Hari PBB: Kantor Penerangan PBB Zaman Orla yang Akhirnya Ditutup Karena Ucapan Presiden Soekarno

Adrie Saputra

Penulis

Memperingati hari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini adalah kisah yang menceritakan ketika Kantor Perwakilan PBB di Indonesia ditutup karena ucapan Bung Karno.

Intisari-Online.com – Tanggal 24 Oktober ditetapkan sebagai Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tahun 1945 adalah saat Piagam PBB mulai berlaku, saat itulah PBB didirikan.

Ketika Menteri Penerangan Harmoko kembali dari Amerika Serikat bulan April 1984, ia membawa kabar penting. Di Jakarta akan dibuka Kantor Penerangan PBB.

Gadis Rasid menceritakan pengalamannya waktu ia masih bekerja di Kantor Penerangan PBB zaman Orla, sampai kantor itu ditutup tahun 1965.

Kisahnya pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1984, dengan judul asli Kantor Penerangan PBB Zaman Orla.

Baca Juga : Marah Besar Atas Perang Dagang AS-China, Trump Jadikan China Sebagai 'Bulan-bulanan' di Forum PBB

DI Jakarta sebentar lagi akan dibuka sebuah Kantor Penerangan PBB.

Berita itu membangkitkan kenangan saya pada Kantor Penerangan PBB di Jakarta dulu, yang terpaksa ditutup ketika almarhum Presiden Soekarno melontarkan semboyannya, "Go to hell with your aid.”

Ucapan itu sebetulnya ditujukan kepada pemerintah Amerika Serikat, tapi kemudian diperluas dan juga menyentuh organisasi PBB berhubung politik.

Luar negeri Indonesia masa itu tidak menyenangi beberapa tindakan PBB, di antaranya yang bersangkutan dengan berdirinya negara Malaysia.

Tidak hanya PBB, tapi semua badan-badan khususnya dihentikan operasinya di Indonesia:

UNICEF, UNESCO dan lain-lain, kecuali WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia), yang diperbolehkan melakukan kegiatannya di Indonesia dan sekaligus menjadi badan yang ikut membereskan segala administrasi yang berhubungan dengan administrasi PBB.

Kantor Penerangan PBB yang pertama letaknya di Jl. Kebon Sirih 76, di paviliun sebuah rumah kediaman model dulu, dengan pekarangan besar sekali.

Gedung utamanya dipakai untuk Kantor Dewan Bantuan Teknik PBB (UNTAB), sebuah badan PBB yang sekarang dikenal dengan natna UNDP (United Nations Development Programmes), yang kantornya sekarang di Jl. Thamrin.

Baca Juga : Donald Trump yang 'Ditertawai' dan 5 Momen Tak Terduga dalam Sidang Kehormatan PBB

Tanpa "kulo nuwun"

Kantor Penerangan PBB yang dulu itu tidak pernah bekerja secara seratus persen.

Masuknya di Indonesia pun tidak dengan "kulo nuwun" alias "izin masuk" resmi.

Seorang pejabat penerangan PBB, orang Norwegia bernama Olav Ritter, yang tadinya berkedudukan di Shanghai, menjadi semacam "pengungsi" tatkala Cina daratan dikuasai kaum komunis dan pemerintah Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan.

Olav Ritter tidak lama bertahan di Jakarta, ia kemudian diganti oleh seorang agen warga Pakistan, N.M. Rashed, yang juga tak tahan lama.

Sesudah itu Kantor Penerangan PBB di Jakarta tak pernah mempunyai petugas penerangan resmi dari Markas Besar PBB di New York.

Tapi kantornya jalan terus di bawah perlindungan Dewan Bantuan Teknik PBB, yang dianggap sebagai perwakilan PBB resmi.

Baca Juga : Indonesia Menjadi Anggota Dewan Keamanan PBB, Benarkah Cuma Status Simbolis yang Sia-sia??

