Find Us On Social Media :

Kejamnya Pergaulan Mama-Mama Jepang

By Yoyok Prima Maulana, Kamis, 20 April 2017 | 16:00 WIB

Bergaul dengan para mama Jepang harus penuh dengan etika. (Foto: Friendlyplanet.com)

Intisari-online.com - Go ni irebe go ni shitagae. Artinya: saat masuk lingkungan baru, taatilah budaya/aturan setempat.

Idiom sederhana, tapi di Jepang, konsekuensinya sangat panjang dan begitu menancap di kepala semasa saya tinggal di Jepang dulu.

Biasanya, orang Indonesia beradaptasi terhadap lingkungan baru dengan tujuan untuk kenyamanan diri, sementara orang Jepang melakukannya agar tidak mengganggu lingkungan barunya.

Analoginya kira-kira begini: kalau orang Indonesia dan Jepang sama-sama dilepas di hutan, maka orang Indonesia akan mendandani hutan sesuai kebutuhan dirinya. Sementara orang Jepang, beradaptasi dengan mengubah diri menjadi seperti pohon di hutan itu.

Bagi orang Jepang, agar tidak mengganggu kestabilan komunitas yang sudah ada, paling aman mengubah diri agar serupa dengan mereka yang sudah lebih dulu di sana.

Mereka sangat menghormati kepentingan umum/orang lain jauh di atas keperluannya sendiri.

Begitu mengakarnya prinsip ini, maka orang Jepang sangat perfeksionis dan kejam terhadap diri sendiri dan orang-orang di dekatnya.

Bagian ini pula yang kadang membuat kegiatan berinteraksi dengan para Mama Jepang sedikit membuat pening, meski sebenarnya mereka manis-manis, kok.

KEBIASAAN MEMELUK BISA SALAH

Umumnya para Mama ini bergerak dalam kelompok yang memiliki prinsip, gaya hidup, atau kasta finansial serupa. Sering disebut mama-tomo (mama-friend).

Menjadi pilihan kita, untuk berubah warna seperti bunglon agar diterima di sebuah kelompok, atau “menjomblo”  bergaul sana-sini tanpa mengikatkan diri pada satu kelompok dengan risiko tidak punya teman dekat.

Para Mama dalam satu kelompok bisa begitu seragamnya sampai sulit dibedakan. Ini termasuk pilihan gaya topi, gendongan bayi, tempat belanja, merek jus buah, dll.