Find Us On Social Media :

Sekolah Anak-Anak Petinggi Google Dan Apple Justru Mengharamkan Teknologi

By Yoyok Prima Maulana, Selasa, 4 April 2017 | 12:30 WIB

Sekolah Waldorf

Sekitar 3/4 murid di Waldorf memiliki orangtua yang bersinggungan kuat dengan teknologi tinggi. Eagle tak melihat itu sebagai sebuah kontradiksi. Teknologi, baginya, memiliki ruang dan waktu tersendiri.

“Jika saya bekerja di Miramax dan membuat film yang bagus, penuh sentuhan seni, namun termasuk film dewasa (rated R), tentu saja saya tak akan membolehkan anak-anak saya menontonnya sampai mereka usia 17 tahun.”

Melihat apa yang dikerjakan murid-murid Waldorf, mereka yang pernah bersekolah di sekolah dasar sekitar tahun 1980-an akan teringat masa-masa sekolah. Seperti yang dilakukan oleh Andie Eagle dan teman-temannya di kelas lima.

Mereka sedang mengasah kemampuan merajut! Gulungan benang tertarik-tarik ketika jari-jari mungil itu memainkan jarum membentuk (calon) kaos kaki. Diyakini aktivitas ini membantu mengembangkan pemecahan solusi, peneladanan, kemampuan matematika, dan koordinasi saraf.

Di kelas dua, murid-murid berdiri dalam sebuah lingkaran belajar soal kemampuan berbahasa dengan mengulang kata-kata yang diucapkan gurunya, sembari mereka bermain lempar tangkap sebuah benda.

Aktivitas ini bertujuan untuk menyelaraskan antara tubuh dan otak. Di sekolah ini, seperti di kelas lain, hari belajar dimulai dengan hafalan atau ayat-ayat tentang Ketuhanan yang mencerminkan sebuah penekanan nondenominasional pada keilahian. 

Cathy Waheed, yang bekas insinyur komputer, mencoba membuat belajar menjadi sangat menarik dan menyentuh perasaan. Tahun sebelumnya ia mengajarkan soal pembagian dengan meminta anak-anak untuk memotong buah menjadi bagian-bagian yang diinginkan, misalnya seperempat, separo, atau seperenam belas.

“Selama tiga minggu, kami memakan makanan sambil belajar pembagian. Ketika saya membagi kue sehingga semua anak kebagian, apakah Anda berpikir saya memperhatikan mereka?”

Beberapa pakar pendidikan menyatakan bahwa menyediakan komputer di ruang kelas bukan sebuah jaminan sebab penelitian tidak secara jelas menunjukkan bahwa hal itu membuat nilai ujian lebih baik atau parameter lain membaik.

Apakah model pembelajaran seperti pembagian kue dan merajut tadi lebih baik? Sulit untuk membandingkan sebab sebagai sekolah swasta Waldorf tidak mengadakan tes standar di tingkat dasar.

Mereka juga jujur mengakui bahwa murid tingkat dasar mereka (mungkin) akan memiliki skor yang jelek dibandingkan dengan sekolah umum sebab Waldorf tidak mengikuti kurikulum standar matematika dan membaca.   TEKNOLOGI JUSTRU MENGGANGGU

Apa yang dilakukan Waldorf memang masih bisa diperdebatkan. Akan tetapi, Asosiasi Sekolah Waldorf di Amerika Utara merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh afiliasi sekolah ini.