Find Us On Social Media :

Petinggi Uni Soviet: Soekarno Terlalu Suka Berpesta dan Berdansa

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 26 Juli 2018 | 14:00 WIB

Saya mengakui bahwa dulu pun kami sering melakukan penyambutan semacam itu. Tapi  kadang-kadang rakyat yang mengambil bagian, sebenarnya tidak menyukainya.

Baca juga: Soekarno Muda Sejatinya Sangat Ingin Sekolah ke Luar Negeri tapi Ibunya Meyakinkannya Tetap Tinggal di Indonesia

Selama perjalanan, ia tidak memberikan kesempatan pada saya untuk keluar dari mobil, sampai kami tiba di sebuah desa kecil. Saya dikejutkan oleh keadaan rumah dan orang desa. Rakyat tinggal di dalam gubuk bambu dan tidur di balai-balai.

Lalu kami pergi lebih jauh lagi. Ada sebuah pertunjukan akan disuguhkan kepada kami, yaitu semacam upacara yang menggambarkan kehidupan manusia. Pertama-tama muncul segerombolan bayi yang baru dilahirkan, kemudian pesta pernikahan dan akhirnya pemakaman.

Pertunjukan ini mengingatkan saya pada buku yang diterbitkan oleh Sytin berjudul Life from Birth to Death. Orang-orang dalam perayaan itu memakai pakaian yang indah dan tampaknya mereka cukup makmur.

Walaupun demikian, secara umum orang Indonesia dalam pandangan saya, mereka itu miskin. Untungnya mereka tinggal di daerah tropis.

Baca juga: Hartini Soekarno, Ratu Tanpa Mahkota yang Kapok Tinggal di Istana Bogor Meski Sudah Memberinya Kenangan Indah

Berburu kupu-kupu untuk Seryozha

Secara pribadi iklim Indonesia bagi saya merupakan panas yang tidak tertahankan, lembap dan menyengat. Di mana-mana ada kipas angin. Di kamar tidur, di ruang makan, di aula tempat pertemuan diadakan, tapi tetap saja panasnya membuat lemas.

Saya merasakan seolah-olah mandi uap sepanjang waktu. Pakaian dalam jadi lengket dan mengakibatkan sulit untuk bernapas. Yang terlebih lagi, di mana-mana banyak nyamuk. Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan menggunakan kelambu. Saya menganggap Indonesia tidak cocok untuk orang Eropa, terutama Rusia.

Dalam hubungannya dengan ini, saya sangat terheran-heran pada Soekarno. la sama sekali tidak berkeringat manakala saya basah kuyup. Sekali waktu kami harus terbang ke suatu tempat.

Setelah pesawat lepas landas dan mencapai ketinggian tertentu, udaranya menjadi bertambah dingin dan saya merasa seakan kembali ke kampung halaman. Saya dapat bernapas dengan lega kembali. Kemudian berpaling pada Soekarno dan melihatnya memakai pakaian yang cukup tebal serta menggigil.