Find Us On Social Media :

Tan Malaka yang Berjuang dengan Berganti-ganti Nama Akhirnya Meninggal di Tangan Kawan Seperjuangannya

By K. Tatik Wardayati, Senin, 24 September 2018 | 22:00 WIB

Baca Juga : Sejarawan Belanda: Makam di Selopanggung Terbukti Makan Tan Malaka

Dalam situasi semacam ini Tan Malaka berpikir, sudah tiba waktunya untuk menerapkan strategi politik yang sudah lama dianutnya, yaitu "massa-actie", pengerahan kekuatan rakyat. Aksi massa akan membuat Sekutu berhati-hati karena kemerdekaan Indonesia itu benar-benar terasakan dan didukung oleh rakyat.

Maka pada pertemuan pemuda tanggal 15 September 1945 ia mengusulkan agar rakyat dikumpulkan dalam rapat besar-besaran.

Rapat raksasa itu terselenggara pada tanggal 19 September 1945 di Lapangan Ikada (Monas saat ini). Pengawalan oleh Bala Tentara Jepang dilakukan amat ketat dengan senjata-senjata yang siap menyalak.

Ribuan orang mengalir dari segala penjuru Jakarta dengan harapan dapat mendengarkan pidato Bung Karno. Sayangnya, Bung Karno membatalkan rencana pidatonya untuk menghindari pertumpahan darah. la hanya berpesan agar rakyat tenang dan pulang ke rumah masing-masing.

Baca Juga : Membunuh Tanpa Suara, Salah Satu Materi Sekolah Anti Terorisme dan Komunisme di Amerika Serikat

Tidak haus kekuasaan

Walau selama bertahun-tahun bergerak di bawah tanah, Tan Malaka diakui sebagai sosok yang amat populer, baik di kalangan aktivis maupun rakyat Indonesia. Oleh karena itu rekan-rekannya mengusulkan kepada Bung Karno dan Bung Hatta agar Tan Malaka dilibatkan dalam pemerintahan.

Tanggal 23 September Soebardjo mengundang Bung Karno, Bung Hatta, dan tokoh-tokoh politik lainnya untuk bertemu Tan Malaka di rumahnya. Tampil tak lagi dengan nama samaran, ia mengingatkan tentang pentingnya memberi penerangan kepada rakyat seluas-luasnya tentang perjuangan Republik Indonesia.

Hatta kemudian melamarnya untuk menjadi Menteri Penerangan. Tapi ia mengatakan, "Di waktu sekarang Saudara berdua, Soekarno-Hatta, sudah tepat itu. Biarlah saya menyokong dari belakang dengan mengerahkan rakyat di belakang Saudara".

Baca Juga : Runtuhnya Komunis di Rusia Menjadikan Ladang Obat Bius Potensial

Menolak berkompromi