Find Us On Social Media :

Petikan Peristiwa pada Awal Masa Kemerdekaan, Saat Orang -orang Justru Bangga Bisa Hidup Sederhana

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 11 Agustus 2018 | 11:30 WIB

Minggu petang kembali ke Yogya dengan cara sama. Jarak Yogya-Solo 65 km.

Untuk menambah penghasilan yang sangat minim, Ibu Sahardjo membuka warung di pavilyunnya. Sahardjo ikut membantu di warung itu pada hari-hari libur, kadang-kadang hari minggu ia berkeliling kota Solo naik sepeda untuk ikut membantu menjajakan dagangan istrinya.

Tahun 1959 Sahardjo SH diangkat menjadi Menteri Kehakiman. Sampai tahun 1962 ia belum menempati rumah sendiri. Numpang di rumah mertuanya di Jalan Salemba Tengah, seperti sejak tahun 1938.

Tahun 1962 baru menempati rumah dinas di kompleks Kehakiman  Utan Kayu, yang sebenarnya tak dimaksudkan untuk seorang menteri. (Zaidir Djalal, Dr. Sahardjo SH)

Baca juga: Tak Ingin Lihat Istri-Istri Suaminya, Fatmawati Tak Pernah Jenguk dan Hadiri Pemakaman Bung Karno

Utusan RI di Filipina

Gaji utusan diplomatik kita di Filipina enam dolar seminggu. "Kedutaannya" adalah rumah tukang cukur tempat dia dan istrinya mondok. Untuk menghadap Presiden Filipina ia meminjam setelan jas tukang cukur itu.

Pada suatu hari seluruh keuangan sang "Duta Besar" itu tinggal 20 sen. Ia dan istrinya membeli tiga buah apel. Dengan apel dan air minum itu mereka hidup selama tiga hari. (Cindy Adams 240)

Istana meminjam taplak dari tetangga

Baca juga: Bukan karena Dibentak, para Pengawal Justru akan Gemetar Jika Bung Karno Sudah Pegang Sapu

Tamu-tamu pemerintah ditempatkan di sebuah wisma dan tiga kali sehari seorang ajudan presiden memuati miobil Cadillac kepresidenan dengan makanan untuk para tamu penting itu.

Begitulah cara kami bekerja waktu itu.Kami tak tahu apa-apa tentang tatacara protokol. Sejalan dengan cara segala apa diurus, pejabat yang mengurusi masalah protokol adalah orang yang secara logis cocok untuk menduduki jabatan ini karena pengalaman kerjanya.