Penulis
Intisari-Online.com – Surabaya punya rawon, Yogya punya brongkos. Kedua masakan ini memang berbeda tapi punya persamaan penting.
Keduanya sama-sama terbuat dari daging sapi yang diberi bumbu keluwak.
Brongkos merupakan makanan tradisional Yogya yang sulit kita temui di kota lain.
Karena itu, sebelum meninggalkan Yogya, sebaiknya Anda mampir dulu ke Warung Bu Padmo di Pasar Tempel, Sleman.
Warung ini berada di bawah Jembatan Krasak, jembatan ke arah Muntilan, kira-kira 15 km dari kota Yogya.
(Baca juga: Sedang Bingung Mencari Oleh-oleh dari Yogyakarta? Jangan Lupakan Bakpia Kurniasari yang Kulitnya Krispi)
Letaknya di pasar tradisional di sebelah kanan bawah jembatan.
Di antara deretan para penjual makanan, di sini Anda akan menjumpai warung bercat hijau bertuliskan Warung Ijo Bu Padmo.
Warung ini hanya seukuran warteg pada umumnya. Penampilannya pun sederhana.
Tapi begitu Anda sudah mencoba menu utamanya, dijamin jatuh cinta.
Orang Yogya lazim menyebutnya sebagai sayur brongkos. Sebetulnya istilah sayur tidak betul-betul pas karena makanan ini isinya daging.
(Baca juga: Sambil Mudik Lebaran dan Liburan, Singgah Dulu di Kediaman Raja-Raja Yogyakarta)
Tidak ada sayuran di dalamnya. la disebut sebagai sayur, karena pada masa lalu brongkos memang berisi sayur-sayuran, antara lain kacang tholo (kacang tunggak), buncis, kulit melinjo, dan tahu.
Tidak mengandung daging. Kalaupun ada dagingnya, biasanya berupa daging giling yang dibentuk bulatan seperti bakso kecil atau daging tetelan.
Itu pun jumlahnya tidak banyak.
Isi berubah
Tapi belakangan resepnya berubah. Brongkos masa kini isinya berbeda. Yang dominan bukan sayuran tapi daging.
(Baca juga: Lukisan Awal Keraton Ngayogyakarta dari Zaman VOC: Siapakah Sosok dalam Lukisan Itu?)
Di Warung Bu Padmo, brongkos hanya berisi daging. Kacang tholo dipisah dalam masakan tersendiri tapi biasanya dicampur dengan brongkos saat pesanan dihidangkan.
Daging sapi diiris kecil-kecil sebesar dadu. Bumbunya sederhana saja, terdiri atas cabai, bawang merah, bawang putih, salam, laos, gula, garam, dan keluwak.
Bumbu dan daging ini dimasak bersama dengan santan kelapa. Adanya keluwak di dalam bumbu membuat kuah kental masakan ini berwarna hitam mirip rawon.
Meski kuahnya sama-sama hitam, brongkos berbeda dengan rawon.
Kuah brongkos lebih gurih dan kental karena memakai santan kelapa.
Saat tersaji komplet di piring, brongkos berupa makanan berkuah kental berwarna hitam, berisi banyak daging, sedikit kacang tolo, dengan irisan petai dan cabai rawit warna merah yang masih utuh.
Sangat menggoda selera. Jika kita sudah berhadapan dengan brongkos, urusan apakah makanan ini termasuk sayur atau bukan menjadi tidak begitu penting lagi.
Dagingnya benar-benar empuk.
Rasanya bukan mak nyuss lagi tapi mak nyossl!! Kuahnya yang kental terasa gurih pedas sedikit manis.
Menurut Eni, pemilik warung, anak Bu Padmo, dagingnya bisa sedemikian empuk karena dimasak selama berjam-jam.
Dengan lugu ia mengatakan tidak pernah menghitung berapa lama daging dimasak. "Pokoknya sampai empuk," katanya enteng.
Jadi, kalau belum empuk, daging belum dianggap matang.
Pada tahap pertama, daging direbus sampai empuk.
Setelah itu, daging dipotong-potong lalu dimasak lagi dengan santan dan bumbu sampai bumbunya meresap.
Bisa dibayangkan, daging yang sudah empuk ini masih dimasak lagi dengan santan dan bumbu, tentu hasilnya menjadi benar-benar empuk.
Karena empuk, bumbu dan santan bisa sampai meresap ke dalam daging dengan sempurna.
Semua proses memasak dilakukan secara tradisional menggunakan tungku kayu bakar, bukan kompor.
Kuahnya tidak begitu pedas. Tapi jangan khawatir, kalau masih kurang pedas, di antara potongan dagingnya terdapat cabai-cabai rawit warna merah yang masih utuh, siap diceplus.
Lebih nikmat lagi kalau kita menikmati brongkos dengan kerupuk lempeng legendar (kerupuk kampung yang terbuat dari jadah nasi).
Sesuai namanya, warung yang sudah ada sejak tahun 1950 ini memang dicat hijau, sebagai penanda.
Sejak dulu warna hijau ini tidak pernah diganti. Seolah-olah telah menjadi ciri yang melekat, membentuk merek dagang.
Warungnya tidak begitu luas, tampilannya sederhana. Tempat duduknya hanya muat belasan orang.
Tak heran banyak pelanggan yang minta brongkosnya dibungkus untuk dibawa pulang.
Selain brongkos, warung ini juga menyediakan sayur sup, pecel, dan terik ayam.
Yang disebut terakhir ini masakan yang kuahnya seperti opor. Bedanya, terik tidak memakai daun jeruk purut.
Tapi dari banyak menu itu, yang kondang adalah brongkosnya.
Sebagai penutup, Anda bisa mencoba es tape ketan. Rasanya campuran antara kecut dan hangat tape, ditambah dengan manis sirup gula. Suegerl (Bimo)
(Seperti pernah dimuat di Buku Wisata Jajan Yogyakarta – Intisari)