Find Us On Social Media :

Kisah Pilu Bacha Bazi, Makin Tampan Anak Lelaki Makin Besar Bahayanya

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 31 Juli 2018 | 15:00 WIB

Intisari-Online.com- Afghanistan menyimpan sebuah rahasia yang telah mengakar selama ratusan tahun.

Rahasia ini adalah tradisi Bacha Bazi. Sebuah kisah tentang anak laki-laki yang biasa menari untuk hiburan. Bahkan untuk kepuasan seksual pemiliknya atau siapa pun yang berminat dan ingin membayarnya.

Secara harfiah, Bacha Bazi berarti 'bermain bersama anak laki-laki' dan praktik itu sendiri dilakukan pada pesta-pesta pribadi.

Menjamur di wilayah Afghanistan Utara, ritual ini perlahan-lahan dibuka ketika hari menjelang malam.

Baca Juga: Tembus 12.000 Meter Perut Bumi, Inilah Lubang Terdalam di Dunia yang Lebih Dalam dari Palung Mariana

Di sebuah rumah kecil dekat kota Taluqan, lusinan pria berkerumun di ruangan dingin nan gelap terbungkus selimut tebal dan berjongkok di atas bantal merah.

Seiring waktu, angin pun berhembus menebarkan aroma hashish yang enggan pudar dan bertahan di udara ruang itu.

Karena semakin banyak vodka yang diminum, pesta itu semakin memabukkan.

Baca Juga: Inilah 10 Foto yang Menunjukkan 'Penampakan' Sesungguhnya, Tanpa Rekayasa!

Seperti dalam laporan The Guardian, tuan rumahnya adalah seorang mantan komandan mujahidin Taliban.

Dia mulai mengobrol dengan riang ke tamu-tamunya dan segera alunan sitar terdengar sebagai pengantar munculnya seseorang yang ditunggu-tunggu.

Ya, mereka semua menunggu bocah penari sekaligus penghibur. Inilah tradisi Bacha Bazi.

Baca Juga: Tank Boat Antasena Buatan Indonesia Dilirik Rusia, Seperti Apa sih Kehebatannya?

Tidak berpenampilan layaknya seorang bocah atau laki-laki pada umumnya, seorang bachas (bocah laki-laki) justru dipoles sedemikian rupa menyerupai wanita.

Mereka berdandan, mewarnai bibir, dan memoles wajah tampan mereka untuk menari.

Bahkan dalam beberapa kasus, bachas juga mengenakan gaun wanita panjang berkilauan dan payudara palsu.

Tak lupa lonceng-lonceng juga dipasang bergelayut di pergelangan tangan dan kaki-kakinya untuk meramaikan semarak gerakan tarian.

Baca Juga: Inilah Mimpi Buruk Para Ladyboy Thailand, Diminta Ikut Wajib Militer Bareng Tentara Pria!

Hal yang paling mengganggu adalah apa yang terjadi setelah tarian usai.

Seringkali bocah laki-laki dibawa ke hotel dan diperlakukan sebagai alat pemuas seksual.

Dilansir dari BBC, orang-orang yang bertanggung jawab atas praktik-itu sering kali adalah pihak yang berkuasa atau kaya raya.

Baca Juga: Viral Tawaran Internet Gratis 20 Gb, Begini Penjelasan Resmi Operator

Beberapa dari mereka menyimpan beberapa bachas dan menggunakannya sebagai simbol status sosial dan kekayaannya.

Bahkan akan dipamerkan layaknya barang ketika tuannya bepergian ke luar, semakin rupawan bachas maka gengsi yang ditimbulkannya pun semakin tinggi.

Bachas akan dilepas saat mereka menginjak usia dewasa pada umur 20 tahunan atau ketika mulai tumbuh kumis.

Hal itu juga menimbulkan masalah sosial lain mengenai masa depan mereka yang tidak jelas.

Baca Juga: Tak Mau ‘Merana’ di Masa Tua? Maka Jangan Abaikan 5 Hal di Bawah Ini!

Salah seorang bachas bernama Mustafa memberi kesaksian:

"Kakek saya terus mengatakan kepada saya ketika saya masih kecil untuk berhati-hati terhadap pria karena saya tampan."

Benar saja, suatu hari saat berada di kota, Mustafa pun direkrut oleh seorang mekanika untuk menjadi bocah penari.

Mengapa bocah penari berpakaian dan berpenampilan seperti perempuan?

Baca Juga: Pembantaian Orang Majus, di Mana Mereka Lambaikan Kepala yang Terpenggal di Depan Kerumunan

Hal itu dikarenakan para pria menyukai wanita dan dalam hukum menyebutkan bahwa wanita tidak boleh dipertontonkan di depan publik.

Sebagai akibatnya, para bachas harus menari, mengedipkan mata, dan menggoda untuk menggairahkan mereka yang membayar atau memeliharanya.

Pendambaan terhadap Bacha Bazi juga meluas di semua kalangan, tidak hanya melulu bagi mereka yang kaya dan berkuasa.

Baca Juga: Amerika Cemas, Rusia Datangkan 26 Kapal Perang Baru dan Rudal yang Bisa Menembus Semua Ibukota Negara Eropa

Sehingga di Kabul dan kota-kota Afghanistan lainnya, CD dan DVD Bacha Bazi pun diperjual belikan secara luas dari kios-kios jalanan dan gerobak untuk mereka yang tak mampu membeli bbachas secara nyata.

Bahkan di banyak kafe, terjadi budaya para pria yang minum-minum teh sambil menikmati tontonan video bocah yang menari-nari.

Meski diklaim sebagai tradisi penguasa, menurut Afghanistan Independent Human Rights Commission (AIHRC), 64% di antara pelaku Bacha Bazi diketahui merupakan warga biasa.

Sejak 2017, pemerintah Afghanistab telah berusaha memberangus praktik sesat ini.

Baca Juga: Donald Trump Tertipu, Satelit Tunjukkan Korut Bangun Rudal Baru

Namun menurut laporan UNICEF, proses itu berakhir nihil karena maraknya praktik nepotisme dan korupsi yang melanggengkan tradisi Bacha Bazi.

Selain itu, sistem peradilan yang lemah, kemiskinan yang meluas, dan ada ribuan anak di jalanan berusaha mencari nafkah semakin memperkuat berlanjutnya praktik Bacha Bazi.

Baca Juga: Kisah Caligula si Raja Romawi Paling Gila yang Suka Pesta Hedon dan Bergelimang Pembunuhan