Advertorial
Intisari-Online.com – Anda yang suka berburu makanan-makanan kuno harus mampir ke toko ini. Toko roti yang berdiri tahun 1942, dan terletak di kawasan Jln. Malioboro.
Letaknya menghadap ke arah timur, di depannya terdapat tulisan besar berwarna emas: Toko Roti Djoen.
Banyak jenis roti kuno dijual di sini. Resepnya pun masih resep kuno warisan turun-temurun, sejak toko roti ini buka.
Roti-roti ini dijual telanjang, nyaris tanpa kemasan, diletakkan di etalase kaca.
Ada pula yang diletakkan di meja-meja kecil sehingga pengunjung bisa langsung memilih sendiri roti yang dikehendaki.
Haryono Waluyojati, pemilik toko ini, mewarisi toko roti dari ayahnya, Tan Qian Ngau.
Sebagai generasi kedua, Haryono sama sekali tidak melakukan perubahan dalam urusan roti. la hanya melanjutkan usaha.
Roti dan kue semuanya diolah secara tradisional. Resepnya kuno, cara pembuatannya juga masih manual.
Tidak seperti toko roti sekarang yang cenderung lebih banyak menggunakan mesin dan bahan-bahan tambahan pangan modern, seperti pengawet, pengembang, pewarna, dan Iain-Iain.
Djoen tidak mengenal bahan-bahan itu.
"Roti kami sama sekali tidak menggunakan pengawet," jamin Haryono. Karena itu, rotinya hanya bertahan satu hari.
Lewat satu hari, sudah basi sehingga semua roti yang dijual di situ dibuat pada hari yang sama.
Salah satu roti jadul yang dijual di sini roti sobek. Ada yang manis, ada pula yang tawar. Roti sobek yang manis memakai cokelat di dalamnya.
Sedangkan yang tawar tanpa isi apa-apa di dalamnya.
Rasa manisnya cenderung tawar sedikit gurih. Ada juga roti bidder deeg (sejenis pastry, berisi nanas), roti cokelat, roti keju, trumpul (roti yang ditaburi gula), dan sebagainya.
Sekalipun tanpa bahan tambahan, roti tetap bisa empuk. Untuk membuat roti empuk, Haryono mengaku hanya memakai ragi.
Karena hanya memakai ragi, empuknya pun tidak seperti empuknya roti pabrik.
Ini ciri khas roti jadul yang dicari penggemarnya. Empuknya sedikit kenyal. Cocok dihidangkan dengan secangkir teh atau kopi.
Ciri lainnya, roti ini cukup mengenyangkan karena memang tidak memakai pengembang.
Berbeda dengan roti buatan pabrik yang biasanya kelihatan besar tapi kalau diremas akan menyusut sampai tipis. Roti Djoen tidak demikian.
Rotinya padat, bukan besar karena bahan pengembang. Roti Djoen bentuknya besar dan unik. Dibentuk dengan berbagai macam model zaman dulu.
Ada yang berbentuk bunga dengan taburan gula di atasnya, ada pula yang dibentuk dengan cetakan buaya atau biasa disebut roti buaya.
Ukurannya benar-benar besar sehingga cukup untuk dimakan beberapa orang.
Selain roti, tersedia juga kue-kue kering, seperti kastengel, lidah kucing, nastar, dan Iain-Iain. Rata-rata harganya Rp6.000,- sampai Rp8.000,-/bungkus.
Toko roti yang bangunannya tidak terlalu besar ini cukup laris. Pengunjung biasanya membeli roti untuk dibawa pulang atau oleh-oleh.
Selain di Jln. Ahmad Yani, Toko Roti Djoen juga ada di Jln. DI Pandjaitan, milik adik Haryono, namanya Toko Roti Djoen Moeda.
Tapi di lokasi terakhir ini, jenis rotinya sudah masuk kategori modern. • [TIA/ONG]
(Seperti pernah dimuat di Buku Wisata Jajan Yogyakarta – Intisari)