Find Us On Social Media :

Di Manakah Tersimpan Harta Karun VOC di Gunung Gede ?

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 3 Juli 2018 | 17:45 WIB

Intisari-Online.com – Dalam abad ke 18 VOC menerima berita-berita dari mata-mata mereka bahwa ada harta karun berjumlah besar di pedalaman.

Harta itu berupa tambang emas dan perak yang konon terletak di sebelah Selatan gunung Salak, Gede dan Parang, yang dapat terlihat jelas dari Jakarta pada waktu cuaca terang.

Meskipun nampaknya begitu terang dan dekat di mata, namun gunung-gunung itu pada masa itu jauh dan sukar dicapai.

Jalan-jalan hampir tak ada; paling-paling hanya ada jalan setapak atau rintisan melewati hutan lebat, jurang dan ngarai terjal atau tempat-tempat yang belum pernah dijamah tangan manusia.

Di jaman pemerintahan Gubemur Jenderal Zwaardecroon akhirnya daerah yang diimpikan itu dapat dicapai dengan susah payah. Orang yang ditugaskan mengadakan ekspedisi adalah anggota Raad Ordinair  Dirk Durven.

Baca juga: VOC di Maluku Juga Pernah Memakainya, Begini Cara Agen CIA Menginterogasi Buronannya dengan Cara Murah tapi Sangat Kejam

Durven ini seorang petualang dan pembual yang mengaku mempunyai pengetahuan banyak tentang pelbagai soal. Konon ia juga mempunyai hobby dalam ilmu kimia.

Tetapi karena persahabatannya dengan Zwaardecroon-lah ia berhasil mendapat tugas untuk memimpin tugas penjelajahan ke Gunung Parang.

Dalam perjalanan itu Durven disertai oleh bekas pekerja-pekerja tambang yang menjadi serdadu VOC di garnisun Batavia, pengukur tanah dan penunjuk jalan. Juga tak lupa diberi kawalan militer yang cukup, mengingat mereka harus melewati daerah-daerah di luar kekuasaan Kompeni.

Setelah beberapa kali tersesat dan mengalami banyak kesukaran, mereka akhirnya mencapai daerah yang dituju.

Gunung yang dari jauh menarik perhatian karena bentuknya yang khas itu menjulang dari tengah dataran yang rata.

Baca juga: Tidak Hanya Memonopoli Perdagangan, VOC pun Gila Hormat, Sampai-sampai Dibuat Peraturan tentang Cara Menghormati Mereka

Di kaki gunung Parang itu mereka menemukan sejumlah terowongan tambang yang tak terpakai lagi, sehingga orang mengambil kesimpulan bahwa dulu memang pernah ada yang mengusahakan penggalian bahan tambang dari sini. Kalau begitu berita mata-mata itu benar,  tentunya.

Pekerjaan membuka tambang di daerah ini merupakan pekerjaan yang berat, karena daerah sekelilingnya masih hutan rimba tak berpenghuni manusia, sehingga semua perbekalan seperti makanan, alat-alat pertambangan dan perlengkapan lain harus dibawa dari Jakarta melewati daerah-daerah yang hampir tak dapat ditembus.

Juga tenaga kerjanya harus didatangkan dari tempat lain.

Sesuai dengan kebiasaan Kompeni, mereka main perintah saja. Bupati Karawang diperintahkan mengerahkan rakyat makin lama makin banyak. Kemudian bahkan sampai didatangkan rakyat dari daerah Bandung.

Terowongan-terowongan yang digali dengan kerja paksa itu makin dalam: setiap waktu mereka berharap dapat tiba-tiba menjumpai lapisan emas yang digandrungi itu. Tetapi hari besar itu tetap tak kunjung tiba, mimpi mereka tetap mimpi hampa belaka.

Baca juga: Kesuksesan Terbesar VOC: Mengadu Domba Para Raja Lokal yang Sedang Gemar Meluaskan Kekuasaan

Sementara itu Dirk Durven rajin mengirimkan laporan-laporan bagus kepada pucuk pimpinan Kompeni yang bersifat Asal Bapak Senang. Antara lain bahwa ia telah mendaki dan menyelidiki gunung Gede ternyata menurut laporan ahli di dalam gunung itu terdapat ganggang terdiri dari emas murni.

Sebenarnya Durven hanya ingin menarik perhatian sebanyak mungkin pada dirinya, agar dapat memenuhi ambisinya untuk naik terus di jenjang kekuasaan.

Dalam pada itu pekerjaan menambang diperluas sampai beberapa kilometer di sekitarnya, antaranya ke bukit Pasir Angin. Setelah lama menggali dan dengan korban rakyat yang tak sedikit, emas yang dicari itu belum juga mau menampakkan diri.

Ahli yang didatangkan dari negeri Belanda bernama Balman membuat laporan yang tak kalah bagusnya — ia mengatakan bahwa dari contoh-contoh yang beratnya 100 pon dapat dihasilkan emas seharga f 1,15.  Belakangan  ternyata bahwa contoh bijih itu berasal dari pegunungan Harz.

Akhirnya karena hasilnya hanya kertas-kertas laporan saja dan bukan harta karun yang diharapkan, Kompeni memanggil kembali Durven dan pekerjaan dihentikan.

Baca juga: Sepenggal Kisah Gemerlap Nyonya Sosialita di Batavia Zaman VOC

Kegagalan Durven ialah antaranya karena ia sebenarnya tak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang pertambangan, lagipula dia dan orang-orangnya tak mengerti bahasa rakyat setempat, sehingga sering mendapat informasi-informasi yang keliru.

Tetapi barangkali faktor yang paling menentukan ialah bahwa di tempat itu memang tidak ada emas.

Yang menjadi korban dari kisah petualangan ini adalah rakyat Jawa Barat. Sekitar 30.000 orang petani dipaksa meninggalkan sawah ladangnya untuk melakukan pekerjaan sia-sia itu, sehingga timbul bahaya kelaparan.

Bagi Durven sendiri, petualangannya bukan sama sekali gagal, ternyata bahwa dari tahun 1729- 1732 ia berhasil naik ke puncak jenjang kekuasaan Kompeni, yakni menjadi Gubernur Jenderal.

Baca juga: Voctail, Gelas yang Diklaim Bisa Ubah Air Biasa Jadi Minuman Apapun yang Kita Inginkan

Sedangkan di Gunung Parang memang tak pernah ada emasnya. Mungkin para mata-mata Kompeni itu pernah mendengar bahwa dulu pernah ada orang-orang Cina yang membuat tambang di sana.

Tetapi agaknya yang ditambang bukan emas atau perak, melainkan timah hitam. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Belanda sebelum Perang Pasifik, memang ada deposit timah hitam cukup besar di daerah itu.

Dan dalam tahun tigapuluhan memang pernah ada usaha penambangan oleh perusahaan pertambangan Hindia Belanda.

Apakah deposit timah hitam di sana cukup besar untuk bisa diusahakan secara ekonomis dan apakah pemerintah kita sudah mengadakan ekplorasi kembali ke tempat itu, belum diperoleh keterangan. (swd – Intisari Juli 1977)

Baca juga: Lukisan Awal Keraton Ngayogyakarta dari Zaman VOC: Siapakah Sosok dalam Lukisan Itu?