Find Us On Social Media :

Bung Karno: Di Atas Kelima Dasar Itulah Kita Mendirikan Negara Indonesia, Kekal dan Abadi!

By Ade Sulaeman, Kamis, 1 Juni 2017 | 09:00 WIB

Menengok Sejarah Lahirnya Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia

Dengan latar belakang itu semakin jelas makna dari amanat di atas. Peringatan tegas tetapi halus, janganlah para anggota terjebak oleh siasat Jepang.

Sebab jika Jepang mempunyai siasat, maka Bung Karno dan pemimpin-pemimpin yang sadarpun bersilat pula.

Bahkan di depan pengadilan kolonial Bandung tahun 1930 beliau sudah meramalkan akan pecahnya perang Pasifik yang membawa salah satu akibat penting: menjadi paling lemahnya mata rantai imperialisms.

Kelemahan mata rantai imperialisme itu terasa menjelang bulan-bulan Juni, Juli, Agustus 1945. Bala tentara Dai Nippon terpukul mundur di semua front.

Armada gabungan Amerika, Australia, Selandia Baru melancarkan serangan di kepulauan Salomon, Philipina, Okinawa, dsb.

Jepang akan kalah, Sekutu akan mendarat dengan membawa serta Belanda di belakangnya. Pada waktu itu di Australia sudah mendirikan Nica — Netherland-Indian Civil Administration: pemerintahan sipil Hindia-Belanda.

(Baca juga: Menurut Survei, Mayoritas Masyarakat Inginkan Demokrasi Pancasila Jadi Perekat Bangsa)

Maka waktunya mendesak. Antara Jepang kalah dan pendaratan Sekutu harus terlaksana Indonesia Merdeka.

Pada saat itulah mata rantai imperialisme paling lemah. Maka sekali lagi Bung Karno menggetarkan sidang Dokuritsu yang dibayangi bayonet Jepang itu, “Indonesia Merdeka sekarang. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang.”

Di bawah bayangan bayonet Jepang! Ini benar. Di front  pertempuran ia terpukul mundur, tetapi di tanah air kita ia masih berkuasa penuh.

Indonesia ditaruh di bawah 3 komando: Sumatera bersama-sama semenandjung Malaya di bawah pemerintahan komando Shonan (Singapura), Jawa di bawah pemerintahan militer Jakarta, kepulauan-kepulauan lainnya di bawah pemerintahan Angkatan Laut di Makassar. Masih berkuasa penuh dan memecah belah kesatuan tanah air.

Sebaliknya hasrat merdeka dikaIangan rakyat meluap. Ini dipergunakan oleh Bung Karno, bahkan semangat itu dibawanya ke ruang sidang, “Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat jikalau tuan-tuan demikian, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya.