Penulis
Intisari-Online.com – Dunia modern mengenal Cleopatra sebagai wanita firaun. Ternyata jauh sebelum itu, Mesir sudah pernah diperintah oleh seorang wanita yang tak kalah cerdasnya.
Hatschepsut namanya, memerintah dari tahun 1515 – 1484 SM. Di masa pemerintahannya Mesir mengalami masa kesejahteraan.
Kita simak bagaimana pemerintahan Hatschepsut, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1999, dengan judul asli Hatschepsut Sang Wanita Firaun.
Hatschepsut masih berusia sembilan tahun ketika ia bersama-sama dengan penduduk Thebe memadati tepian S. Nil untuk menyambut Thutmois I yang pulang membawa kemenangan dari pertempuran di Nubia.
Baca Juga : Ternyata Pajak Sudah Ada Sejak Zaman Dulu, Tepatnya pada Zaman Firaun
Ia ke sana diajak Ratu Ahmes, bersama dengan anak-anaknya yang lain. Hatschepsut bertubuh kurus, terlalu mungil untuk anak seusianya, namun berwajah menarik.
Hari-harinya diisi kegiatan di bangku sekolah, belajar bersama saudara dan anak-anak para pembesar istana. Setelah baca dan tulis, ia hafalkan ajaran para penasihat istana Ptahotep dan Kagemi, bakan ia kuasai kemit, buku sejarah dunia resmi tertua yang ditulis 500 tahun sebelum kelahirannya.
Ia tekun mempelajari teks bahasa kuno dan belajar tatacara menulis surat. Pokoknya semua hal yang diperlukan seorang raja.
Tak disetujui karena perempuan
Baca Juga : Inilah Abu Simbel: Kuil Agung dari Masa Firaun Ramses II yang 'Bergerak'
Buku-buku sejarah diduga membangkitkan keinginannya untuk berkuasa. Terutama kisah tentang Nitokris, wanita firaun yang berkudsa 700 tahun sebelumnya. Konon, dengan pipi merah jambu dan rambut pirangnya, Nitokris menjadi wanita tercantik di zamannya.
Lebih dari itu, ketegarannya pun tak kalah dari firaun pria. Bahkan setelah suaminya dibunuh, ia menenggelamkan istana tempat para pembunuh suaminya tengan berpesta.
Entah benar entah tidak, cerita di atas tertera dalam buku sejarah. Yang jelas, Hatschepsut begitu mengaguminya. Ia juga sangat bangga pada neneknya, Ah-Hotep yang memimpin perang bersama dua orang putranya, bahkan menigusir dominasi orang Hyksos yang telah berkuasa selama 200 tahun.
Tetapi kebahagiaan Hatschepsut mendadak runtuh. Saat ia berusia 12 tahun, dua orang adiknya meninggal dunia, disusul dengan kematian kakaknya, Amunmose, sang putra mahkota. Tinggallah ia sebagai satu-satunya anak sang firaun.
Baca Juga : Tentara Bayaran Pemburu ‘Uang Berdarah’, Ternyata Sudah Ada Sejak Zaman Firaun
Sang ayah tak punya pilihan lain kecuali mengangkat Hatschepsut sebagai pewaris. Pada usia 15, ia dinikahkan dengan saudara tirinya, Thutmosis, putra firaun dari selir Mutnofret. Seusia dengan sang putri, Thutmosis juga berwajah tampan, tinggi 1,60 m, bertubuh ramping, berambut ikal kecoklatan. Ia ramah, namun penuntut.
Pada tahun 1494 SM, Thutmosis menjadi Thutmosis II, saat Thutmosis I wafat. Hatschepsut saat itu telah berusia 19 tahun.
Baru saja Thutmosis II duduk di singgasana, bangsa Nubia melakukan pemberontakan lagi, Maka dikirimlah seorang jenderal untuk menumpas pemberontakan.
Seharusnya raja agung yang memimpin pasukan, namun sang firaun sedang tidak enak badan; lagi pula ia tidak mempunyai pengalaman militer. Akibat Thutmosis II sakit-sakitan, urusan kenegaraan sering ditinggalkannya. Di sinilah Hatschepsut mulai belajar berperan meski di belakang layar.
Baca Juga : Kutukan Penuh Aura Kematian dari Harta Karun Raja Firaun Tutankhamun yang Menimpa Para Penggali Makamnya
Pengaruh Hatschepsut makin menonjol setelah ia melahirkan seorang putri, Neferure. Tak ada satu pun keputusan istana yang tidak melibatkan dirinya. Akibatnya, para pendeta Dewa Amun di Kuil Kanak prihatin karena pengaruh mereka di istana semakin berkurang. Mereka sejak semula keberatan Hatschepsut jadi firaun karena ia perempuan.
Argumentasi mereka, firaun itu keturunan Ra, Dewa Matahari. Sebagai perantara antara Tuhan dengan manusia, ia amat berkuasa, antara lain mengatur hujan untuk mengairi Sungai Nil sehmgga menyuburkah tanah.
Seorang firaun juga penjelmaan Maat yang mengatur bumi. Kata-katanya adalah hukum dan kebenaran. Firaun adalah putra dewa. Maka dari itu, semua sepakat firaun harus seorang laki-laki!
