Find Us On Social Media :

Malam Terakhir Mrs Smith Yang Begitu Memilukan

By Yoyok Prima Maulana, Minggu, 21 Mei 2017 | 12:00 WIB

Ilustrasi

Anak-anak dan keluarga terdekatnya pasti sudah bergantian menuntunnya untuk mengucap kalimat doa, atau talqin untuk orang Islam.

Mereka akan memegang tangannya, dengan air mata membasahi bajunya, dan ruangan akan hangat dengan kerabat yang mendoakan kesembuhan jika Tuhan memang berkehendak.

Atau merelakan kepergian dengan tenang jika memang hari itu adalah hari terakhirnya.

TIDAK BERGEGAS

Tak terasa malam terus bergulir. Sekitar pukul 03.00, koridor bangsal saya tiba-tiba terasa sepi. Dua rekan saya tidak terlihat.

Saya masuk ke satu2 ruangan untuk mencari mereka. Ternyata keduanya ada di ruang Mrs. Smith. "She's gone," kata mereka sewaktu saya masuk ke ruangan. “Baru saja.”

“Kami sudah menelepon putrinya tadi sekitar tengah malam, katanya dia akan datang. Sekitar sejam lalu kami telepon lagi, dia masih di rumah, katanya sedang bersiap-siap,” tutur rekan perawat saya itu.   Jleb. Makin miris mendengarnya. Sudah diberi tahu bahwa ajal ibunya sudah semakin dekat, namun putrinya tak segera bergegas.

Ah, tapi apalah saya ini sudah menghakimi dia. Mungkin ada cerita-cerita yang saya tidak tahu. Saya buang jauh-jauh prasangka itu.   Sekarang tinggal mengurus jenazah Mrs. Smith. Kami membersihkan tubuhnya, mengelap dengan air hangat dan sabun.

Kami gantikan bajunya dengan baju yang bersih, kami sisir rambutnya dan merapikan barang bawaannya ke dalam tas. Lalu menelpon kamar jenazah untuk mengatur pengambilan jenazah.

Kami juga menelpon dokter untuk datang menandatangani surat kematiannya. Mengurus dokumentasi discharge untuk administrasi rumah sakit.

Pasien yang lain jadi agak terabaikan karena kesibukan ini. Untungnya kondisi pasien yang lain tidak ada yang kritis dan membutuhkan perhatian khusus.

Mendekati pukul 06.00, petugas dari kamar jenazah datang, membungkus Mrs. Smith ke dalam kantung jenazah dan membawanya ke ruangan yang memiliki pendingin.

Saya sudah sibuk dengan rutin pagi dengan pasien saya yang lain. Obat, cek tekanan darah, membantu ke toilet, ada yang minta mandi pagi-pagi. Dan akhirnya pukul 07.30 saatnya saya bersiap pulang.

"Apakah putrinya sudah datang?" tanya saya kepada salah satu perawat sesaat sebelum melangkah keluar ruangan.

"Belum. Sudah saya telepon dan dia bilang dia akan langsung ke kamar jenazah saja pagi ini.”

Rasanya begitu berat langkah saya menuju ke mobil. Apalagi setelah menyaksikan sebuah drama tentang akhir hidup yang sepi untuk Mrs. Smith. Kasihan.

Seandainya putrinya itu tahu bagaimana rasanya seseorang yang menghadapi sakaratul maut. Dan seandainya putrinya tahu bahwa tugas terakhirnya sebagai anak adalah menuntun orang tuanya saat mengembuskan napas terakhir.

Ah, tapi sudahlah. Just another day at work. Time to go home now.

(Dikisahkan oleh Nungky Sari, seorang perawat Registered Nurse (RN) berkewarganegaraan Indonesia yang pernah bertugas di beberapa rumah sakit di Australia di Melbourne)