan poster dijadikan satu dalam keranjang khusus untuk diproses lebih. lanjut.

Kertas dan plastik pembungkus bunga dipisahkan tersendiri.

Bunga-bunga yang telah layu ditumpuk menjadi satu untuk diangkut dengan truk dan dijadikan pupuk tanaman untuk The Kensington Garden.

Saya kagum dengan cara kerja mereka. Sebagai tenaga sukarela yang tidak dibayar, mereka memperlakukan bunga-bunga tersebut dengan cukup telaten.

Salah satu ungkapan yang mereka ucapkan, "These flowers laid with love, lifted in sorrow. It's a sad job, but I'm honoured to do it.".

Dengan demikian, para pengunjung yang telah dengan sukarela mengeluarkan uang untuk mengungkapkan perasaan dukanya dapat melihat langsung bahwa bunga-bunga untuk Putri Diana tidak dibuang dengan main serok saja.

Kerepotan dan biaya yang timbul akibat kepergian Diana memang "bukan main".

The Kensington Garden yang biasanya terlihat hijau asri dengan rumput-rumputnya yang subur tampak gersang karena mati terinjak-injak.

Biaya membalas kartu-kartu, bunga-bunga yang paling sedikit di atas 250.000 kartu masih terus bertambah.

Truk-truk pengangkut bunga hilir mudik beberapa kali untuk mengangkut bunga yang telah layu dan bertambahnya sampah di berbagai tempat.

Belum lagi biaya dan kerepotan penambahan penjagaan keamanan secara keseluruhan.

Memang kelihatannya seperti pemborosan. Namun Diana tidak memintanya.

Seikat bunga atau sekuntum bunga yang harganya sesuai dengan kemampuan pengirimnya ternyata mampu berbicara kepada dunia betapa Putri di Hati Semua Orang ini telah merebut hati banyak orang.

Semua bunga yang dikirim dari berbagai belahan dunia itu tidak memperlihatkan tendensi promosi bagi perigirimnya, entah perusahaan atau pribadi.

Saat kembali ke tanah air, saya melihat bunga-bunga Diana di samping tanda-tanda bukti kedukaan lainnya itu merupakan bukti nyata bahwa bunga merupakan ungkapan perasaan yang terdalam.

Inilah bahasa khusus pengirimnya. Katakanlah dengan bunga!

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1997)