Find Us On Social Media :

Jika Saja Jepang yang Berada di Posisi Jerman, Blunder Dunkirk Tak Akan Terjadi, Watak Menyeramkan Ini Alasannya

By Moh Habib Asyhad, Senin, 17 Juli 2017 | 19:45 WIB

Pertempuran Pasukan Sekutu melawan tentara Jepang pada Perang Dunia II

Sikap pasif MacArthur itu membuat koleganya yang mengkomandani armada udara Far East Air Force, Mayor Jenderal Lewis Brereton gusar karena inisiatifnya untuk menyerang Formosa lewat udara ternyata tak diijinkan oleh MacArthur.

Menyadari keadaan makin genting, Brereton akhirnya nekat memerintahkan anak buahnya untuk segera menyiapkan pesawat-pesawat fighter dan pembom B-17 lalu terbang menuju Formosa.

Namun, langkah Brereton yang baru dikerjakan pada pukul 11.00 itu terlambat. Pasalnya satu jam kemudian, tepatnya pukul 12.20, ratusan pesawat tempur Jepang telah sampai di Filipina dan langsung meluncurkan bom-bom mautnya.

Setelah sukses melumpuhkan kekuatan udara AS di Filipina, pada tanggal 10 Desember 1941, Jepang pun mendaratkan puluhan ribu pasukannya lewat laut.

Pendaratan pertama dilakukan oleh 57 ribu pasukan dibawah pimpinan Letnan Jenderal Masaharu Homma dan berlangsung di Luzon.

(Baca juga: Hiroo Onoda, Tentara Jepang yang Sampai Ajal Menjemput pun Tak Sudi Menyerah kepada Tentara Sekutu)

Kendati pasukan Jenderal Homma jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan pasukan MacArthur dan Filipina yang bertahan, berkat kemahiran bertempur dan senjata yang lebih canggih, pasukan Jepang dengan mudah menyapu pertahanan pantai  Luzon yang berjarak sekitar 190 km dari Manila.

Apalagi saat itu konsentrasi pertahanan pasukan Sekutu justru dipusatkan di seputar Manila sehingga kemajuan pasukan Jepang makin tak terbendung.

Akhirnya, MacArthur dan pasukannya terpaksa harus mundur ke Semenanjung  Bataan  saat gelombang serangan udara dan darat Jepang makin menggila serta bergerak menuju Manila.

Penarikan mundur sekitar 90 ribu pasukan itu berjalan lamban selama satu minggu karena terus mendapat gempuran meriam dan bom dari Jepang.

Di lokasi pertahanannya yang baru kendati kondisi pasukan Sekutu kocar-kacir dan minim perbekalan, MacArthur tetap memerintahkan pasukannya untuk bertempur sampai mati.

Di Bataan MacArthur kemudian membangun garis pertahanan yang dikenal dengan nama War Plan Oranye 3 dengan tujuan sebisa mungkin menahan gempuran pasukan Jepang hingga bantuan tiba.