Find Us On Social Media :

Jika di Indonesia Lumrah maka di Amerika Ngeloni Bayi Tindakan Kontroversi, Begini Alasannya

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 6 Juni 2017 | 18:15 WIB

Gairah menurun setelah melahirkan

Intisari-Online.com - Ngeloni bayi yang berusia lebih dari empat bulan lumrah dilakukan di Indonesia. Tapi tidak dengan di Amerika Serikat. Di sana, kebiasaan ini masuk kategori tindakan kontroversi.

Menurut sebuah riset yang dilakukan Ian Paul dari Pennsylvania State University, bayi yang selalu dikeloni setelah umur empat bulan tidak akan tidur nyenyak dan terbangun dalam waktu yang pendek.

(Baca juga: Duh! Gara-gara Terkena Penyakit Langka, Ibu Ini Alergi pada Bayi yang Dikandungnya Sendiri)

Oleh sebab itu, usul Paul, bayi yang usianya lewat dari empat bulan harus dibuatkan tempat tersendiri. Selain itu, di tempat baru itu, orangtua tak perlu menaruh bantal dan guling berlebih serta mainan yang mengganggu.

Riset ini sejatinya merupakan bantahan dari rekomentasi American Academy of Pediatrics (APP) yang menganjurkan setiap orangtua tidur bersama dalam satu ruangan tetapi beda ranjang selama 1 tahun atau paling tidak 6 bulan.

Rekomentasi itu muncul karena banyaknya kasus sindrom kematian tiba-tiba pada bayi (SIDS).

Data Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Amerika Serikat mengungkap, tahun 2015, 3.700 bayi di negara itu mati karena masalah tidur.

Dan Paul termasuk orang yang skeptis dengan rekomendasi AAP itu.

“Salah satu alasan kita ingin menggali hal ini adalah bukti yang sangat lemah untuk rekomendasi 6-12 bulan. Saya pikir AAP yang ingin mencegah kasus SIDS telah melihat dengan perspektif yang bias,” ujar Paul.

Untuk membuktikan sikap skeptisnya, Paul meneliti 230 keluarga yang memiliki bayi.

Separuh keluarga diminta menempatkan bayi dalam ruang tidur berbeda saat usia mencapai 3 bulan. Sementara, setengah lainnya diminta mengikuti rekomendasi AAP. Periset datang ke rumah pada tiap periode tertentu untuk mengontrol dan memberi arahan.

Dari situ Paul menemukan bahwa bayi yang tidur di ruang tersendiri setelah berumur empat bulan tidur selama 10,5 jam. Itu lebih lama dari bayi yang baru dipisah tidurnya pada usia 9 bulan (9,75 jam) dan antara 4-9 bulan (10 jam).

Tak hanya itu, bayi yang mulai dipisah tidurnya pada umur 4 bulan juga tidur tanpa bangun lebih lama, 9 jam.

Sementara yang dipisah pada umur 9 bulan hanya 7,4 jam dan yang dipisah pada umur antara 4-9 bulan 8,3 jam. Secara umum, yang tidur terpisah lebih awal tidur lebih nyenyak.

Setelah berumur 2,5 tahun, semua bayi itu punya total waktu tidur yang sama.

Namun demikian, bayi yang tidur terpisah lebih awal bisa tidur 45 menit lebih lama saat malam. Itu menegaskan manfaat pemisahan ruang tidur sejak awal.

Berdasarkan temuannya, Paul mengatakan, sangat mengkhawatirkan bila harus membiarkan anak tidur bersama selama 1 tahun sementara waktu itu anak sudah takut untuk dipisah.

(Baca juga: Berusaha Memiliki Anak Selama 17 Tahun, Pasutri Ini Dikaruniai 3 Pasang Bayi Sekaligus!)

Paul tidak sendirian. Pandangannya diamini oleh Jodi Mindell dari Sleep Center di Rumah Sakit Anak Philadelphia.

“Kami ingin bayi tidur nyenyak karena itu mempengaruhi keselamatannya, perkembangannya, serta kesejahteraan keluarga. Perlu seimbang sehingga bayi mendapatkan tidur cukup dan semua berkembang normal,” ujar Mindell.

Ia menambahkan bahwa rekomendasi AAP justru membuat orang tua merasa takut.

Mindell mengatakan, riset yang juga mengungkap bahwa bayi yang tidur terpisah sejak umur 4 bulan punya waktu tidur lebih konsisten pada jam 8 malam menjadi harus menjadi perhatian tiap orang tua.

Jika ditelusuri, kontroversi ini bukannya yang pertama.

Sebelumnya, kontroversi juga terjadi karena AAP meminta orang tua menidurkan bayi telungkup. Hingga bertahun-tahun kemudian, terbukti bahwa cara itu justru meningkatkan risiko SIDS.

Paul mengatakan, tidur satu ruangan dengan orang tua sebenarnya lebih meningkatkan risiko SIDS sebab pada akhirnya, anak tidur seranjang dengan orang tua.

Mindell mengatakan, menidurkan bayi dalam kamar yang sama juga membuat sang ibu selalu cemas dan meningkatkan risiko trauma pasca kelahiran.

Rachel Moon dari Sekolah Kedokteran di Universitas Virginia sekaligus pimpinan studi AAP mengatakan, pihaknya berusaha sehati-hati mungkin. AAP akan memperbarui rekomendasinya.

Namun, untuk kali ini, AAP belum akan mengubahnya.

(Baca juga: Untung Saja, Bayi yang Dikubur Hidup-hidup Ini Berhasil Diselamatkan oleh Seekor Anjing)

"Saya belum melihat data yang menyatakan bahwa jika anda satu kamar dengan bayi maka kecelakaan akan meningkat," katanya. "Kadang ada sesuatu yang tampaknya berhubungan tetapi setelah diteliti ternyata tidak."

Paul mengungkapkan, AAP hanya melihat dari sisi bayi. Ia juga menyatakan bahwa studi yang menjadi dasar rekomendasi AAP sebenarnya juga tidak mendukung.

"Kebijakan yang baik seharusnya berdasarkan pada hasil studi terbaik," tegasnya.