Advertorial

Ranavalona I, Ratu 'Gila dan Brutal' dari Madagaskar yang Tetap Menewaskan Orang pada Hari Pemakamannya

Intisari Online
,
Aulia Dian Permata

Tim Redaksi

Ranavalona I adalah Ratu Madagaskar yang tak sungkan menghabisi nyawa siap saja yang ia benci. Bahkan saat pemakamannya saja tetap ada korban tewas
Ranavalona I adalah Ratu Madagaskar yang tak sungkan menghabisi nyawa siap saja yang ia benci. Bahkan saat pemakamannya saja tetap ada korban tewas

Intisari-Online.com- Ranavalona I sebenarnya berasal dari keluarga biasa, dia terlahir pada 1788 dengan nama Ramavo.

Ketika ayahnya mengetahui rencana pembunuhan calon raja (Andrianampoinimerina), Ramavo membocorkan rencana itu kepada majikannya.

Alhasil rencana itu gagal dan sebagai ucapan terimakasih, Andrianampoinimerina mengadopsi Ramavo sebagai putrinya sendiri.

Selain itu, dia mengatur agar dia menikahi putranya, Radama.

Baca Juga : Inilah Lubang Besar Kematian, Tempat 74 Budak Dikorbankan untuk Menemani Sang Ratu di Alam Baka

Dengan demikian, ketika Radama menjadi Raja Radama I, Ranavalona menjadi istri yang pertama dari dua belas istri.

Dalam posisi ini, berarti kelak anak-anaknya yang akan menjadi pewaris takhta.

Namun, Raja Radama dan Ranavalona tidak pernah memiliki anak. Keadaan ini bertambah buruk ketika Raja meninggal setelah serangan sifilis.

Pewaris yang berhak atas tahta adalah Pangeran Rakotobe (keponakan Radama), namun tradisi Malagasi tetap menganggap jika Ranavalona melahirkan anak meski bukan keturunan Radama tetaplah dapat mewarisi takhta.

Baca Juga : Sisi Gelap di Balik Gemerlapnya Dubai: Sonapur, Tempat Ratusan Ribu Buruh Hidup dengan Sangat Menderita

Ranavalona yang menjunjung tinggi tradisi lokal telah mendapat banyak dukungan dari para rakyatnya yang tradisionalis.

Lebih jauh, dia juga mampu mengumpulkan cukup banyak orang militer untuk mempertahankan istana dalam beberapa hari pertama setelah kematian Radama.

Akhirnya, Ranavalona pun dinobatkan menjadi Ratu pada 12 Juni 1829, menggantikan suaminya.

Setelah berkuasa, tindakan pertama yang dilakukannya ialah membunuh Rakotobe dan ibunya, bersama dengan banyak kerabatnya.

Baca Juga : Kabar Baik bagi Generasi 90-an, Westlife 'Comeback' dan Segera Rilis Lagu Baru

Cara menjalankan kepemerintahan menjadi brutal dibawah kekuasaannya, Ranavalona berusaha mempertahankan nilai-nilai tradisional dan menjungkirbalikkan hampir semua kebijakan suaminya.

Dia mengusir para misionaris, menghentikan perjanjian perdagangan dengan Prancis dan Inggris, serta berjuang melawan serangan angkatan laut Prancis.

Untuk menghukum warganya yang patut dicurigai, dia mengharuskan mereka untuk memakan kulit ayam diikuti dengan tanaman kacang.

Tanaman kacang itu akan membuat mereka muntah dan semua kulit ayam yang sudah dimakan harus dikeluarkan untuk membuktikan kesetiaan diri.

Suatu saat, kekasih Ranavalona ketahuan berselingkuh dan menolak melakukan hukuman itu, sehingga segera dia dibunuh dengan menusuk lehernya.

Setelah pertempuran melawan Prancis dan Inggris, Ranavalona juga memamerkan 21 kepala warga Eropa dipajang tertusuk di ujung tombak untuk memperingatkan musuh-musuhnya.

Konon, pertempuran itu berhasil dimenangkan hanya karena rakyat Madagaskar beruntung, banyak orang Eropa yang terserang malaria.

Dalam kerajaannya, Ranavalona juga melarang praktik kekristenan yang didukung saat pemerintahan suaminya dulu.

Pada 1835, dia mengatakan bahwa dia menghormati kebebasan beragama orang asing, tapi tidak untuk rakyatnya dan menghukum mati siapapun yang melanggar aturan itu.

Baca Juga : Pria Ukraina Ini Bocorkan 10 Alasan Kenapa Banyak Pria Bule Suka Wanita Indonesia

Banyak orang Kristen asing melarikan diri, meninggalkan tanggung jawab membayar denda, pemenjaraan, penyiksaan, dan eksekusi.

Pada satu titik, Ranavalona memerintahkan agar lima belas pemimpin Kristen dieksekusi dan banyak lagi penganiayaan atas alasan agama.

Ranavalona juga menewaskan 10.000 orang-orangnya untuk membangun jalan dengan sedikit persediaan bekal.

Konon, korban tewas yang terkait dengan Ranavalona tidak berhenti seiring kematiannya.

Pada pemakamannya tahun 1861, satu barel mesiu secara tidak sengaja menyala dan meledak hingga menewaskan beberapa tamu pemakaman.

Tragedi ledakan mesiu itu mungkin menjadi akhir yang pas untuk masa pemerintahan Ranavalona yang kejam dan kerap membunuh orang-orang. (Muflika)

Baca Juga : Bawang Putih Memang Kaya Manfaat Tapi Jangan Mengonsumsinya Dalam Kondisi Seperti Ini, Berbahaya!

Artikel Terkait