Intisari-Online.com - Dalam PD II keunggulan kekuatan udara menjadi penentumemenangkan pertempuran. Ketika Jepang menyerbu Pearl Harbour, 7 Desember 1941, pesawat-pesawat tempur yang diterbangkan dari sejumlah kapal induk dengan mudah melumpuhkan kekuatan pangkalan AL AS di Hawai.
Pasalnya serangan Jepang tidak mendapatkan perlawanan udara yang memadai. Saat itu pesawat-pesawat tempur militer AS sedang istirahat karena hari minggu.
Berkat kekuatan udara yang berhasil meraih superioritas udara, militer Jepang akhirnya sukses menghancurkan kekuatan AL AS di Pearl Harbour hanya dalam hitungan jam.
Pasukan Nazi juga sukses menguasai Eropa Barat dan Eropa Timur pada awal PD II (1941-1943) karena kekuatan Angkatan Udaranya, Luftwaffe saat itu tidak ada yang bisa menandingi.
(Baca juga:Serang Suriah dengan 59 Rudal Tomahawk, AS Habiskan Dana Rp1,25 Triliun)
Berkat superioritas udara yang berhasil diraih oleh Luftwaffe di ruang udara Eropa,serbuan kilat (bliztkrieg) yang dilancarkan pasukan Nazi Jerman pun tak bisa dibendung. Hampir semua wilayah Eropa Timur dan Barat bisa dikuasi Nazi Jerman dalam waktu singkat.
Sebaliknya pasukan AS dan sekutunya akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Jepang dan Nazi Jerman pada akhir PD II berkat superioritas udara yang juga berhasil diraihnya.
Pelajaran dari PD II bahwa kekuatan dan superioritas udara sangat menentukan jalannya pertempuran, taktik itu kemudian diterapkan dalam peperangan berikutnya.
Mulai dari Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Arab-Israel, Perang Teluk, dan peperangan di era terkini superioritas udara terbukti sebagai penentu kemenangan perang.
(Baca juga:Mantan Kolonel Angkatan Udara AS Klaim Punya Bukti Keberadaan UFO di Dekat Pangkalan Udara AS)
Tujuan utama militer AS menggempur pangkalan udara Shyrat, Suriah menggunakan rudal-rudal Tomahwak, Kamis (6/4) sesungguhnya untuk melumpuhkan kekuatan udara Suriah.
Dengan hancurnya pangkalan udara dan jet-jet tempur di pangakalan udara Shayrat, militer AS yang sedang bertempur dengan tujuan utama menumbangkan rezim Presiden Bashar al Assad akan lebih mudah menjalankan operasinya.
Khususnya operasi tempur yang dilancarkan lewat darat mengingat sejak tahun 2011, militer AS yang bertempur bersama pasukan sekutunya untuk menumbangkan rezim Suriah belum juga berhasil.
Padahal AS telah mengerahkan 100 ribu lebih personel pasukannya ke Suriah.