Saya yang masuk kerja di Kantor Penerangan PBB sebagai pembantu pejabat penerangan, sesudah itu menangani segala pekerjaaan penerangan PBB di bawah pimpinan kepala Dewan Bantuan Teknik PBB, yang sekaligus merangkap kepala penerangan PBB.

Perlu diketahui bahwa politik PBB pada masa itu tidak membolehkan sebuah kantor perwakilan PBB dipimpin oleh orang yang kewarganegaraannya sama dengan negara lokasi kantor perwakilan.

Dengan lain perkataan Kantor Penerangan PBB di Jakarta tidak boleh dipimpin oleh seorang Indonesia. Apa kebijaksanaan ini masih berlaku sekarang, saya tidak tahu.

Namun demikian kegiatan penerangan PBB berjalan terus dan makin berkembang.

Khususnya pada masa dipimpin oleh seorang perwakilan PBB berkebangsaan Yugoslavia, Vojko Pavicic namanya, yang sangat energetik dan pandai sekali bergaul dengan orang Indonesia.

Baca Juga : Bangga! Indonesia Terpilih Sebagai Anggota Dewan Keamanan PBB

Pada waktu ditutup bulan Februari 1965 Kantor Penerangan PBB memiliki sebuah perpustakaan dan dokumentasi lengkap di sebuah ruangan ber-AC dan dipimpin oleh seorang ahli perpustakaan.

Di samping itu Kantor Penerangan PBB secara teratur menyiarkan berita-berita kegiatan PBB di luar dan di dalam negeri, mempersiapkan programa untuk radio, memiliki dokumentasi foto PBB, film dan slide mengenai kegiatan PBB.

Kantor Penerangan PBB juga membantu pemerintah dalam mempersiapkan dan memberi bahan untuk Hari PBB, Hari Kesehatan Sedunia, peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan sebagainya.

Poster, pamflet, brosur dan sebagainya baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia juga tersedia dan dapat diambil dleh siapa saja yang menaruh minat.

Baca Juga : Duh, Kata PBB 68% Populasi di Dunia Akan Tinggal di Kota pada 2050

Di perpustakaan terdapat laporan sidang-sidang PBB dan badan-badan khususnya. Perpustakaan ini dibuka untuk umum dan banyak dimanfaatkan, terutama oleh mahasiswa yang menyusun skripsi, para wartawan dan juga oleh mereka yang berminat pada politik, khususnya politik sebagaimana dijalankan di PBB,.

Kedatangan adik playboy Aly Khan

Dalam perjalanan sejarah ternyata Kantor Penerangan PBB tidak hanya membatasi diri pada kegiatan penerangan.

Kadangkala ternyata, kalau ada sesuatu kegiatan yang tak dapat ditangani oleh Dewan Bantuan Teknik PBB (yang merangkap sebagai perwakilan PBB di Indonesia), maka tugasnya dilimpahkan ke bagian penerangan.

Hal itu terjadi beberapa kali. Kejadiannya bisa lucu atau menghebohkan.

Pertama kali saya disibukkan oleh kegiatan ini, yaitu waktu Indonesia mendapat kunjungan dari Kepala Kantor Pengungsi PBB, yang bermarkas besar di jenewa, Pangeran Sadruddin Khan.

Kedatangannya ialah dalam mempersiapkan Tahun Pengungsi Internasional (International Refugee Year) serta komitmen pemerintah Indonesia untuk menerbitkan perangko khusus memperingati tahun pengungsi ini.

Baca Juga : 8 Foto Mengerikan Ujicoba Bom Nuklir, Untung Sekarang Dilarang PBB

Dalam waktu dua hari Kantor Penerangan PBB harus mempersiapkan kunjungan, membuat janji dengan pejabat-pejabat teras Indonesia, serta mengurus logistiknya: tempat penginapannya dan pengangkutan/penjemputan.

