Find Us On Social Media :

Masih Berlibur Lebaran di Bandung? Sempatkan Singgah ke Kampung Adat Cikondang

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 28 Juni 2017 | 17:30 WIB

Kampung Adat Cikondang

Intisari-Online.com – Karena daya tariknya, Kampung Cikondang ditetapkan sebagai desa wisata sejak tahun 2003 oleh Pemkab Bandung.

Keelokan alam di kawasan kaki Gunung Tilu ini masih terpelihara. Kebudayaan nenek moyang Kampung Cikondang pun masih bisa bertahan selama 307 tahun sampai kini.

Kampung Adat Cikondang bisa menjadi pilihan wisata budaya dan wisata ziarah saatke Bandung.

Terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan,38 km ke arah selatan dari Kota Bandung, kampung ini menyuguhkan suasana alami sebuah pemukiman.

Di sini banyak tersimpan kearifan-kearifan lokal sebagai suatu cerminan keselarasan antara manusia dan lingkungannya.

Hutan lindung di luar pemukiman yang masih terjaga menjadi bukti kearifan tradisional itu.

Di hutan lindung kawasan Gunung Tilu ini masih bisa dijumpai beberapa jenis hewan liar, seperti buweuk (burung hantu), tupai, kera,lutung, dan beberapa vegetasi hutan lainnya.

Untuk wisata budaya Kampung Cikondang membuka diri setiap tahun. Namun tidak untuk wisata ziarah.

"Hanya diperbolehkan hari Senin, Rabu, Kamis, dan Minggu," kata Rukhiat (Aki Omay, 67tahun), salah satu juru kunci (anom) sekaligus pengurus harian rumah adat.

Sebagai awal Bumi Adat bisa dijadikan tujuan pertama saat masuk kampung. Inilah satu-satunya dari 60 rumah tradisional yang selamat dari pembumihangusan oleh Belanda tahun 1942.

Saat itu Belanda mengira kampung ini sebagai tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan.Untuk memasuki Bumi Adat kita harus melalui tangga (golodog) dan disambung dengan pintu (panto).

Hanya ada satu panto yang melambangkan keyakinan bahwaTuhan itu satu. Lantai (palupuh) terbuat dari bahan rotan dan bambu yang terdiri atas lapisan lampit,bahas, dan dolos.

Konon nama Kampung Cikondang bermula dari ditemukannya sebuah seke (Sunda: mata air) yang keluar dari sejenis pohon besar kondang yang memang banyak tumbuh di wilayah ini.

Diperkirakan Kampung Adat Cikondang sudah ada sejak sekitar tahun 1703 Matau 1126 H.

Masyarakat setempat yakin bahwa leluhur atau karuhun mereka adalah salah seorang waliyang bertugas menyebarkan agama Islam di kawasan Bandung selatan,khususnya di Kampung Cikondang.

Di tempat inilah mereka tilem tanpa ninggalkan jejak. Warga menyebut leluhurnya Uyut (eyang) Pamegetdan Uyut Istri. Mereka diyakini membawa berkah serta melindungi anak cucunya hingga kini.

(Baca juga: Yuk Mengenali Bakat Anak dengan Upacara Tedhak Siten ala Jawa)

Ada 250 kepala keluarga diwilayah seluas sekitar 300 Ha ini. AkiOmay mengibaratkan, ke Cikondang seperti berkunjung ke tanah suci Mekah.

Hanya berbeda dalam hal jarak dan tidak bergelar haji saja.Mengapa demikian? Wilayah adat Cikondang dianggap suci dari segala hadas/kotoran.

Kepercayaan ini memang sudah merupakan warisan turun-temurun.

Pola kehidupan masyarakat juga tidak kalah menariknya untuk disimak, seperti upacara Wuku Taun yang dilaksanakan tanggal 15 Muharam (awal tahun Islam).

Upacara Wuku Taun sudah berlangsung sejak abad XVI dengan tujuan utama untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kenikmatan yang telah diterima warga melalui hasil panen pertanian yang melimpah dan kelangsungan hidup yang aman tenteram di kampung ini.

Ada lagi kesenian tradisional beluk,yang bisa menambah wawasan budaya Anda. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian khas Kampung Cikondang.

Kesenian beluk merupakan seni ngaharirlng pupuh (bernyanyi pupuh) secara bersama-sama,yang dibawakan oleh tujuh sampai sembilan orang.

Dalam pertunjukan Beluk, setiap pemain akan menyanyikan beberapa pupuh Sunda secara bergiliran dengan satu orang menyanyi dengan nada pendek kemudian diteruskan dengan nada sedang lalu dengan nada yang tinggi hingga melengking.

Hal ini berkesan sangat mistis hingga bisa membuat bulu kuduk Anda berdiri.

Bagi yang ingin membawa tanda mata dari Cikondang ada beberapa kerajinan tangan dari bambu dan kayu hasil karya warga.

Misalnya cangkir awi, cacabean, cowet,vas bunga, entik (cangkir kelapa), dan banyak pernak-pernik yang bisa dipakai di tangan atau leher.

Selain itu, bila kebetulan musim panen biasanya ada warga yang memajangkan hasil panen selain padi untuk dijual seperti ketan hitam, ketan putih, bawang merah, tanaman palawija, jagung, cabai cengek, dancabai keriting.

Jika belum puas bisa mampir di Pasar Gembrong yang biasa digelar padahari Sabtu atau Minggu. Pasar ini sejenis pasar mingguan di PLTA Cikalong, yang berjarak sekitar 500 meter dari Kampung Cikondang.

Menuju Kampung Cikondang:

Kendaraan pribadi

Dari Bandung ambil jalur jalan Moh.Toha yang menuju Pangalengan.

Setelah gerbang PLTA Cikalong perhatikan saja sebuah belokan ke arah kanan di mana terpampang papan nama yang menunjukkan jarak 800 m ke dalam Kampung Adat Cikondang.

Kendaraan umum

Dari arah Bandung ambillah jurusan Tegalega - Banjaran.

Sesampainya di terminal atau pasar Banjaran, lanjutkan menggunakan Angkutan Pedesaan hingga tiba di  gerbang Kampung Adat Cikondang. Dari gerbang,gunakan jasa ojek yang akan mengantarkan Anda ke tempat tujuan.

Tips

• Menjaga kebersihan dan ketenangan kampung

• Diharapkan tidak mengganggu apalagi merusak kelestarian lingkungan