Find Us On Social Media :

Misteri Kecantikan Ladyboy di Thailand, Bahkan Onderdilnya Pun Persis Wanita Tulen

By Yoyok Prima Maulana, Selasa, 4 April 2017 | 11:45 WIB

Masyarakat Thailand memandang transgender sebagai hal yang jamak.

ADA DI SELURUH NEGERI

Pertunjukan kabaret akhirnya dimulai. Masuk ke dalam gedung berkapasitas 350 orang, penonton duduk dengan nyaman di ruangan berpendingin. Minuman dan makanan disajikan selama pertunjukan berlangsung.

Penampilan para katoey patut diapresiasi. Gerak tari mereka memukau, Terlihat jelas koreografi tarian benar-benar diperhatikan dan dilatih dengan serius. Suasana meriah ditunjang dengan tata lampu menarik. Sesekali gelak tawa muncul ketika adegan komedi slapstick muncul.

Pertunjukan ini memperlihatkan para ladyboy ternyata tidak menjual “kelucuan dan keanehan” diri mereka sebagaimana para banci atau orang yang berpura-pura jadi banci di sejumlah acara hiburan televisi. Mereka memang punya kemampuan yang dijual.

Tidak aneh, di Thailand, keberadaan katoey bisa ditemui di mana saja mulai dari kota hingga pedesaan. Bahkan, dalam segala jenis pekerjaan dari pekerja kantoran, pelayan restoran, hingga pesohor Negeri Gajah Putih, ladyboy terus mewarnai.

Salah satu katoey yang terkenal ialah Nong Toom. Dia adalah ladyboy yang berhasil menjadi pemain Muay Thai papan atas. Ciri khasnya adalah mencium lawan yang berhasil dikalahkannya.

Nong Toom begitu populer. Awalnya, pemerintah Thailand berusaha menghalangi keberadaannya di arena Muay Thai. Namun, akhirnya angin berubah. Nong Toom malah dijadikan ikon penarik pariwisata dan Muay Thai oleh pemerintahnya.

Kisah hidupnya sampai difilmkan pada 2003 dengan judul Beautiful Boxer.

DIDUKUNG MASYARAKAT TOLERAN

Perjalanan hidup Nong Toom bisa memperlihatkan sikap dan pandangan masyarakat Thailand terhadap para katoey. Warga Negeri Gajah Putih tidak pernah melecehkan. mereka. Ladyboy tetap dihargai seperti orang lain.

Ambil contoh sederhana, orang Thailand suka memperlakukan katoey sebagai cewek tulen. Mereka melakukannya karena tahu bahwa sang ladyboy ingin menjadi wanita seutuhnya. Sikap toleran masyarakat Negeri Gajah Putih sangat mendukung perkembangan katoey. Maklum saja, orang Thailand cenderung tidak mau berkonflik.

Mereka pun berupaya sebisa mungkin terus menikmati hidup. Ketika ada situasi yang tidak mengenakkan, mereka biasa berkata, “Mai pen lai,” yang berarti tidak usah dipikir. 

Ajaran Budha  juga sedikit banyak memengaruhi pandangan orang Thailand terhadap keberadaan para ladyboy. Di mata warga Negeri Gajah Putih, katoey tidak boleh diperlakukan semena-mena.

Mereka malah cenderung mengasihani ladyboy. Ada yang percaya orang yang menjadi katoey diakibatkan oleh dosa-dosanya di masa lampau sebelum bereinkarnasi. Namun, malah ada juga yang yakin keberadaan ladyboy di dalam keluarga merupakan sebuah tanda keberuntungan.

Meski begitu, para katoey tidak selamanya menikmati kemudahan hidup di Thailand. Mudah ditemui pihak keluarga terutama ayah yang menolak mereka. Sang ayah sering merasa malu karena anak lelakinya berubah menjadi wanita. Selain itu, ketidakseimbangan emosi kerap dialami oleh ladyboy. Ini yang diyakini membuat pelaku bunuh diri di Negeri Gajah Putih  kebanyakan adalah para katoey.

Terlepas dari itu, kita di Indonesia bisa belajar dari sikap toleran Masyarakat Thailand. Mereka tidak menganjurkan dan mendorong seseorang untuk mengubah gendernya. Mereka pun tidak mau anak-anak mereka menjadi katoey. Namun, mereka tidak melecehkan orang yang memutuskan menjalani hidup seperti itu.

Warga Negeri Gajah Putih punya kemauan besar dan kelapangan hati untuk selalu memberi respek kepada orang lain. (Asis Budhi Pramono)

(Wajib Ikut Wajib Militer Bareng Tentara Pria Inilah yang Dihadapi para Ladyboy Thailand, Benar-benar Sebuah Mimpi Buruk!)