Penulis
Intisari-Online.com – Inilah sungai yang dijuluki transboundary river karena melintasi tidak kurang dari 14 negara di Eropa. Hebatnya, kejernihan dan kualitas airnya selalu terjaga. Tentu bukan perkara gampang untuk mengelolanya.
Mari kita simak tulisan Bosman Batubara, Danube Mengalir Jauh Tapi Tetap Jernih, seperti yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2013.
Kisah tentang Sungai Danube pertama kali saya dengar pada medio 2006-2007. Gara-garanya, terpancing oleh beberapa kasus yang ada di Indonesia. Kebetulan, saya sedang mempelajari kasus bencana industri, dan di dalamnya terdengar nama Sungai Danube.
Sungai Danube yang melintasi sejumlah negara di Eropa, pada tahun 2000 pernah mengalami bencana industri. Dam penampung tailing (sejenis limbah) tambang emas di Baia Mare, Rumania, jebol.
Baca Juga : Fakta Sejarah yang Disembunyikan: Hitler Secara Terbuka Lakukan Upaya Perdamaian di Eropa tapi Ditolak
Polutan yang terkandung pada tailing mencemari tubuh Sungai Danube yang melintasi beberapa negara di bagian hilir Baia Mare.
Pada 2010, koneksitas itu semakin intens karena saya mendapatkan beasiswa di program Interuniversity Programme in Water Resources Engineering (IUPWARE), Katholieke Universiteit Leuven dan Vrije Universiteit Brussels, Belgium.
Apalagi, di IUPWARE, semua yang saya pelajari adalah tentang air. Di salah satu mata kuliahnya yakni, Advanced Mathematic for Water Engineering, saya belajar tentang pemodelan numerik. Misalnya, cara membuat model sebuah pencemaran di tubuh sungai.
Dalam mata kuliah itu, kasus pencemaran di Sungai Danube selalu diulang-ulang dan kerap dijadikan contoh. Saya pun semakin merasa terkoneksi dengan Sungai Danube.
Tahu lebih banyak
Liburan musim panas 2011. Saya sedang menuntaskan imajinasi tentang Sungai Danube. Adalah Maria, seorang teman dari Modra, Slovakia, yang membuka kemungkinan itu dengan sangat lebar. Jauh-jauh hari saya sudah mengatakan kepadanya ingin naik boat di Sungai Danube.
Menghilir dari Vienna ke Bratislava, dari Bratislava ke Budapest, atau juga sebaliknya. Pokoknya saya mau naik boat di Sungai Danube.
Ketika mendengar ide tersebut, orangtua Maria terkejut. Mereka heran, bagaimana bisa seseorang dari negeri nun jauh, Indonesia, bisa begitu terobsesi dengan Sungai Danube. Mereka makin heran saat mengetahui pengetahuan yang saya miliki tentang Sungai Danube jauh lebih detail ketimbang keduanya. Saya cuma tersenyum menanggapi hal itu.
Pada awalnya, kami mau naik boat dari Bratislava ke Vienna. Tapi karena saat itu air sungai sedikit dangkal, kami terpaksa menundanya. Sebab, ketika air sedang dangkal, misalnya pada musim panas, kapal-kapal yang berlayar di Sungai Danube lebih banyak berlayar ke arah berlawanan dari tujuan kami.
Baca Juga : Bersiap Melawan Rusia, Tank Abram AS di Eropa Timur Dilapisi Baju Baja Antirudal
Dari Budapest akhirnya kami naik kereta api ke Vienna. Setelah beberapa malam di Vienna, kami memutuskan untuk berlayar ke Bratislava. Danube, Akhirnya...
Sungai 14 Negara
Kami membeli tiket di agen pelayaran di kawasan Schewedenplatz. Oh ya, di Austria mereka menyebut Sungai Danube: Donau. Sementara di Slovakia dan Hungaria dikenal dengan nama Dunaj dan Duna.
Harga tiketnya 29 untuk sekali jalan per orang. Lumayan mahal memang apalagi kalau dibandingkan tiket kereta api dari Hlavna Stanicá Bratislava ke Stasiun Sentral Vienna yang cuma 13.
Baca Juga : Inilah Rahasia Kecantikan Perempuan Eropa Timur Seperti Irina, Istri Hermansyah
Gerimis menemani awal pelayaran kami dari Schewedenplatz. Toh, saya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan. Alih-alih duduk di kursi di dalam dek, saya justru memilih untuk terus berdiri di buritan boat agar bisa terus memandang lepas ke sekeliling.
“Nanti lensa kameramu bisa basah,” Maria mengingatkanku karena dia melihatku terus mengambil foto meski gerimis turun dari langit. “Tidak apa-apa, nanti dikeringkan,” jawab saya sambil terus asyik mengamati kejauhan.
