Find Us On Social Media :

Serangan Kilat Masih Jadi Andalan Dalam Peperangan karena Ada Jaminan Selalu Berhasil, Bagaimana Jika Diterapkan Saat Ini?

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 28 Mei 2017 | 11:30 WIB

Serangan kilat yang memberi jaminan kemenangan

Intisari-Online.com - Dalam berbagai pertempuran, taktik serangan kilat alias blitzkrieg terbukti ampuh untuk menghantam kekuatan musuh, khususnya yang menerapkan pertahanan statis.

Serbuan kilat yang belum sempat diantisipasi oleh pasukan lawan bahkan bisa dengan cepat menghancurkan kekuatan militer musuh yang jumlahnya lebih besar dan bersenjata lebih canggih.

(Baca juga: Dapat Fasilitas Ini, Pantas Saja Orang-orang Berebutan Menjadi Pimpinan DPR, MPR, dan DPD)

Selain bliztkrieg, juga dikenal serangan pendahuluan (pre emtive strike) terhadap sasaran musuh yang sudah siap perang tapi belum menentukan kapan serangannya akan dilancarkan.

Atau belum adanya pernyataan perang secara resmi tapi kemungkinan terjadinya perang antara kedua negara yang bermusuhan sudah tidak dapat dicegah lagi. 

Musuh yang sebenarnya telah menggelar kekuatan dan terus-menerus melontarkan ancaman umumnya akan kalang kabut ketika serbuan pendahuluan lawan dilancarkan secara tak terduga.

Misalnya, dilancarkan pada saat tengah malam atau dini hari, pada saat lawan sedang merayakan hari libur nasional, merayakan hari besar keagamaan, dan lainnya.

Strategi dan persenjataan tempur yang digelar lawan akhirnya hancur dalam waktu sekejap sebelum sempat digunakan sekaligus mengalami kekalahan serta kegagalan menjelang  menghadapi pertempuran sesungguhnya.

Biasanya sebelum melancarkan serbuan kilat, pihak intelijen militer telah menentukan bahwa pasukan musuh sudah merasa aman dengan sistem pertahanan yang dibangun hingga mereka terlena.

Dalam keadaan lengah itulah sebuah serbuan kilat yang terencana matang didukung persenjataan dengan kemampuan bergerak cepat secara mekanis, akan mudah menghancurkan sasaran sesuai target. Serba dadakan, serba cepat dan menghancurkan.

(Baca juga: Pertempuan antara ISIS dan Militer Filipina di Marawi: Ada Militan Asal Indonesia Tewas dalam Baku Tembak)

Umumnya pasukan yang dikerahkan untuk melancarkan serbuan kilat, blitzkrieg, terdiri atas pasukan pendobrak yang memiliki mobilitas tinggi.

Pasukan pendobrak ini merupakan pasukan kavaleri terlatih seperti armada tank dan ranpur lapis baja lainnya yang didukung oleh perlindungan udara yang memadai serta gempuran pendukung berupa tembakan artileri.

Serangan blitzkrieg bisa dimulai dengan serangan udara secara serentak dan mendadak atau bisa juga didahului oleh gempuran serentak divisi tank dalam formasi pararel.

Serangan dadakan itu bisa dengan cepat menghancurkan kekuatan militer musuh yang lebih kuat dalam waktu singkat karena mereka berada pada posisi sama sekali tidak siap (sitting duck).

Sebagai contoh serbuan kilat yang menciptakan kehancuran dalam waktu singkat sekaligus mencerminkan situasi lemahnya pasukan musuh adalah gempuran udara pasukan Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbour, Hawai pada bulan Agustus 1941. 

Sedangkan untuk gempuran kilat divisi tank adalah serbuan pasukan lapis baja Suriah ketika merebut Dataran Tinggi Golan dari tangan pasukan Israel dalam Pertempuran Yom Kippur.

Taktik serbuan blitzkrieg pertama kali dipraktekan oleh penciptanya, Nazi Jerman pada Perang Dunia II ketika melancarkan serbuan kilat ke Polandia, Eropa Barat, dan Uni Soviet.

Pasukan Jepang yang doktrin militernya banyak mengadopsi doktrin Nazi Jerman juga mempraktekkan taktik perang blitzkrieg seperti ketika melancarkan serbuan ke Pearl Harbor.

Pada invasi militer berikutnya ke kawasan Asia Timur dan Tenggara taktik perang blitzkrieg Jepang berhasil menggulung hampir semua kekuatan Sekutu dengan mudah dan berlangsung dalam waktu singkat.

Sebaliknya pasukan Sekutu yang kemudian melancarkan serangan balasan di kawasan Eropa dan Asia juga melancarkan serbuan ala blitzkrieg.

(Baca juga: Tradisi Hukuman Pancung Memang Mengerikan, Tapi Mengapa Masih Dipraktikkan di Sejumlah Negara?)

Salah satu serbuan blietzkrieg yang dilancarkan Sekutu adalah ketika membebaskan Paris dan sejumlah operasi militer di kawasan Eropa Barat misalnya Operation Overlord (Juni 1944).

Ketika pasukan Nazi Jerman melancarkan serangan blitzkrieg ke Polandia pada tahun 1939, serbuan kilat yang berhasil gemilang itu diawali dengan gempuran udara dadakan yang dalam waktu singkat berhasil menghancurlkan pesawat-pesawat tempur Polandia.

Lumpuhnya kekuatan udara Polandia membuat AU Jerman Luftwaffe meraih superioritas udara sehingga memudahkan bagi pasukan kavaleri, artileri, dan infanteri untuk melancarkan serbuan berikutnya.

Untuk meraih unsur kecepatan dan dadakan, begitu gempuran Luftwaffe sukses, armada tank Jerman yang dipimpin oleh Jenderal Heinz Guderian pun melaju mendobrak perbatasan Polandia.

Pasukan tank Guderian yang sudah terlatih baik dan sudah dilengkapi komunikasi radio bergerak secara serempak dengan formasi paralel yang utuh.

Pasukan tank yang berada di lini tengah merupakan kekuatan pendobrak sekaligus pasukan pelopor yang akan memasuki wilayah musuh sejauh mungkin.

Sedangkan pasukan tank yang berada di sayap kanan dan kiri merupakan kekuatan yang akan menjepit  dan sekaligus menghancurkan kekuatan musuh dari arah belakang.

(Baca juga: Perang Udara di Langit Inggris, Penentu Runtuhnya Kedigdayaan Nazi di Daratan Eropa)

Kendati jumlah pasukan tank antara Polandia dan Jerman hampir sama, 40 divisi tank dan 10 brigade kavaleri berkuda Polandia melawan 50 divisi tank Jerman, tapi karena kalah taktik dan persenjataan, kavaleri Polandia berhasil dihancurkan Jerman dalam waktu 17 hari saja.

Keberhasilan blitzkrieg di Polandia langsung mengguncang dunia dan Guderian pun menjadi jenderal kebanggaan Hitler.

Ketagihan dengan kemenangan mudah yang berhasil diraih, Hitler pun kembali melancarkan serbuan blitzkrieg ke sasaran negara Eropa berikutnya, Perancis dan berhasil dengan gemilang.