Para pendeta Dewa Amun tidak mau menunda-nunda. Mereka menghadap Thutmosis II dan membicarakan ramalan Dewa Amun mengenai firaun berikutnya. Hasilnya, Thutmosis II memilih Thutmosis III, putranya darai selirnya, Isis.
Baca Juga : Seandainya Hidung Cleopatra Lebih Mancung, Jalannya Sejarah Mungkin Berbeda
Diiringi kidung para pendeta dan gemerincing bel, di Kuil Karnak anak kecil berusia enam tahun itu ditahbiskan oleh sang raja sebagai calon penerus. Untuk sementara para pendeta merasa menang.
Tidak lama kemudian Thutmosis II wafat karena penyakit cacar. Entah pergumulan apa yang terjadi, pada 1 Mei 1490 SM, saat Thutmosis III resmi naik tahta, yang berdiri di sebelah firaun kecil itu sebagai wali raja adalah Hatschepsut. Bukan pendeta.
Segera setelah itu, Hatechepsut melakukan beberapa inanuver politik yang dipandangnya perlu. Ia mengangkat Hapuseneb dan Puimre sebagai pendeta tertinggi dan mendesak mereka untuk membuat ramalan baru.
Tentu ramalan yang memang ia inginkan, yaitu bahwa Dewa Amun menganugerahkan kehormatan kerajaan ini kepada Hatschepsut.
Akhimya jalan menuju takhta terbuka. Dengan pakaian kebesaran seorang firaun, dagu berhias "janggut domba" (lambang gembala), tangan memegang cambuk dan tongkat gembala, Hatschepsut dinobatkan sebagai penguasa Mesir. Seorang firaun.
Meski tanggal penobatan tidak tercatat, sejak saat itu nama Hatschepsut dapat ditemukan dalam inskripsi yang berornamen lingkaran, lambang firaun sebagai pusat kosmos. Nama resmi Hatschepsut adalah Maatkare.
Ia tidak merebut takhta seperti sering disebut-sebut. Bahkan ia berkuasa atas restu Thutmosis, firaun yang harus ditaati semua, termasuk para pendeta.
Membangun kuil untuk makamnya sendiri
Baca Juga : Penelitian Terbaru Tunjukkan bahwa Firaun Ramses III Meninggal dengan Luka-luka Parah
Maka mulailah ia membangun kembali segala yang honcur di masa penjajahan orang-orang Asia (termasuk bangsa Hyksos). Diperbaikilah patung dan kuil-kuil. la pun membangun dua buah monumen di Kuil Karnak. Ia bahkan membangun kuil untuk makamnya sendiri di Deir-el-Bahri. .
Wanita cerdas ini memodernisasi lembaga-lembaga negara, membuat kerajaan stabil, baik ke dalam maupun keluar." Meski tidak menyukai peperangan, ia tetap waspada dan mempersenjatai tentaranya secara lengkap.
Pada tahun kesembilan pemerintahannya, ia mengirim tim ekspedisi perdagangan ke Punt, diduga Somalia sekarang.
Di muka umum, Hatschepsut selalu memakai pakaian pria, bahkan Ka, simbol rohaninya, digambarkan sebagai remaja putra. Namun pada dasarnya ia tetap wanita yang merindukan cinta. Untuk itu ada Senmut.
Baca Juga : Resep Pembuatan Permen Sudah Ditulis di Makam Firaun
Pria itu masuk istana seteIah kematian ayah Hatschepsut. Sebagai ahli pemerintahan dan organisator yang baik, dukungannya memang sangat membantu. Sebagai itelektual yang berwawasan, dari dialah lahir rencana membangun kuil untuk Hatschepsut di Deir-el-Bahri.
Bahkan barangkali kedekatan pribadi pula yang mendorongnya merancang sebuah kuburan bagi dirinya sendiri di salaha statu ruangan di bawah kuil tersebut, agar di keabadian pun ia tetap berdekatan dengan wanita penguasa Mesir itu. Maka tak heran jika Hdtschepsut menganugerahinya jabatan dan kekayan.
Namun pada ahun ke-16 pemerintahan Hatschepsut, Senmut didesas-desuskan terlibat korupsi, menyalahgunakan kekuasaan, dan tidak setia. Apa yang menimpa Senmut selahjutnya, tak jelas. Kubur yang dibuatnya tetap kosong dan ia mendadak hilang dari catatan sejarah.
Baca Juga : Di Balik Riasan Mata Cleopatra yang Mempesona, Ternyata Ada Fungsi 'Ajaib' yang Jarang Diketahui Orang
Pada tahun yang sama pula Neferure meninggal. Enam tahun kemudian, Hatschepsut menyusulnya dalam usia 45 tahun. Setelah 22 tahun memerintah, wanita ini meninggalkan sebuah pemerintahan yang kuat dan negara yang teratur. Bahkan penggantinya, Thutmosis III, mengakuinya seabgai firaun yang berhasil.
Namun fitnah terus mendera wanita kuat ini. Ia dikatakan sebagai si perebut tahta, sampai patung-patugnnya banyak dihancurkan oleh penerusnya. Makamnya pun kosong saat dibuka oleh Howard Carter pada 1904 bersamaan dengan penemuan makam Tutankhamun.
Menurut ahli budaya Mesir, Angelika Tulhoff dalam Thutmosis III, perusak peninggalakannya diduga adalah Ramses II (1250 SM), yang sangat anti pada figur wanita sebagai penguasa Mesir. (Michael S. Buhl/Als)