Intisari-Online.com - Dalam bidang hukum, ketokohan Mahfud MD sudah tidak diragukan lagi. Kiprahnya semasa menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi RI diapresiasi banyak pihak. Ia dipandang berhasil memimpin lembaga itu dengan tetap konsisten menjaga integritas moral. Pun demikian juga kiprahnya di bidang akademik. Sampai saat ini, guru besar ilmu hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, selalu kebanjiran tawaran mengajar dari banyak universitas terkemuka.
Namun, selain dikenal sebagai tokoh hukum dan akademisi, sebenarnya Mahfud juga seorang penulis yang piawai. Soal kegemarannya menulis ini, menurut dia, sudah dimulai sejak masih mahasiswa, di penghujung era 1970-an. “Waktu mahasiswa, saya selalu kagum kalau ada orang yang namanya masuk koran atau pintar menulis. Saya pun terobsesi dan mulai belajar menulis,” kenang Mahfud yang saat itu baru menginjak jenjang kuliah tingkat dua tahun 1979. Lantaran minat besarnya dalam dunia tulis menulis, ia kemudian bergabung dengan lembaga pers mahasiswa Muhibbah di kampusnya, Universitas Islam Indonesia.
Belakangan, seiring kian represifnya rezim Orde Baru, Muhibbah diberedel Menteri Penerangan Harmoko. Namun Mahfud MD, yang di saat bersamaan juga tercatat sebagai mahasiswa Sastra Arab Universitas Gadjah Mada, tak patah arang. Bersama teman-temannya, ia kemudian mendirikan Himmah, lembaga pers mahasiswa baru di kampus UII.
“Saya pertama kali menulis berita cukup panjang, sampai 2 halaman,” begitu cerita Mahfud mengenang masa-masa menjadi aktivis pers mahasiswa. Suatu kali ia dipercaya menjadi kontributor Harian Masa Kini, koran lokal yang terbit di Yogyakarta. Tapi berita yang ia tulis cukup panjang itu yang dimuat hanya 1 paragraf saja. “Namun, saya terus berlatih menulis hingga akhirnya bisa membuat artikel,” lanjut dia.
Setelah itu, dia semakin keranjingan menulis. Bahkan hingga kini, kegemarannya menulis artikel masih berjalan terus. Karya tulisnya pun tersebar tersebar di berbagai jurnal maupun surat kabar.
Sekarang, banyak media yang memintanya menulis artikel. Asalkan dapat duduk paling lama 2 jam, dia sudah dapat menghasilkan satu artikel. “Saya sudah terbiasa. Kalau menulis itu seperti bicara, idenya sudah terstruktur. Jadi, tidak harus menunggu lama,” kata Mahfud.
Tentunya Mahfud menjalani kegemarannya ini bukan tanpa alasan. “Bagi saya, kemampuan menulis itu membekali kemampuan menstrukturasi cara berpikir,” akunya. “Ide-ide kita menjadi runtut. Itu sebabnya saya bisa menyelesaikan menulis disertasi dengan cepat”. Pada tahun 1994, Mahfud MD berhasil menyelesaikan studi doktoralnya dalam jangka waktu tiga tahun, termasuk paling cepat pada itu.