Find Us On Social Media :

Freeport Indonesia Ancam Ajukan Arbitrase: Inilah Beberapa Aspek Arbitrase yang Mesti Kita Ketahui

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 20 Februari 2017 | 11:45 WIB

Setelah Rapat Maraton, Akhirnya Freeport Melepas 30 Persen Sahamnya

Intisari-Online.com - PT Freeport Indonesia (PTFI) ngotot mengajukan arbitrase jika negosiasi dengan pemerintah Indonesia buntu. Nego tersebut antara lain terkait divestasi saham, ekspor mineral, dan izin perpanjangan kontrak.

Menarik untuk disimak, aspek apa saja yang ada dalam arbitrase yang mesti kita ketahui?

(Jonan: Freeport Selalu Gunakan Isu Pemecatan Pegawai untuk Menekan Pemerintah)

Banyak sekali pilihan penyelesaikan sengketa perdata. Salah satunya melalui jalur arbitrase internasional. Menurut Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Husseyn Umar, seperti ditulis Hukum Online, terdapat beberapa aspek yang ditawarkan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaikan sengketa di bidang perdata.

Aspek kerahasiaan alias konfidensial

Sifatnya yang konfidensial membuat arbitrase dipandang sebagai alternatif penyelesaian yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Hal ini dikarenakan arbitrase diselenggarakan secara tertutup. Tidak seperti metode penyelesaian sengketa di peradilan umum yang terbuka, arbitrase hanya dihadiri pihak yang berkepintingan alias mereka yang bersengketa.

Kondisi ini tentu saja membuat mereka yang terlibat sengketa merasa lebih nyaman.

Kelenturan prosedur dan persyaratan administratif

Prosedur arbitrase sebagaimana yang telah diatur dalam Bab IV UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam penerapannya bisa lebih fleksibel dengan memperhatikan kesepakatan para pihak. Sedapat mungkin arbiter yang ditunjuk mempertemukan kepentingan para pihak yang bersengketa.

“Prosedurnya dijalankan tidak terlalu formalistis, walaupun tetap memperhatikan pedoman-pedoman penting yang telah ditentukan dan disepakati,” terang Husseyn.

Hak pemilihan arbiter berada di tangan para pihak

Ada kebebasan para pihak untuk memilih siapa orang yang akan menjadi arbiter. Hal seperti ini tidak bisa ditemukan dalam pengadilan umum lainnya. Menurut Husseyn, pada pengadilan arbitrase, para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter sesuai dengan latar belakang sengketa yang sedang dihadapi. Hal ini bertujuan agar proses penyelesaian sengketa dengan ranah yang berbeda-beda dapat ditangani oleh arbiter yang sesuai dengan ranah sengketa terkait.

Husseyn menekankan, oleh karena keberadaan arbiter dalam penyelesaian sengketa berasal dari pilihan para pihak sendiri, sehingga harus bisa memilih arbier yang bisa bersikap netral sehingga tidak ada konflik kepentingan dalam penyelesaian sengketa.

Pilihan hukum, forum, dan prosedur penyelesaian berada di tangan para pihak dan dituangkan dalam perjanjian arbitrase

Nyawa dari arbitrase adalah perjanjian arbitrase. Menurut UU 30/1999 Pasa 1 Ayat 3, perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalamsebuah perjanjian yang tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Perjanjian arbitrase akan menentukan apakah suatu sengketa bisa diselesaikan melalui arbitrase, di mana diselesaikannya, hukum mana yang digunakan, dan lain-lain. Perjanjian arbitrase bisa berdiri sendiri atau terpisah dari perjanjian pokonya. Tidak ada keharusan dalam UU Arbitrase yang menentukan perjanjian arbitrase harus dibuat dalam akta notaris.

Perjanjian arbitrase harus disusun secara cermat, akurat, dan mengikat. Tujuannya untuk menghindari perjanjian arbitrase tersebut digunakan oleh salah satu pihak sebagai kelemahan yang bisa digunakan untuk memindahkan sengketa tersebut ke jalur pengadilan.

Putusan arbitrase final dan mengikat

Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999 menegaskan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.