Pada waktu itu di Jakarta belum ada hotel-hotel internasional seperti sekarang, belum ada perusahaan taksi atau pehyewaan kendaraan.

Satu-satunya hotel yang agak lumayan ialah Hotel des Indes, yang kini sudah dibongkar dan menjadi shopping centre Duta Merlin di Jl. Gajah Mada. Kendaraan harus diusahakan dari pemerintah, begitupun sekuritinya.

Yang membuat tugas ini begitu menarik ialah pribadi Sadruddin Khan, yang berasal dari keluarga kaya-raya dan hidupnya sebagai jet-set di Eropa.

Ayahnya, almarhum Aga Khan, termasuk tokoh internasional yang beken; kakaknya, almarhum Aly Khan, termasuk playboy tingkat tinggi yang kawin-cerai berganti-ganti dengan bintang film, peragawati top atau ningrat Inggris.

Baca Juga : Wow, Start Up Travel dari Solo Ini Meraih Penghargaan Internasional PBB di Spanyol

Sadruddin Khan sendiri tidak begitu cemerlang, istrinya cuma satu, seorang Inggris dan hidupnya lebih serius, membaktikan diri pada nasib kaum pengungsi.

Pengalaman ini sangat mengesankan bagi saya, karena belajar bergaul dengan seorang pangeran yang kaya-raya dan termasuk jet-set lagi! Misinya berhasil.

Tahun berikutnya Indonesia menerbitkan perangko khusus untuk memperingati Tahun Pengungsi Internasional.

Tewasnya Dag Hammarskjoeld

Peristiwa lain lagi yang harus ditangani oleh Kantor Penerangan PBB, yang tidak termasuk tugas penerangan, ialah peristiwa berkenaan dengan tewasnya Sekretaris Jenderal PBB waktu itu, Dag Hammarskjoeld, yang tewas dalam kecelakaan kapal terbang di Afrika selagi dalam satu misi untuk menyelesaikan masalah Kongo (sekarang Zaire).

Adalah suatu kebiasaan diplomatik berhubungan dengan wafatnnya seorang kepala negara atau pejabat PBB, untuk menyediakan sebuah album di kantor perwakilannya.

Baca Juga : Kalah dalam Voting Resolusi PBB soal Yerusalem, AS Pangkas Bantuan untuk PBB Rp3,8 Triliun

Album itu diisi dengan tanda tangan belasungkawa dari semua pejabat-pejabat di negara bersangkutan. Seluruh perlengkapannya harus tersedia dalam waktu kurang dari satu hari.

Dengan bantuan dan petunjuk-petunjuk dari bagian protokol Departemen Luar Negeri RI, Sdr. Moh. Chusen (kini duta besar RI di Moskwa) karni dapat menyediakan suatu ruang khusus di kantor perwakilan PBB, lengkap dengan foto Dag Hammarskjoeld, sebuah meja dengan album yang dilapisi sampul hitam.

Keesokan harinya orang berdatangan untuk menyatakan belasungkawa: para menteri, para duta besar di Jakarta dan juga rakyat biasa.

Mereka menyalami kepala perwakilan PBB atau staf, kemudian niernbubuhi tanda tangan mereka di buku belasungkawa dan sesudah mengheningkan cipta berangkat lagi.

Buku tersebut tersedia selama tiga hari dan kemudian dikirimkan ke Markas Besar PBB di New York.

Baca Juga : PBB Kembali Beri Sanksi Korea Utara: Sanksi-sanksi Sebelumnya Sepertinya Tidak Ada yang Mempan

Seorang putih sekali, seorang hitam sekali

Peristiwa yang paling menyibukkan bagi Kantor Penerangan PBB terjadi pada masa Trikora, operasi Irian.

