Ada Doa untuk Kiai NU Mahfudz Ridwan dalam Perayaan Ekaristi Umat Katolik

Ade Sulaeman

Penulis

Duta besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik (berkacamata) berbincang dengan KH Muhamad Ridwan LC, pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro, desa Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Rabu (24/2/2016) siang.

Intisari-Online.com - Meninggalnya KH Mahfudz Ridwan, pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro tidak hanya menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU). Umat agama lainpun ikut merasa kehilangan.

(Baca juga: Keberadaan Masjid dan Gereja Ini Tunjukkan Tingginya Toleransi Kehidupan Beragama di Kampung Buyat Pante)

Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (HAK KAS) sekaligus pastor rekan di Paroki Ungaran, Romo Aloys Budi Purnomo mengatakan, menjelang sakramen perayaan Ekaristi, Minggu (28/5/2017) sore, ia mendapat kabar duka bahwa Kiai Mahfudz meninggal dunia.

Saat itu, Romo Budi mengajak umat Katolik yang hadir dalam Misa Minggu Paskah VII di Gereja Kristus Raja, Ungaran, berdoa bagi Kiai Mahfudz.

"Misa sore ini saya persembahkan untuk mendoakan guru, sahabat, dan tokoh bangsa kita, KH Mahfudz Ridwan yang berpulang ke pangkuan Allah tadi siang. Semoga bahagia dalam damai di surga," ungkap Romo Budi mengumumkan kepada umat di awal Ekaristi.

Romo Budi juga menyempatkan untuk berbelasungkawa secara lansung kepada keluarga almarhum dengan mendatangi rumah duka di Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Minggu malam.

"Aku berlutut berdoa di dekat jenazah Abah Mahfudz Ridwan tadi bada tarawih sesudah beliau dikafani," ujarnya.

(Baca juga: Peace! Project, Tanamkan Toleransi Melalui Aksi Sederhana)

Baginya, Abah (panggilan Romo Budi untuk KH Mahfudz Ridwan), bukan saja pengasuh pesantren. Kiai sepuh NU dan Mustasyar PBNU ini juga sahabat karib mendiang KH Sahal Mahfudz dan sahabat karib KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Bagi Romo Budi, sosok Kiai Mahfudz adalah pribadi yang ramah dan bersahaja. Kebetulan setiap tahun "Romo Saksofonis" ini selalu menyempatkan untuk bersilaturahmi kepada Kiai Mahfudz pada hari pertama perayaan Idul Fitri.

"Kadang sendiri, kadang bersama rombongan suster dan umat. Kadang juga bersama mendiang Mgr Johannes Pujasumarta dan terakhir pada Lebaran tahun lalu bersama Romo FX, Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang. Abah sungguh luar biasa rendah hati," kenang Romo Budi.

Setiap kali datang, sambung Romo Budi, Abah selalu menyambut dengan ramah dan penuh canda. Ia ingat betul ucapan yang selalu mengiringi perjumpaannya dengan sahabat Gus Dur ini.

"Ngaturaken sugeng Riyadi, mugi kalepatan kawula kalebura ing dinten Riyadi punika (Selamat Hari Raya, semoga kesalahan saya dilebur di Hari Raya ini)," kata Romo Budi.

Ucapan Romo Budi ini lantas dijawab Kiai Mahfudz dengan ramah dan rendah hati. "Sami-sami Romo, kita dungo-dinonga amrih tentreming bangsa kita (Hal yang sama Romo, kita saling mendoakan agar bangsa kita damai sejahtera)," tutur Romo Budi menyepertikan ucapan Kiai Mahfudz.

Menurut penuturan putranya, Muhammad Hanif Mahfudz atau Gus Hanif, sambung Romo Budi, Abah sakit selama 13 hari. Sakit itu merupakan bagian dari sakit yang diderita Abah sekian tahun silam.

(Baca juga: Toleransi Mahasiswa Non-Muslim pada Bulan Ramadhan di Malang)

Pernah dalam suatu kesempatan berkunjung, Romo Budi yang biasanya datang bersama mendiang Uskup Mgr Johannes Pujasumarta, kala itu datang sendiri. Saat itu Kiai Mahfudz sedang sakit.

Namun dalam kondisi sakitnya, Kiai Mahfudz tetap mengingat Romo Puja, panggilan Mgr Johannes Pujasumarta. "Spontan beliau yang kala itu juga sedang sakit langsung bertanya, Kados pundi kabaripun Romo Puja (Bagaimana kabarnya Romo Puja)," tuturnya.

Seperti halnya Gus Dur, Kiai Mahfudz adalah seorang ulama yang memiliki wawasan yang sangat luas tentang kebangsaan. Beliau selalu terbuka dan merangkul serta menerima siapapun yang datang kepadanya tanpa membeda-bedakan.

"Bagi saya, beliau adalah salah satu sosok pribadi yang menjadi tujuan silaturahim saya. Sungguh luar biasa rendah hati dan mencintai negeri ini," tandasnya.

Salah satu bukti kecintaan pada negeri ini, sambung Romo Budi, terlihat dari pemilihan nama pondok pesantren "Edi Mancoro" yang berarti kebaikan yang bersinar. Nama ponpes ini tidak menggunakan nama berbahasa Arab, lazimnya pondok pesantren di nusantara.

"Itu yang hampir selalu beliau katakan setiap kali berjumpa beliau," tandasnya.

Romo Budi mendoakan kebaikan bagi KH Mahfudz Ridwan semoga menghadap Allah SWT dalam kedamaian dan kelak ditempatkan di dalam surga-Nya.

"Sugeng tindak Abah KH Mahfudz Ridwan yang terkasih, menghadap Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Rahim dalam kedamaian abadi di surga. Doakanlah bangsa kita ini tetap rukun damai sejahtera pula! ," pungkasnya.

Berita sebelumnya, pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro, KH Mahfudz Ridwan LC meninggal dunia, Minggu (28/5/2017) siang. Mustasyar PBNU ini meninggal di RSUD Salatiga pukul 14.45 setelah 13 hari dirawat karena sakit stroke.

Rencananya, jenazah Kiai Mahfudz dimakamkan Senin (29/5/2017) pukul 14.00 WIB di pemakaman keluarga Kompleks Ponpes Edi Mancoro, Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

(Syahrul Munir)

Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Wafatnya Kiai NU Ini Didoakan Umat Katolik dalam Perayaan Ekaristi”.

Artikel Terkait