Find Us On Social Media :

Ternyata, Strategi Perang Gerilya Vietnam Saat Melawan Amerika Meniru Jenderal Seodirman

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 4 Agustus 2017 | 18:00 WIB

Intisari-Online.com - Panglima Besar Jenderal Soedirman adalah prajurit TNI tulen. Salah satu hal yang sangat ikonik dengan dirinya adalah perang gerilya saat menghadapi tentara Sekutu.

Ketika pasukan Sekutu yang dipimpin militer Inggris mendarat di Semarang  pada 29 September 1945, hanya sekitar satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI, suasana kolonial kembali terasa.

(Baca juga: Investigasi: Gerilya Waria, dari Kontes Sampai Transaksi Seks di Dunia Maya)

Apalagi pasukan Sekutu yang bertujuan melucuti tentara Jepang yang sudah menyerah kalah dan membebaskan orang-orang Eropa yang ditahan Jepang, secara diam-diam ternyata diboncengi oleh pasukan Belanda yang bermaksud menjajah kembali Indonesia.

Akibatnya timbul konflik bersenjata antara pasukan RI dengan pasukan Sekutu. Salah satu pertempuran besar antara keduanya adalah yang berlangsung di Surabaya pada 10 November 1945.

Tak hanya itu, pertempuran antara pasukan Belanda yang terus berdatangan dengan pasukan RI demi mempertahankan kemerdekaan juga meletus di berbagai tempat.

Soedirman yang saat itu berpangkat Kolonel, menjabat sebagai Panglima Divisi Sunan Gunung Jati atau Divisi IV bertanggung jawab atas wilayah Kedu dan Banyumas serta bertugas menghadang pasukan Sekutu yang bergerak menuju Ambarawa.

Setelah melalui pertempuran sengit yang dikenal dengan Palagan Ambarawa dan dipimpin langsung Kolonel Soedirman, pasukan Sekutu-Belanda akhirnya berhasil dipukul mundur ke Semarang.

Atas prestasinya itu, Kolonel Soedirman kemudian diangkat menjadi Panglima Besar/Pangsar (Great Commander) dan mendapat pangkat Brigadir Jenderal.

(Baca juga: Jenderal Soedirman, Sang Guru yang Jadi Panglima Besar: Berkali-Kali Terhindar dari Maut)

Tantangan Soedirman sebagai panglima pasukan tempur kembali diuji ketika pada 19 Desember 1948 pasukan Belanda menyerang Ibukota RI yang saat itu berada di Yogyakarta.

Soerdirman yang saat itu bertanggungjawab atas Kota Yogyakarta dan sedang sakit segera melaporkan kepada Presiden Soekarno bahwa pasukan TNI siap mengantisipasi keadaan dan siap berperang dari luar kota.

Tapi oleh Presiden Soekarno, Pangsar Soedirman tetap diperintahkan untuk berada di dalam kota sambil menjalani perawatan sakit paru-parunya.