Penulis
Intisari-Online.com -Di antara bara api, puing, dan asap yang diakibatkan oleh ledakan bom serta letusan mesiu yang masih terjadi di berbagai negara, dunia kembali prihatin. Para penguasa dunia juga berlomba menyatakan keprihatinan.
Di antara anak-anak Palestina, Suriah, Rohingnya, dan dimana pun para anak dan perempuan yang sedang menjadi korban perang serta kemiskinan, datangnya ungkapan keprihatinan dari para penguasa sesungguhnya menawarkan keselamatan dan kedamaian.
Tapi keprihatian yang susah payah ditunjukkan tiap hari itu,telah membentur batu karang keangkaramurkaan, kebengisan dan keserakahan, serta hati beku manusia-manusia yang haus akan kekuasaan.
Tuhan sesungguhnya berusaha hadir dan bertahta di setiap hati umat manusia, tidak hanya sekadar lewat ungkapan keprihatinan saja.
Tapi lewat tindakan nyata yang dilakukan oleh manusia. Tindakan yang bersifat memberi rahmat dan keselamatan.
Tuhan sesungguhnya telah berusaha terus hadir dan menggedor jiwa-jiwa umat manusia melalui seisi alam raya yang bisa memanjakan manusia bak hidup di surga ini.
Namun juga isi alam raya yang bisa menciptakan neraka bagi manusia. Semuanya tergantung dari sikap manusia itu sendiri. Manusia diberikan kemerdekaan untuk mengelola alam raya dan seisinya karena Tuhan sangat mengasihi semua manusia serta sesungguhnya ‘’surga’’ memang bisa diwujudkan di dunia ini.
Tuhan berusaha memanggil umatnya lewat gema lonceng gereja, adzan yang berkumandang di setiap surau, lewat keagungan vihara, lewat klentheng dan pura, serta bangunan-bangunan relejius lain yang membuat hati manusia terpekur, hening demi menghayati sapan-Nya. Sentuhan cinta kasih-Nya.
Namun, sapaan dan panggilan Tuhan yang penuh rahmat dan damai itu selalu tertelan oleh hingar-bingar keduniawian.
Perpecahan antara manusia yang seharusnya saling menghormati dan bersaudara apapun latar belakangnya.
Nafsu menghancurkan oleh manusia lewat peperangan yang terus berkecamuk, nafsu menghancurkan dunia dan kehidupan melalui penciptaan senjata pemusnah massal yang tak pernah pudar.
Bahkan para manusia kadang mengambil alih peran Tuhan untuk saling menghakimi sesamanya.
Dalam kondisi dunia yang seperti itu, perbauatan yang bersifat rahmat dan keselamatan yang dilakukan oleh manusia kepada mereka yang sedang membutuhkan, menderita, terpinggirkan, dan lainnya, sungguh merupakan tanda kehadiran Tuhan itu sendiri.
Bukan lagi hanya sekedar keprihatinan pasif ala seorang penguasa. Tapi berupa langkah aktif dan tindakan nyata yang merupakan wujud dari keprihatinan itu sendiri.