Find Us On Social Media :

Sepenggal Kisah Bung Hatta, Garang Memimpin Revolusi tapi Takut Mengambil Buah Prune

By K. Tatik Wardayati, Senin, 20 Agustus 2018 | 04:00 WIB

Baca juga: Bung Hatta Proklamator Sederhana yang Dipersatukan dengan Bung Karno karena Perbedaan, Berpisah pun karena Perbedaan

Untung ada sebuah selingan. Di sebuah kebun, pagarnya yang terbuat dari kawat dibuka.

Di kebun itu dipasang meja miring yang di atasnya terdapat berbelas-belas peti sabun penuh segala macam buah dari kebun itu.

Ketika itu buah-buahan di Negeri Belanda sangat murah karena ekspornya ke Jerman mandek.

Padahal ketika itu kami semua "kaya sebentar" karena mendapat uang saku banyak sekali sedangkan uang Republik yang kami bawa dapat ditukarkan dengan gulden Belanda dan kursnya 1 : 1!

Kami yang sudah haus langsung menyerbu saja buah-buah dalam peti sabun itu, tanpa melihat lagi harga yang dipasang di tiap peti.

Pemilik kebun dan gadis-gadisnya senang sekali. Kami dilayani dengan ramah.

Sdr. Oei Yong Tjioe yang matanya "awas" segera melihat bahwa buah-buah yang masih di pohon banyak yang lebih besar, lebih masak dan lebih menarik daripada yang di peti sabun.

Tanpa permisi lagi ia petik sendiri. Pemilik kebun Cuma tersenyum saja.

Baca juga: Meskipun Sudah 'Berpisah Jalan', Bung Hatta Tidak Pernah Punya Dendam pada Bung Karno

Sesudah banyak hasil petikannya, buah-buah itu ia bawa kepada Bung Hatta, untuk ditawarkan. Dengan tegas Bung Hatta menolak, bahkan menegur perbuatan sdr. Oei Yong Tjoei itu.

Karena keadaan tampak lucu, saya jadi tertawa keras. Bung Hatta membentak: "Tan, mengapa jij tertawa?"

Saya jawab: "Bung Hatta ini agak aneh. Memimpin revolusi berani, menyerobot prune yang belum dijual tapi yang pemiliknya sudah memperlihatkan tanda persetujuan dengan berdiam diri, kok tidak berani?"

Dengan nada sangat serius Bung Hatta bilang: "Tan, jij berada di negeri orang yang sudah beres, jangan dikacau lagi!"

Saya berhenti tertawa. Inilah Bung Hatta yang saya cintai dan saya segani.

Baca juga: Wasiat Hatta Soal Pancasila dan Bantahannya pada Era Orde Baru