Find Us On Social Media :

Pemberontakan di Kapal Zeven Provincien, Kemudi Macet Akibatkan Awak Kapal Gugur

By K. Tatik Wardayati, Senin, 24 September 2018 | 13:45 WIB

Ia menuntut "Kibarkan bendara putih, gelarkan kain putih lebar di geladak. Hentikan kapal. Saya  beri waktu sepuluh menit...."

Rumambi menjawab ultimatum itu dengan telegram protes: "Sama sekali tidak ada  kecenderungan komunis, tiada ada rencana melakukan kekerasan, tetapi hanya memprotes penurunan gaji dan penahanan anggota marine."

"Jangan halangi kami! Semuanya baik di kapal, tak ada yang luka, dinas rutin berjalan lancar, selanjutnya penyerahan komando kepada komandan sehari sebelum tiba Surabaya!"

Di kapal agaknya orang kurang percaya bahwa akan diambil tindakan drastis. Ultimatum itu dikira hanya untuk menakut-nakuti saja, mereka tidak percaya bahwa akan dilakukan kekerasan senjata terhadap kapal yang berbendera Belanda dan masih memuat perwira-perwira yang tak terlibat.o

Baca Juga : Belum Dianggap Merdeka dan Kunjungan Suharto ke Belanda Diremehkan, Benny Moerdani pun Mengamuk

Dilumpuhkan

Pada pukul 9.18 Dornier itu mulai mengadakan serangan. Pukul 9.18 bom satu-satunya yang berukuran 50 kg diarahkan kepada titik sasaran 10 m di depan kapal....

Dari atas kapal terlihat sekelumit asap keluar dari bagian bawah tubuh pesawat sesaat ketika Dornier itu melintas, lalu terdengar  suara mendesis ....bom itu jatuh di sebelah cerobong asap terdepan, menembus geladak tenda lalu meledak.

Suara ledakan yang gemuruh, lidah api yang menjulang tinggi dan kebakaran yang ditimbulkan menyebabkan panik. Kapal Zeven sendiri tak menderita kerusakan berat, geladak tenda dan geladak atas terkoyak, cerobong-cerobong berlubang=lubang dan sebuah sekoci hancur.

Tetapi korban manusia cukup mengerikan. Tiga awak kapal Belanda dan enam belas Indonesia gugur seketika, enam diantaranya tak dapat dikenali atau hilang, sebelas awak lagi luka berat (tiga Belanda dan delapan Indonesia); dalam perjalanan ke Jakarta empat di antara yang luka parah meninggal.

Baca Juga : Peninggalan Belanda, Rumah Antik Menteri Susi yang Satu Ini Dianggap Angker

Mereka yang gugur

Paradja dan Gosal gugur seketika, Rumambi dalam keadaan sekarat masih berusaha menembakkan pistolnya dengan tenaga terakhirnya, tetapi tak berhasil... lalu menghembuskan napasnya yang penghabisan. Bahkan sampai mati juga diskriminasi rasial dilaksanakan.

Pelaut Indonesia yang gugur dimakamkan tanpa upacara di pulau kecil Kerkhof dekat Pulau Onrust (Pulau Kapal), pelaut Belanda di Purmerend (Pulau Bidadari), semuanya di Teluk Jakarta.

Mereka yang terlibat aksi yang masih hidup dimasukkan dalam kamp tawanan di Pulau Onrust selama kurang lebih tujuh bulan sebelum dihadapkan kepada mahkamah militer.

Baca Juga : OPM, Pemberontak 'Warisan' Belanda Yang Kerap Serang Freeport untuk 'Cari Perhatian'

Hukuman paling berat dijatuhkan kepada Kawilarang yaitu enam belas tahun, yang teringan enam tahun. Yang dianggap hanya ikut-ikutan saja dihukum antara dua sampai empat tahun. Pelaut Belanda yang dianggap paling bersalah ialah Kopral Maud Boshart, juga dijatuhi hukuman enam belas tahun penjara.

Komandan kapal Eikenboom juga dihadapkan ke Mahkamah Tinggi Militer di Den Haag, dia pun dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Juga beberapa perwiranya tak luput dari tuntutan hukum, karena dianggap melalaikan tugasnya atau tidak berhasil mengatasi aksi.

Pada tanggal 10 Februari 1958, seperempat abad setelah peristiwa itu, jenazah para pelaut Indonesia yang gugur dipindahkan dari pulau sepi itu ke Taman Pahlawan Kalibata dengan penghormatan militer sebagai penghargaan atas jasa-jasanya sebagai perintis kemerdekaan. (Rondom De Nuiterij Op "De Zeven Provincien". Sedjarah Pemberontakan Kapal Tudjuh.)

Baca Juga : Bung Karno Pejuang Kemerdekaan yang Justru Semakin 'Sakti' Setelah Dipenjara Oleh Belanda