Find Us On Social Media :

Bias Kognitif, Bukti bahwa Pikiran Manusia Kadang-kadang Memang "Menyimpang"

By Tika Anggreni Purba, Kamis, 15 Desember 2016 | 08:02 WIB

Olahraga untuk Menjaga Kebugaran Otak

Intisari-online.com—Pikiran manusia ibarat sebuah keajaiban yang natural. Otak kita bisa memproduksi lebih dari 50.000 pikiran setiap hari dan mengalami 100.000 reaksi kimia setiap detiknya. Jika komputer, maka prosessor di otak ini kualitasnya memang luar biasa. Namun, apakah pikiran kita selamanya akurat?

Rupanya tidak. Sebab sering kali kita masih kurang akurat dalam menilai sesuatu. Hal ini terjadi karena pikiran kita memang memiliki bias kognitif. Bias kognitif adalah tendensi seseorang untuk memberikan penilaian yang tidak berdasar rasio alias irasional.

(Tingkatkan Fungsi Kognitif Otak, Salah Satu Manfaat Cokelat Hitam)

Banyak penelitian yang menemukan bias kognitif bisa membuat kekacauan dengan pikiran dan keputusan yang irasional. Berikut contohnya:

1. Studi dari Queensland University menemukan bahwa perempuan berambut pirang rata-rata gajinya lebih tinggi 7% ketimbang perempuan yang berambut merah dan cokelat.

2. Studi di Duke University, menemukan bahwa orang yang berwajah “dewasa” lebih sukses dalam karier ketimbang mereka yang “baby face”

Bukankah hal ini merupakan fenomena yang aneh? Apakah benar perusahaan akan membayar seseorang karena warna rambutnya? Atau lebih memilih orang yang wajahnya tidak baby face? Kondisi inilah yang bisa menjelaskan bahwa manusia memiliki bias kognitif yang terkadang tidak sesuai dengan alasan logis dan nilai-nilai yang berlaku.

Baca juga: Kecanduan iPhone Menurunkan Kecerdasan Kognitif

Berikut, beberapa tipe bias kognitif yang sering muncul dalam kehidupan kita. Dengan menyadari bias kognitif, kita bisa lebih berhati-hati dalam mengembangkan pola pikir dan cara pandang kita.

1. The Decoy Effect, bikin kita membeli sesuatu yang sebetulnya tidak kita butuhkan

Trik psikologi ini biasanya digunakan oleh tim pemasaran agar konsumen memberi barang dan jasa yang dijualnya. The decoy effect adalah situasi ketika kita disuguhkan dua pilihan, namun kemudian diberikan pilihan yang satu lagi, kita akan merasa lebih baik membeli pilihan yang berbeda dari yang kita putuskan sebelumnya.

Misalnya: Ketika membeli segelas jus, untuk ukuran gelas kecil dihargai Rp 10.000 rupiah sedangkan ukuran gelas besar diberikan harga Rp 20.000, di saat itu kita tinggal memilih yang besar atau yang kecil. Tapi rasanya Rp 20.000 terasa begitu mahal untuk segelas jus. Namun ketika ditawarkan pilihan baru yaitu gelas sedang Rp 17.000, secara otomatis kita berpikir lebih baik membeli jus dengan gelas besar, toh perbedaan harganya hanya Rp 3.000 dengan gelas sedang. Akhirnya kita jadi membeli jus dengan gelas besar.

Situasi ini sering terjadi untuk benda-benda lainnya, seolah kita akan rugi kalau tidak membeli barang-barang itu segera.

2. Affect heuristic, saat kita cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosi.

Bias kognitif affect heuristik, membuat kita lebih mengutamakan emosi ketimbang logika. Contohnya, seperti studi yang dilakukan di Shukutoku University, Jepang. Partisipan penelitian menilai bahwa penyakit yang membunuh 1.286 orang dari 10.000 orang lebih fatal dan berbahaya ketimbang penyakit yang tingkat kematiannya 24,14% dari 10.000 orang. Padahal jelas, persentase tersebut menunjukkan bahwa penyakit kedua, dua kali lebih mematikan ketimbang yang pertama.

Orang cenderung bereaksi emosional dengan membayangkan 1.286 orang meninggal, ketimbang angka persentase yang tidak menggambarkan apa-apa dalam pikiran dan emosi seseorang.

3. Fundamental attribution error, salah dalam memprediksi dan menilai seseorang.

Bias kognitif ini sering terjadi ketika seseorang menghubungkan perilaku seseorang dengan kepribadiannya. Misalnya, orang cenderung menilai kinerja buruk seseorang gara-gara dia terlalu malas. Padahal bisa saja banyak alasan yang membuat kinerja seseorang memburuk. Mungkin ia punya masalah, dsb. 4. The ideometer effect, saat apa yang kita bayangkan membuat kita menjadi emosional.

Bias kognitif ini yang bisa menjelaskan mengapa aktor/aktris bisa berperan begitu emosional di film. Mereka biasanya membayangkan/memikirkan skenario buruk, kenangan yang sulit, dan situasi yang menyedihkan, yang membuat mereka bisa berakting menangis. Termasuk juga untuk akting senang dan marah.

5. Confirmation bias, saat kita cenderung berpendapat dulu baru mencari kebenarannya.

Situasi ini terjadi saat kita meyakini/mempercayai sesuatu bukan berdasarkan fakta. Sehingga kita berusaha untuk mencari bukti dari apa yang kita percayai.

6. Conservatism bias, sulit mempercayai informasi baru

Bias ini membawa orang untuk percaya bahwa informasi yang sudah ada lebih benar ketimbang informasi-informasi yang baru. 7. The ostrich effect, bersembunyi saat masalah datang.

Sering pula disebut efek burung unta, karena burung unta, ketika takut akan menguburkan kepalanya di tanah. Efek ini menunjukkan kecenderungan manusia untuk bersembunyi dan lari dari masalah. Berapa banyak orang yang langsung mau menghadapi masalah?

klik "2" untuk melanjutkan membaca enam bias kognitif lainnya.

baca juga: 10 Cara Sederhana Agar Tidak Jatuh ke Dalam Perangkap Pikiran Sendiri