Advertorial

Praktik Kanibalisme di Era Modern, saat Label 'Mistis' dan 'Penyembuhan Alami' Ubah Manusia Jadi Sosok yang Buas

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Intisari-Online.com- Fenomena aneh kanibalisme telah ada sejak zaman manusia purba.

Sebagai contoh, di beberapa daerah Mesopotamia kuno dan India.

Mereka meyakini bahwa kanibalisme dapat menjadi obat & berperan penting untuk memperpanjang hidup seseorang.

Demikian juga gladiator di Roma kuno,kadang mereka minum darah lawan mereka yang kalah dengan harapan menyerap vitalitas, kekuatan, dan keterampilan tempur mereka.

Baca Juga:Inilah Rumah Tanpa Kayu yang Harganya Rp75 Juta Cuma Perlu 7 Hari Membangunnya, Berminat?

Memang hampir tak dapat dipercaya jika praktik kanibal bisa bertahan hingga awal era modern, namun itulah yang terjadi dan mencapai puncaknya pada awal abad ke-17.

Yakni saat pikiran-pikiran historis cemerlang seperti Nicholas Copernicus, Isaac Newton, Galileo Galilei, dan Johannes Kepler memulai revolusi ilmiah.

Namun, meskipun sains, filsafat, dan seni membuat dunia lebih masuk akal, berbeda dalam bidang kedokteran.

Baca Juga:Akhirnya Ilmuwan Berhasil Temukan Cara Atasi Penuaan dan Kembali Muda

Hal-hal seperti vaksin, antibiotik, dan obat penghilang rasa sakit tidaklah ada.

Sehingga orang mencoba untuk menyambuhkan penyakit dengan metode yang aneh-aneh.

Termasuk dengan mengonsumsi mumi dan sisa-sisa dari tubuh manusia.

Paracelsus, seorang dokter Swiss-Jerman mendorong orang untuk menghadiri eksekusi publik dan membeli darah segarnya.

Baca Juga:Perkelahian Ular Piton Melawan Ular King Kobra yang Berakhir Mengenaskan

Darah dianggap paling berharga dan mengandung esensi kehidupan yang murni.

Selain itu ada lemak yang digunakan untuk mengobati berbagai luka.

Namun yang paling populer adalah potongan mumi atau bubuk tulangnya.

Baca Juga:Hanya karena Cinta, Gadis Cantik Rusia Ini Sudi Nikahi Pekerja Tambang Miskin Asal China

Tulang, terutama tengkorak, digiling dan dicampur menjadi tonik dan tincture yang dianggap sebagai obat ampuh untuk sakit kepala, epilepsi, perdarahan internal, arthritis, dan sifilis.

Banyak orang mempercayai kemanjuran 'obat' jenis ini, bahkan Raja Charles II meramu toniknya sendiri yang disebut "The King's Drops."

The King's Drops berisi potongan-potongan tengkorak yang dicampur dengan alkohol.

Produk ini dilaporkan cukup populer di kalangan aristokrat saat itu.

Baca Juga:Bukan Mitos, Ini yang akan Terjadi Jika Ayam Jago Berkokok Tengah Malam atau Angsa Tidur Berdiri dengan Satu Kaki

Barulah seiring dengan terobosan ilmiah abad ke-18 dan 19 dan pendekatan penelitian yang berorientasi pada obat-obatan, orang-orang secara bertahap meninggalkan praktik kanibalisme ini.

Namun, fakta bahwa bubuk obat mahal yang terbuat dari bagian mumi ada yang tercatat pada katalog medis Jerman pada awal abad ke-20.

Ini membuktikan bahwa orang mudah dibujuk untuk membeli apa pun yang berlabel "mistis" atau "penyembuhan alami."

Baca Juga:Banyak Surat untuk Tuhan, Inilah 9 Fakta Negara Israel yang Jarang Diketahui Publik Indonesia

Artikel Terkait