Find Us On Social Media :

Kisah Pria Terakhir dari Suku Asli Amazon Brasil yang Hidup Sendirian Selama 22 Tahun

By Tatik Ariyani, Sabtu, 21 Juli 2018 | 10:45 WIB

Intisari-Online.com - Seorang pria berusia sekitar 50-an tahun tinggal sendirian di Amazon Brazil selama 22 tahun, setelah anggota terakhir sukunya dibunuh.

Sebuah video yang diambil oleh penduduk setempat Brasil, Funai berhasil merekam seorang pria berotot yang sedang menebang pohon dengan kapak.

Funai telah memantau pria itu dari jarak jauh sejak 1996.

Hal itu dilakukan karena dunia perlu tahu bahwa dia masih hidup untuk memperbarui perintah pembatasan di area tanah yang dia tinggali, di negara barat laut Rondonia.

Baca Juga: Diberitakan Mati Berkali-kali, Seperti ini Fakta Menarik Kehidupan Mr. Bean, Termasuk Alasannya Pensiun

Baca Juga: Dianggap Sebagai Makanan 'Super', Nyatanya 5 Makanan ini Tak Sesuper yang Dibayangkan

Daerah tersebut dikelilingi oleh ladang-ladang milik swasta dan pembukaan ladang yang terdeforestasi.

Perintah pembatasan mencegah siapa pun masuk dan membahayakan dirinya.

Di bawah konstitusi Brasil, penduduk asli memiliki hak atas tanah.

Fiona Watson, direktur penelitian dan advokasi Survival Internasional yang membela hak-hak masyarakat suku mengatakan, "Mereka harus tetap membuktikan bahwa orang ini ada."

Baca Juga: Tak Perlu Terlalu Risau Jika Anak Susah Tidur, Itu Satu dari Lima Tanda Anak Anda Memiliki IQ Tinggi

Ada serangan besar terhadap hak pribumi yang terjadi di negara ini.

Meskipun pria terakhir yang tinggal sendirian itu telah menjadi subyek berbagai laporan penelitian, namun informasi mengenai pria tersebut sangat sedikit.

Sejauh yang diketahui, tidak ada orang luar yang pernah bicara dengan pria itu.

Baca Juga: Pelanggaran Berlipat dari 'Anak Zaman Now' yang Terjaring Razia Polisi, Apa Saja Kira-kira?

Dia diyakini sebagai satu-satunya yang selamat setelah kelompoknya yang beranggotakan enam orang diserang oleh petani pada tahun 1995.

Sukunya tidak pernah diketahui namanya dan tidak diketahui bahasa apa yang mereka gunakan.

Selama bertahun-tahun, media Brasil telah menjulukinya 'the Hole Indian', karena dia meninggalkan parit yang dalam, mungkin digunakan untuk menjebak hewan atau bersembunyi.

Baca Juga: Peninggalan Belanda, Rumah Antik Menteri Susi yang Satu Ini Dianggap Angker

Di masa lalu, dia juga meninggalkan pondok jerami dan peralatan buatan tangan, seperti obor dan panah.

Hanya ada satu foto buram tentang pria itu yang masih ada hingga sekarnag.

Foto itu diambil oleh seorang pembuat film yang menemani Funai dalam pantauan yang dilakukannya.

Rekaman singkat tersebut kemudian diperlihatkan dalam sebuah film dokumenter Brasil 1998, Corumbiara.

Baca Juga: Berusia 99 Juta Tahun, Beginilah Wujud Fosil Nenek Moyang Ular Modern

Para aktivis terkejut saat mengetahui kesehatan pria itu sangat baik.

Pria itu juga berburu, mengurus perkebunan pepaya dan jagung.

Para aktivis memang memiliki kebijakan untuk menghindari kontak langsung dengan kelompok-kelompok terpencil dan pria itu juga tidak ingin memiliki hubungan dengan dunia luar setelah penembakan panah pada kelompoknya di masa lalu.

Dia telah mengalami pengalaman kekerasan, sehingga melihat dunia sebagai tempat yang sangat berbahaya.

Mayoritas suku diperkirakan telah dihancurkan pada tahun 1970-an dan 80-an setelah jalan dibangun di dekat tempat tinggal mereka yang juga menyebabkan peningkatan permintaan lahan untuk tujuan bisnis.

Pada tahun 2009, sebuah gubuk sementara yang ditinggalkan oleh Funai digeledah oleh kelompok bersenjata dan mereka meninggalkan dua senjata yang bisa disebut sebagai ancaman yang nyata.

Hutan hujan Amazon Brasil adalah rumah bagi suku-suku yang tidak dikenali dunia.

Kontak dengan dunia luar, pada kenyataannya memang juga berisiko terhadap penularan penyakit semacam flu, campak atau kondisi lain.

Di satu sisi, orang tidak tahu mengenai pria itu, namun di sisi lain, dia adalah simbol keragaman yang akan menghilang bila tidak dilindungi.

Baca Juga: Jika Kali Item Ditutup Jaring Hitam, Waduk di AS Ini Justru Ditutup Bola Hitam, Apakah Tujuannya Sama?