Selagi seluruh bangsa Indonesia bersiap-siap menghadapi perjuangan Irian Barat di bawah komando Jenderal Soeharto (kini presiden) yang bermarkas besar di Ujung Pandang, kantor perwakilan PBB menerima kawat dari New York bahwa malam itu akan datang di Jakarta seorang utusan dari sekjen PBB (waktu itu U. Thant), seorang jenderal berkebangsaan India, Letjen Indrajit.

Karena tidak ada keterangan apa-apa lain, maka Kantor Penerangan PBB lagi yang disuruh menanganinya, yaitu menjemput sang jenderal dari lapangan terbang (masih Kemayoran), bersama seorang perwira tinggi dari Hankam Indonesia.

Kami berdua menjemput beliau, membawanya ke tempat penginapan dan bersantap malam bersama. la mengatakan bahwa besok pagi ia harus berbicara dengan Presiden Soekarno.

Begitu saja.

Baca Juga : Arogan! Inilah Cuitan-cuitan ‘Pedas’ Dubes AS untuk PBB Terkait ‘Kekalahan’ AS dalam Resolusi PBB untuk Yerusalem

Baru kemudian saya mendengar bahwa PBB telah mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah Irian secara damai.

Untuk mematangkan suasana, segala kegiatan milker harus ditunda.

Saya dengar juga bahwa pada hari esok, setelah mengadakan pembicaraan panjang-lebar dengan Presiden Soekarno, seluruh staf angkatan bersenjata dan para anggota kabinet di Bogor, diputuskan bahwa Presiden Soekarno akan mengirimkan instruksi kepada semua pasukan yang sedang siap untuk menyerbu, supaya menunda kegiatannya.

Surat-surat selebaran dibuat buru-buru hari itu juga dan dijatuhkan di mana-mana, tempat pasukan Rl sedang bersiap-siap.

Beberapa hari kemudian datang Iagi dua utusan PBB, seorang perwira Norwegia yang putih sekali dan seorang perwira Nigeria yang hitam sekali.

Baca Juga : 60 Tahun Jadi Pasukan PBB Tunjukkan Indonesia Terus Memperjuangkan Perdamaian Timur Tengah

Sesudah itu tersiarlah kabar tentang Persetujuan Ellsworth Bunker, yang mengatakan bahwa Belanda akan meninggalkan Irian Barat, bahwa wilayah ini akan diadministrasikan oleh PBB selama enam bulan dan kemudian diserahkan kepada Indonesia, menunggu plebisit.

Masa administrasi PBB di Irian bernama UNTEA dan pada mulanya membawa banyak kesibukan pada kantor perwakilan PBB di Jakarta, khususnya.

Kantor penerangan Iagi. Setiap orang yang mau ke Irian harus mendapat semacam "visa" dari PBB.

Karena kapal terbang ke Irian berangkat pukul 2 pagi dan daftarnya baru diantarkan kira-kira pukul 8 malam, maka ini berarti bahwa petugas-petugas Kantor Penerangan PBB tiap malam harus lembur.

Untung keadaan ini hanya berlangsung selama 1-2 minggu. PBB yang menyadari bahwa kami tak dapat menangani semua dengan staf kecil, mengirimkan staf khusus untuk persbalan UNTEA.

Baca Juga : Akui Kewalahan Tangani Israel, Inggris Serahkan Masalahnya ke PBB dan Akhirnya Justru Makin Runyam

Mereka mendirikan sebuah kantor perwakilan UNTEA di Jakarta dan orang-orang penerangan dapat berleha-leha Iagi, mengurus penerangan PBB yang biasa-biasa.

Bekas partisan

Peristiwa yang paling menggemparkan terjadi pada waktu situasi umum di Indonesia makin memusuhi negara-negara Barat, termasuk PBB.

Sebelum dan selagi terjadi apa yang dinamakan "Korifrontasi dengan Malaysia", di Jakarta banyak sekali diadakan demonstrasi: Demonstrasi anti-Inggris, demonstrasi anti Amerika.

Demontrasi ini berlaku dengan kekerasan dan ditujukan kepada perwakilan-perwakilan Inggris, Malaysia dan Amerika.

