Find Us On Social Media :

Punya Banyak Peran Besar dalam Perang, Intelijen Militer (Seharusnya) Juga Mampu Cegah Serangan Teroris

By Ade Sulaeman, Kamis, 25 Mei 2017 | 16:20 WIB

Ledakan di Terminal Kampung Melayu

(Baca juga: Ada ‘Gaya ISIS’ dalam Ledakan di Konser Ariana Grande yang Diduga Berasal dari Bom Bunuh Diri)

Tim intelijen juga mempelajari karakter dan mental serta kebiasaan Marsekal Rommel yang dikenal sangat disiplin dan cerdas itu. Hasil foto-foto pemotretan udara menunjukkan bahwa pantai yang aman untuk melancarkan operasi amfibi pasukan Sekutu adalah Pantai Normandia.

Sedangkan hasil penelusuran secara psikologis oleh tim intelijen terhadap karakter Rommel adalah pada tanggal 6 Juni 1944, Jenderal kesayangan Hitler itu dipastikan pulang ke Jerman untuk merayakan hari ulang tahun istrinya.

Berdasarkan perhitungan intelijen yang sangat  matang  bahwa pertahanan pasukan Jerman akan melemah ketika cuaca sedang memburuk dan panglima tertingginya sedang tidak memegang kendali komando, serta pilihan lokasi serbuan amfibi yang tidak diduga musuh, pasukan Sekutu akhirnya sukses melancarkan Operation Overlord.

Operasi pendaratan amfibi yang semula dianggap imposible menjadi operasi yang sukses dilaksanakan sekaligus menjadi pijakan untuk meraih kemenangan dalam PD II.

Contoh lain betapa peran intelijen militer berfungsi sangat luar biasa terhadap pencapaian tertinggi adalah Serangan Umum Maret 1949 di Yogyakarta.

Serangan yang terencana baik itu tidak bisa terlaksana tanpa peran Keraton Yogykarta yang telah menjalankan fungsi intelijennya tanpa diketahui militer Belanda.

Semua rencana serangan militer besar-besaran yang bertujuan membangun opini dunia untuk mengakui kedaulatan RI itu tidak akan terlaksana tanpa restu dari penguasa Keraton Yogyakarta, Sultan HB Ke-9.

Secara politik internasional pada tahun 1949 Belanda memang tidak mau mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan dianggap masih merupakan jajahannya.

Tapi sebagai negara kerajaan, Pemerintah Belanda juga sangat menghargai Keraton Yogyakarta, dan khusus untuk wilayah Keraton yang ada di dalam benteng Keraton, pasukan Belanda tidak akan mengintervensi.

Secara politis, Belanda bahkan memberlakukan wilayah dalam keraton (Njeron Beteng) sebagai wilayah “merdeka”. Sikap Belanda yang sangat menghargai Keraton Yogyakarta, khususnya Sultan HB Ke-9, secara politis dan intelijen diharapkan agar Keraton Yogyakarta proaktif terhadap Belanda sekaligus memberi dukungan terhadap agresi militernya.

Namun, para intelijen militer Belanda ternyata keliru. Meskipun diperlakukan secara khusus, sebagai Raja Keraton Yogyakarta, Sultan HB Ke-9 ternyata mendukung RI sekaligus membantu secara maksimal rencana Serangan Umum 1 Maret yang akan dilancarkan oleh TKR (TNI) secara gabungan.