Penulis
Intisari-Online.com- Dalam beberapa tahun terakhir, orangtua murid dan masyarakat banyak protes mengenai konten dalam buku teks pelajaran yang dianggap negatif dan tidak sesuai.
Seperti buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 6 tentang pria yang gemar ke warung “remang-remang” dan buku Pendidikan Jasmani untuk kelas 11 yang memuat bacaan tentang “Memahami Dampak Seks Bebas”.
Belum lagi keluhan orangtua yang bingung dengan pelajaran anak-anak zaman sekarang. Terutama pelajaran matematika di SD yang dirasakan lebih sulit, jika dibandingkan saat para orangtua itu sekolah di masa lalu.
“Saya saja sulit paham. Bagaimana mau menjelaskannya ke anak,” keluh Tabitha, ibu rumah tangga di Tangerang yang curhat di sosial media tentang pelajaran anaknya di kelas 4.
Nah, dari sini pernahkan kita berpikir siapa yang menulis dan menyusun buku teks pelajaran yang kita gunakan dari SD sampai SMA? Pasti rata-rata menjawab guru.
Padahal jawabannya adalah semua orang bisa menulis buku teks pelajaran asal ia paham kurikulum yang berlaku.
“Penulis buku teks pelajaran, tidak harus guru,” ungkap Dr. Ika Lestari, S.Pd, M.Si, dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Jakarta.
“Asalkan ia paham kurikulum dan mengikuti mekanisme penyusunan dengan benar, bisa saja menulis buku teks pelajaran.”
Buku-buku pelajaran yang ada saat ini memang bisa berasal dari dua jalur, yakni dari pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – Kemdikbud), serta penerbit swasta yang mengajukan karyanya ke pemerintah. Keduanya punya cerita berbeda.
Untuk menjadi penulis naskah tim pemerintah, antara lain akan dilihat latarbelakang pendidikan yang sesuai dengan buku yang akan ditulis, serta berpengalaman minimal lima tahun.
(Baca juga:Kesombongan Jangan Dipelihara karena Itu Benar-benar Tak Ada Gunanya, Inilah 15 Ciri-Ciri Orang Arogan)
Jika penulis adalah guru atau dosen, juga akan dilihat pengalaman mengajarnya. Sedangkan jika penulis profesional atau editor, yang dilihat karyakaryanya.
Sementara untuk penulis dari penerbit swasta, bisa penulis yang menyerahkan sendiri naskahnya kepada penerbit. Atau penerbit yang meminta penulis tersebut menulis buku teks pelajaran.
Di balik semua itu, kriteria paling penting adalah penulis harus paham kurikulum yang berlaku. Dari sanalah kerangka buku teks pelajaran akan disusun.
Penulis juga harus menganalisis kurikulum, agar dapat disesuaikan kepada calon penggunanya, apakah buku untuk siswa SD, SMP, atau SMA.
Tahap berikutnya, dibuatlah konsep yang memperhatikan isi buku teks pelajaran dan perkembangan psikologis peserta didik.
“Penulis harus tahu apa yang disukai peserta didik SD dan perbedaannya dengan peserta didik SMP dan SMA,” kata Ika yang juga menulis buku Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi ini.
Semisal, buku pelajaran untuk SD, jenis huruf yang cocok adalah Tahoma dan Comis Sains, ketimbang Times New Roman.
(Baca selengkapnya di Majalah Intisari edisi Februari 2017)