Find Us On Social Media :

Kejamnya Pergaulan Mama-Mama Jepang

By Yoyok Prima Maulana, Kamis, 20 April 2017 | 16:00 WIB

Bergaul dengan para mama Jepang harus penuh dengan etika. (Foto: Friendlyplanet.com)

GARA-GARA SALTUM

Ada contoh lain, seorang kawan mengenakan baju warna-warni saat menghadiri upacara menerimaan murid baru di SD Jepang.

Langsung semua orang melirik, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Pasalnya, di tengah lautan busana anggun warna gelap atau beige para ibu, kawan tersebut jadi terlihat begitu mencolok.

Mirip seperti stabilo yang terjatuh di tengah abu. Sejak saat itu dia belajar, banyak aturan tidak tertulis yang ditaati tanpa kecuali oleh masyakat Jepang, walau kadang tanpa alasan tertentu.

Boleh saja coba mendobrak keteraturan itu, asal siap mati gaya.

Barangkali karena kebiasaan begerak dalam kelompok, orang Jepang cenderung terlihat tidak percaya diri jika harus maju sendirian atau mengawali percakapan.

Atau penyebab lainnya menurut Oing, 30 tahun, pada dasarnya orang Jepang lebih suka menghindari interaksi dengan orang luar demi memperkecil risiko konfrontasi baru.

Mereka cari aman dan menjadi orang yang “biasa-biasa saja”.

Di kereta misalnya, alih-alih mengobrol atau mencari kenalan baru, orang Jepang memilih tenggelam dalam dunia masing-masing; tidur, membaca, atau mendengarkan musik.

Anda yang pernah ke Jepang barangkali pernah memergoki rombongan anak-anak prasekolah yang diarak menuju suatu tempat, misalnya taman.

Anak-anak ini disatukan oleh sebuah rangkaian tali dengan gelang-gelang di ujungnya.