Sepanjang perjalanan saya bisa menikmati air sungai yang jernih dan melihat beberapa stasiun pengamatan hidrologi terapung yang terpasang di sungai. Stasiun terapung itu berguna untuk merekam ketinggian air.
Datanya langsung terhubung dengan komputer agar para ahli yang melakukan monitoring bisa mengetahui secara langsung pasang-surut permukaan air.
Baca Juga : Urung Taklukkan Eropa, Alasan Pasukan Mongol Pilih Mundur Akhirnya Terungkap
Ini adalah hal lain yang membuatku semakin kagum. Bukan hanya tentang Sungai Danube itu sendiri, tapi juga pengelolaannya. Bayangkan, Sungai Danube adalah Sungai yang melintasi paling banyak negara di seluruh dunia (istilahnya, transboundary river).
Total ada 14 negara yang terlibat dalam manajemen Sungai Danube, yaitu Austria, Boznia-Herzegovina, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Jerman, Hungaria, Moldova, Montenegro, Rumania, Serbia, Slovakia, Slovenia, dan Ukraina.
Rumitnya mengurus Sungai Danube
Karena melewati banyak negara, bisa dibayangkan betapa susahnya mengurus manajemen Sungai Danube. Sebagai gambaran, kepentingan negara-negara di hulu pastilah berbeda dan kadang-kadang bertentangan dengan kepentingan negara-negara di hilir.
Baca Juga : Walau Alami Krisis Ekonomi, Turki Masih Jadi Salah Satu Militer Terbesar di Eropa
Misalnya dalam kasus jebolnya dam tailing. Negara-negara yang terletak di bagian hilir Rumania harus menerima dampak karena bencana yang terjadi bukan di negara mereka. Kasus politik manajemen sungai seperti ini juga menjadi isu serius di beberapa negara Asia yang dilalui oleh Sungai Mekong.
Multi kepentingan itulah yang mendorong negara-negara yang secara geografis memiliki area di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Danube membentuk International Commission for the Protection of the Danube River (ICPDR).
Sejarah organisasi ini, seperti yang terdapat pada website ICPDR, dimulai pada 1856 melalui Perjanjian Paris 1856. Isinya, semua negara yang dilintasi oleh Sungai Danube sepakat untuk bertanggungjawab terhadap navigasi di sepanjang sungai di daerahnya masing-masing.
Pada 1948 ditandatanganilah Konvensi Beograd tentang navigasi dan inspeksi. Tapi, pada dekade 1980-an, muncul masalah. Sistem navigasi dan inspeksi di Sungai Danube dianggap tak memadai lagi. Kualitas airnya terus memburuk Sehingga konvensi Beograd dinilai perlu direvisi.
Baca Juga : Amerika Cemas, Rusia Datangkan 26 Kapal Perang Baru dan Rudal yang Bisa Menembus Semua Ibukota Negara Eropa
Pada 1985, delapan negara riparian (negara tepian sungai) sepakat menandatangani Deklarasi Bukarest yang secara integratif memasukkan tema Water Management.
Deklarasi ini mengingatkan bahwa kualitas lingkungan Sungai Danube tergantung pada kualitas keseluruhan dari cekungannya. Untuk itu, dibangunlah sistem monitoring yang seragam untuk seluruh DAS Danube.
Pada 1991 di Sofia, Bulgaria, diinisiasi sebuah proyek bernama Program Lingkungan untuk Cekungan Sungai Danube (Environmental Programme for the Danube River Basin/EPDRB).
Negara-negara yang berpartisipasi menyetujui untuk: 1) mengadopsi sistem monitoring yang sama, 2) mencari solusi untuk permasalahan pencemaran yang melintasbatas (negara), 3) menetapkan peraturan untuk perlidungan terhadap habitat wetland, dan 4) membuat panduan untuk konservasi ekologi.
Pada tahun 2000 Uni Eropa (EU) mensyahkan Water Framework Directive (WFD). Tujuan utamanya untuk mencapai “status bagus” di semua tubuh air di kawasan EU pada 2015 mendatang.
Status bagus untuk kasus air permukaan dapat diketahui melalui hasil pengukuran dengan menggunakan indikator ekologi dan kimiawi.
Kembali ke Sungai Danube, menurut laporan TransNational Monitoring Network pada 2009, berdasarkan hasil pengukuran di 41 titik di Sungai Danube, diketahui bahwa rata-rata konsentrasi nitrate di tubuh air mencapai 3,06 mg per liter.
Artinya kalau dinilai dari konsentrasi nitrat, sudah memenuhi kriteria “status bagus” yang menjadi target dari WFD.
Akan tetapi, tentu masih banyak lagi indikator kimia lainnya, dan masih ditambah dengan indikator ekologi, yang juga perlu dilihat untuk pada akhirnya menyatakan bahwa Sungai Danube sudah berstatus bagus.
Baca Juga : Temui Sargon yang Agung, Dulu Dibuang ke Sungai, Lalu Jadi Raja Mesopotamia Paling Legendaris