Find Us On Social Media :

Ketika Kita Memaafkan Seseorang Tanpa si Pelaku Tahu Kita Telah Mamaafkannya

By Ade Sulaeman, Rabu, 26 Juli 2017 | 21:30 WIB

Banyak Alasan Untuk Memaafkan, Termasuk Meneladani 6 Kisah Ini

Intisari-Online.com – Alkisah, Buddha sedang bersama murid-muridnya ketika seorang pria berjalan dengan tatapan marah. Pria itu berpikir Buddha sedang melakukan sesuatu yang salah.

Pria itu adalah seorang pengusaha yang gelisah dan menemukan anak-anak telah menghabiskan berjam-jam waktunya dengan Buddha saat mereka seharusnya menjalankan bisnis mereka, untuk menghasilkan lebih banyak uang.

Pria itu merasa buang-buang waktu saja menghabiskan empat jam duduk di samping seseorang yang matanya selalu tertutup tidak percaya. Inilah yang membuat pengusaha itu marah.

Dengan sangat marah, pria itu berjalan lurus ke arah Buddha, menatap matanya dan meludah.

Ia sangat marah, tapi ia tidak bisa menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya, ia hanya meludah ke arah Buddha.

Buddha hanya tersenyum. Ia tidak menunjukkan kemarahan, meskipun murid-murid di sekelilingnya marah.

Mereka ingin bereaksi, tapi tidak bisa, karena Buddha ada di sana. Jadi, semua orang hanya menggigit bibir bawah mereka dan merapatkan tinjunya.

Setelah pengusaha itu meludahi Buddha dan menyadari tindakannya tidak menimbulkan reaksi, ia berjalan terhuyung-huyung.

Buddha tidak bereaksi atau mengatakan apapun. Ia hanya tersenyum. Dan itu cukup mengejutkan orang  yang marah.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, pria tersebut bertemu seseorang yang hanya tersenyum saat ia meludahi wajahnya.

Pria pengusaha itu tidak bisa tidur semalaman dan seluruh tubuhnya seperti mengalami transformasi. Ia menggigil, gemetar. Ia merasa seolah seluruh dunia telah berubah terbalik.

Keesokan harinya, pria itu pergi menemui dan mencium kaki Buddha, serta berkata, “Mohon maafkan saya! Saya tidak tahu apa yang saya lakukan.”

Buddha menjawab, “Saya tidak bisa. Maaf!”

Semua orang termasuk murid-murid Buddha terperangah. Buddha kemudian menjelaskan alasan pernyataannya.

Katanya, “Mengapa saya harus memaafkan Anda, bila Anda tidak melakukan kesalahan apapun?”

Pengusaha itu tampak terkejut dan ia memberi tahu Buddha bahwa ialah yang telah meludahinya.

Buddha berkata, “Oh! Orang itu tidak ada sekarang. Jika saya pernah bertemu dengan orang yang Anda ajak bicara, saya akan memberitahunya untuk memaafkan Anda. Bagi orang yang berada di sini, Anda tidak melakukan kesalahan.”

Itulah belas kasih yang nyata.

Belas kasih tidak mengatakan, saya memaafkan Anda.

Memaafkan harus sedemikian rupa sehingga orang yang dimaafkan, tidak tahu bahwa kita telah memaafkan mereka.

Mereka bahkan seharusnya tidak merasa bersalah atas kesalahan mereka.