Orang-orang di kantor perwakilan PBB juga mulai kecut hatinya. Berbagai-bagai tindakan diambil untuk bersiap-siap mengungsi, kalau perlu.

Para istri pegawai PBB yang berkebangsaan Inggris atau Amerika dianjurkan untuk mengungsi ke Singapura sementara waktu. Tapi kantor perwakilan PBB jalan terus.

Baca Juga : Israel Pindahkan Ibukota ke Yerusalem, Tugas Pasukan PBB Asal Indonesia pun Makin Berat

Ketika pada suatu hari seorang staf bertanya pada kepala perwakilan PBB (orang Yugoslavia bernama Vojko Pavicic), apakah kantor ini tak perlu mendapat penjagaan ekstra (selama ini tidak ada penjagaan milker, hanya seorang jaga malam saja), ia menjawab: "Tidak usah. Saya percaya pemerintah Indonesia sadar akan kewajibannya memberi perlindungan pada PBB."

Suatu hari sekelompok pemuda meminta bertemu dengan beliau. Mereka diterima dengan ramah dan ia menjelaskan bahwa ia tidak berniat jahat, bahwa ia hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan instruksi PBB dan bahwa PBB tidak memihak.

Sikapnya begitu tenang, sehingga mereka akhirnya keluar sambil mengucapkan terima kasih.

Pernah orang bertanya apakah ia tidak takut. Jawabnya: "Takut? Selagi muda saya seorang partisan (pejuang bawah tanah) menentang penindasan tentara Jerman atas negeri saya, Yugoslavia. Masakan saya akan takut pada anak muda yang berdemonstrasi ini?"

Baca Juga : Meski Pernah Membantai Ribuan Orang, Tentara Nazi Ini Akhirnya Dipercaya Jadi Pasukan Perdamaian PBB

Memang berkat sikapnya yang tegas, kantor perwakilan PBB tak pernah "diapa-apakan".

Bubaran

Nasib tak dapat dihindarkan. Beberapa bulan setelah almarhum Presiden Soekarno mengatakan, "Go to hell with your aid", kantor perwakilan PBB dan badan lain-lainnya (kecuali WHO) ditutup, yaitu tanggal 1 Februari 1965.

Berbagai-bagai keputusan diambil berkenaan dengan penutupan ini.

Semua peralatan PBB akan diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Semua arsip surat-menyurat harus dimusnahkan.

Selama tiga hari diadakan api unggun di pekarangan belakang untuk membakar semua surat-surat.

Baca Juga : Diancam PBB Melalui Sanksi, Korea Utara Malah Menggertak Seperti Ini

Para karyawan Indonesia (lokal) mendapat uang pesangon sesuai dengan peraturan PBB dan di samping itu para staf PBB berusaha mencarikan pekerjaan lain untuk mereka.

Semuanya ditampung di kantor-kantor lain, kecuali mereka yang sudah dengan sendirinya punya pekerjaan baru.

Saya sendiri mendapat hadiah pribadi dari Mr. Pavicic. Katanya, "Belikanlah hadiah untuk anakmu. Sampaikan salam dari Oom Vojko. dan bahwa saya mehyesal tak dapat berpamitan dengan dia." Matanya berlinang-linang.

Hari terakhir seluruh staf perwakilan PBB makan siang bersama di rumahnya dan salah seorang sekretaris yang pernah belajar di Hawaii menyanyikan lagu perpisahan: Aloha-oe, yang membuat semua orang keluar air mata lagi.

Dengan demikian tamatlah riwayat Kantor Penerangan PBB di Jakarta yang pertama. Semoga yang baru ini tidak akan mengalami nasib seperti yang lama.

Baca Juga : Menurut PBB Inilah Skenario Terburuk yang Akan Terjadi Jika Jumlah Pengungsi Rohingya Lebih dari 400.000

Artikel Terkait