Find Us On Social Media :

Hatschepsut, Sang Wanita Firaun yang Membangun Kuil Makamnya Sendiri

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 25 September 2018 | 06:30 WIB

Tetapi kebahagiaan Hatschepsut mendadak runtuh. Saat ia berusia 12 tahun, dua orang adiknya meninggal dunia, disusul dengan kematian kakaknya, Amunmose, sang putra mahkota. Tinggallah ia sebagai satu-satunya anak sang firaun.

Baca Juga : Tentara Bayaran Pemburu ‘Uang Berdarah’, Ternyata Sudah Ada Sejak Zaman Firaun

Sang ayah tak punya pilihan lain kecuali mengangkat Hatschepsut sebagai pewaris. Pada usia 15, ia dinikahkan  dengan saudara tirinya, Thutmosis, putra firaun dari selir Mutnofret. Seusia dengan sang putri, Thutmosis juga berwajah tampan, tinggi 1,60 m, bertubuh ramping, berambut ikal kecoklatan. Ia ramah, namun penuntut.

Pada tahun 1494 SM, Thutmosis menjadi Thutmosis II, saat Thutmosis I wafat. Hatschepsut saat itu telah berusia 19 tahun.

Baru saja Thutmosis II duduk di singgasana, bangsa Nubia melakukan pemberontakan lagi, Maka dikirimlah seorang jenderal untuk menumpas pemberontakan.

Seharusnya raja agung yang memimpin pasukan, namun sang firaun sedang tidak enak badan; lagi pula ia tidak mempunyai pengalaman militer. Akibat Thutmosis II sakit-sakitan, urusan kenegaraan sering ditinggalkannya. Di sinilah Hatschepsut mulai belajar berperan meski di belakang layar.

Baca Juga : Kutukan Penuh Aura Kematian dari Harta Karun Raja Firaun Tutankhamun yang Menimpa Para Penggali Makamnya

Pengaruh Hatschepsut makin menonjol setelah ia melahirkan seorang putri, Neferure. Tak ada satu pun keputusan istana yang tidak melibatkan dirinya. Akibatnya, para pendeta Dewa Amun di Kuil Kanak prihatin karena pengaruh mereka di istana semakin berkurang. Mereka sejak semula keberatan Hatschepsut jadi firaun karena ia perempuan.

Argumentasi mereka, firaun itu keturunan Ra, Dewa Matahari. Sebagai perantara antara Tuhan dengan manusia, ia amat berkuasa, antara lain mengatur hujan untuk mengairi Sungai Nil sehmgga menyuburkah tanah.

Seorang firaun juga penjelmaan Maat yang mengatur bumi. Kata-katanya adalah hukum dan kebenaran. Firaun adalah putra dewa. Maka dari itu, semua sepakat firaun harus seorang laki-laki!

Para pendeta Dewa Amun tidak mau menunda-nunda. Mereka menghadap Thutmosis II dan membicarakan ramalan Dewa Amun mengenai firaun berikutnya. Hasilnya, Thutmosis II  memilih Thutmosis III, putranya darai selirnya, Isis.

Baca Juga : Seandainya Hidung Cleopatra Lebih Mancung, Jalannya Sejarah Mungkin Berbeda