Prajuritnya Dijuluki 'Dewa Berotot', Bagaimana Formasi & Cara Militer Sparta Bertempur?

Mentari Desiani Pramudita

Penulis

Formasi Phalanx

Intisari-Online.com- Ketika Anda melihat lagi dalam sejarah militer, ada banyak kerajaan dan kekuatan tempur yang legendaris.

Mulai dari Viking dan Mongol sampai prajurit Legiun Romawi dan Samurai.

Tapi yang mungkin lebih mengesankan daripada itu semua adalah Sparta.

Nah, apa yang membuat Sparta begitu hebat? Bagaimana formasi dan caranya bertempur? Simak ulasan berikut!

Baca Juga:Jika Sedang Makan Sendirian, Ratu Elizabeth II Bisa Makan Sambil Mengisi TTS

1. Struktur Sosial

Salah satu metode yang efektif untuk mengembangkan para pejuang hebat adalah budaya yang mendukung berjalannya militer.

Hal itu terlihat mulai dari seorang bayi lahir, hanya bayi yang dianggap layak, sehat, dan kuatlah yang patut hidup.

Pada usia 7 tahun, anak laki-laki memasuki pelatihan militer, yang disebut agoge.

Selama dua puluh tahun atau lebih selanjutnya, para pemuda Sparta dilatih sejarah militer, taktik, strategi, dan keterampilan bertempur.

Setelah lebih dari dua dekade pelatihan, jika seorang pria menjadi warga Sparta yang penuh dengan mengabdikan dirinya pada militer, maka tak dapat mengambil profesi lainnya.

Ini membuat inti pasukan Sparta seperti dewa berotot yang populer diperlihatkan film, seperti '300'.

Struktur sosial ini berarti bahwa menjadi seorang prajurit adalah satu-satunya cara untuk berpartisipasi dalam negara dan mendapatkan kehormatan.

Baca Juga:Temukan Bongkahan Emas Senilai Rp950 Juta, Pria Ini Beberkan Cara untuk Mendapatkannya!

2. Trik dan Formasi Perang

Bukan hanya para prajurit mereka yang terlatih luar biasa, disiplin bertarung dalam kesatuan formasi juga menjadi hal penting.

Sebagian besar negara-kota Yunani memanfaatkan formasi phalanx.

Yakni sekelompok pria dalam formasi persegi panjang ketat, dan tertutup secara menyeluruh dengan perisai besar di segala sisnya.

Formasi phalanx ini akan membuat kelompok lebih kohesif.

Tombak-tombak diposisikan di atas garis sempit antara perissai-perisai besar membuat serangan mematikan ke depan pada formasi.

Jika ada orang di garis phalanx jatuh, dia akan segera digantikan oleh yang lain dari belakang.

Ini bukan strategi yang unik di Yunani kuno, tetapi kekuatan Sparta membuat phalanx-nya tak terpecahkan.

Baca Juga:Dianggap 'Terlibat' Penghilangan Aktivis 1998, Mengapa Prabowo Bisa Mendapat SKCK?

3. Alat Perang Sparta

Peralatan perang Spartan berevolusi secara bertahap dari waktu ke waktu.

Mereka menggunakan perisai hoplon, penutup dada perunggu, sebuah helm yang dilengkapi dengan pelindung pipi, pelindung kaki dan baju besi.

Adapun senjatanya adalah tombak (doru), yang memiliki ujung tombak di salah satu ujung dan lonjakan di ujung yang lain.

Setiap prajurit juga membawa pedang pendek (xiphos) dengan bilang yang sedikit melengkung.

Banyak prajurit Spartan juga membawa lembing untuk menembus baju besi musuh yang mendekat.

4. Kepemimpinan dan Loyalitas

Dengan kekerasan dan kekuatan yang dimiliki warganya, sungguh mengeherankan mengapa tak ada pemberontakan atau kudeta.

Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, prajurit Sparta tidak hanya diajarkan cara bertarung, tapi juga diajarkan setia dan dijiwai dengan rasa hormat terhadap negara-kota.

Baca Juga:Petinggi Uni Soviet: Soekarno Terlalu Suka Berpesta dan Berdansa

Artikel Terkait