Find Us On Social Media :

Tentang Tanda ‘X’ di Geografi Batin Mandela yang Tertanam Abadi di Rumah Lamanya

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 19 Juli 2018 | 15:00 WIB

Kawasan kumuh

Di tempat seperti itu pula Mandela merancang gerakan dan membangun masa depan Afrika Selatan yang lebih demokratis, adil, dan tumbuh dalam kesamaan. Di rumah itu juga Mandela menggenggam cita-cita besarnya dan berusaha mewujudkannya. Kebesaran Mandela sebagai tokoh kebebasan, persamaan, dan kemanusiaan dunia tak lepas dari peran rumah mungil itu.

Meski akhirnya ia ditahan di Robben Island, rumah itu tak jauh dari hidupnya. Ia merasa jiwanya tetap di situ, bersama cintanya kepada Winnie dan anak-anaknya, juga rakyat Afrika Selatan. Itu tercermin dari surat-surat yang ia selundupkan dan dialamatkan ke Jalan Vilakazi No. 8115.

Rumah sakral itu bukan berada di daerah elite, sebaliknya di daerah kumuh. Menurut beberapa warga yang sudah tua di sekitarnya, Jalan Vilakaze dan Ngakane merupakan jalan yang kotor dan kumuh. Bahkan, hampir seluruh wilayah Orlando West dulunya kumuh.

“Dulu tak diaspal. Jalannya tanah. Berdebu di musim panas dan becek di musim hujan. Tak ada rumah mewah di sini. Maka, kami bangga sebagai warga di sini, karena Mandela tinggal di sini. Ia juga tinggal di hati kami,” kata seorang warga.

Baca juga: 5 Tradisi Pernikahan Aneh di Afrika, Salah Satunya Pengantin Didampingi di Malam Pertamanya

“Dulu orang luar tak berani datang ke daerah ini, kecuali polisi. Wilayah ini dianggap rawan dan kumuh,” timpal Chris Mullin.

Kini, daerah Vilakazi memang sudah tertata rapi dan jalan-jalannya sudah diaspal. Rumah-rumah di sekitarnya juga rapi dan bagus. Namun, kesan bekas daerah kumuh belum hilang.

Di sebelah timur rumah Mandela, masih ada sisa-sisa kekumuhan. Anak-anak juga masih suka bermain di jalan-jalan atau areal kosong seadanya, khas aktivitas anak-anak daerah kumuh.

Di belakangnya juga masih terdapat beberapa rumah sederhana. Lebih jauh sedikit, kekumuhan semakin terasa. Bahkan, saya menyaksikan ada beberapa gubuk liar, termasuk yang didirikan di bawah menara listrik.

Baca juga: Inilah 6 Cara Ajari Anak Agar Tak Rasis

Sisa-sisa kesederhanaan, kemiskinan, dan kekurangan masih terasa di wilayah rumah Mandela. Sebuah gambaran betapa keadaan dulu lebih parah, ketika Pemerintah Apartheid yang menempatkan warga kulit hitam dan kulit berwarna di kasta bawah dan kurang fasilitas serta perhatian.

Bahkan, wilayah itu termasuk titik prioritas untuk dipantau intelijen. Sebab, selain ada Mandela, masyarakatnya memiliki resistensi tinggi terhadap Pemerintah Apartheid.

Mereka juga selalu di belakang Mandela dan mendukung ide perjuangannya. Di sini, ia selalu dipanggil Madiba. Nama penuh kasih sayang yang berarti “Bapak” dan ia pun sudah dianggap Bapak Afrika.

Maka, meski lahir di Mvezo, Provinsi Cape, Mandela justru merasa Soweto merupakan wilayah spesialnya, kampung halamannya. Terutama rumahnya, ibarat plasenta yang menghidupi ide, semangat, inspirasi, dan keyakinan perjuangan Mandela hingga akhirnya sukses juga.

Apalagi, di situ tempat cintanya berada. Cinta kepada Winnie dan kedua putrinya, juga cinta kepada rakyat Afrika. Wajar, jika ia menandai “X” di geografi batinnya.

Rest in peace, Madiba ya Mandela!

Baca juga: Bukan Orang Eropa Atau Amerika, Orang Terkaya Dalam Sejarah adalah Orang Afrika, Mansa Musa Namanya