Find Us On Social Media :

Konfrontasi Indonesia-Malaysia: Ketika Mayor Benny Moerdani Berhasil Menawan Seorang Personel SAS

By Moh Habib Asyhad, Senin, 21 Agustus 2017 | 19:15 WIB

Intisari-Online.com - Antara tahun 1961-1966 meletus konfrontasi Indonesia- Malaysia yang kemudian memicu konflik bersenjata di perbatasan baik berupa penyusupan pasukan gerilya maupun pasukan reguler.

Tapi karena konflik itu merupakan peperangan yang tidak diumumkan (undeclared war), infilitran yang menyusup menggunakan nama sukarelawan meskipun sebagain besar di antara merupakan anggota ABRI/TNI.

Konflik itu sendiri awalnya berlangsung di Kesultanan Brunei dan jauh dari masalah di dalam negeri Indonesia.

(Baca juga: Konfrontasi Tidak Tabu Kok!)

Pada 8 Desember 1962 di Kesultanan Brunei Darussalam yang kaya minyak dan merupakan protektorat Kerajaan Inggris meletus pemberontakan bersenjata.

Para pemberontak yang tidak puas secara ekonomi dan politik di Brunei berniat mendirikan negara merdeka, Negara Kesatuan Kalimantan Utara (NKKU).

Dalam upacara proklamasinya para petinggi NKKU yang berasal dari partai rakyat pimpinan Ahmad Azahari rupanya tidak hanya memberontak terhadap Kesultanan Brunei tapi juga tidak setuju terhadap upaya pembentukan negara federasi Malaysia .

Sebuah negara federasi yang sedang direncanakan akan dibentuk di antara daerah-daerah yang selama ini menjadi jajahan Inggris di wilayah Asia Tenggara.

Aksi pemberontakan di Brunei yang dimotori oleh sayap militer Partai Rakyat, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) ternyata tidak berumur panjang.

Pasalnya pemerintah Inggris segera turun tangan dengan mengirimkan pasukan Gurkha dari Singapura.

Berkat kemampuan tempur Gurkha yang sangat teruji para pemberontak TNKU segera bisa ditumpas dan banyak di antara para pemberontak yang selamat lari masuk hutan di Kalimantan Utara.

Pemberontak yang berhasil menyusup ke hutan serta merta menggalang dukungan dari penduduk setempat yang secara geografis wilayahnya ada yang masuk ke Indonesia.

Untuk menggalang dukungan gerilyawan TNKU tidak lagi ingin meruntuhkan pemerintahan monarki Brunei melainkan menyerukan ketidaksetujuannya terhadap pembentukan negara federasi Malaysia.