Find Us On Social Media :

Matematika Tak Perlu Ditakuti

By Agus Surono, Minggu, 13 Januari 2013 | 12:02 WIB

Matematika Tak Perlu Ditakuti

Orangtua sering kecewa kalau menyaksikan nilai matematika anaknya tidak memuaskan. Mereka lebih kecewa lagi, jika anaknya malah masa bodoh terhadap kejadian itu. Hal tersebut tentu tidak sepantasnya dibiarkan berlarut-larut. Namun bagaimana caranya agar orang tua bisa memecahkan kesulitan itu?

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

Pertama, sering berkonsultasi dengan wali kelas tentang penyebab kegagalan anak. Kesalahan atau kelalaian apa saja yang pernah dilakukannya di sekolah. Setelah mempertimbangkannya bersama wali kelas, kita bisa menyusun persiapan penanggulangan.

Kedua, membimbing anak belajar di rumah. Sebab pada dasarnya orang tua pendidik yang pertama dan utama bagi anaknya. Namun bagaimana cara membimbingnya?

Seorang pendidik, Drs. Dedi Dora W. menasihatkan agar para orang tua yang memiliki kemauan membimbing anaknya belajar matematika di rumah, bisa mempersiapkan hal-hal berikut:

Untuk menghindari kesalahan pada waktu menyampaikan pelajaran matematika kepada anak, orangtua dituntut bersikap hati-hati (apalagi kalau mereka pernah belajar ilmu berhitung atau ilmu pasti). Sebab ilmu berhitung dan matematika mempunyai pendekatan yang berbeda.

Pada berhitung sasaran utamanya hanya pada keterampilan menghitung. Matematika mempunyai kelebihan mengetahui apa sebabnya demikian dan juga bagaimana prosesnya. Jadi untuk menyampaikan baik pemahaman, konsep-konsep atau materi pelajaran terlebih dahulu kita harus mempelajari buku Pengajaran Matematika Modern untuk OrangTua Murid, Guru, dan Siswa/Siswi SPG.

Sesudah memahami cara dan langkah-langkah penyajiannya, baru menyampaikannya kepada anak. Hal ini semestinya dilakukan, karena kalau seorang anak mendapat dua macam penjelasan (pendekatan) yang berbeda dari guru dan orangtua, si anak akan bingung dan kalau sudah bingung apa yang diharapkan?

Pada waktu membimbing anak, orangtua dituntut untuk sabar dan penuh pengertian, sebab kita harus mau memahami kemampuan si anak. Jangan sekali-kali menganggap memikirkan suatu pelajaran bagi mereka semudah kita memikirkannya.

Kalau perlu, gunakan alat peraga

Sebagai contoh, mengajarkan 1 + 2 = 3. Kalau menurut orangtua itu hitungan yang mudah, tetapi pada saat membimbing anak hendaknya orangtua mampu dan mau membayangkan cara berpikir anaknya, satu itu apa, tambah itu apa, dan sebagainya.

Salah satu cara mengajarkan pelajaran di atas bisa menggunakan alat peraga. Sedangkan urutannya sebagai berkut:

Contoh lain misalnya hendak menjelaskan 5-2 = 3. Hal tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:

Soal dalam kalimatnya: Di pohon ada burung hinggap 5 ekor, tiba-tiba 2 ekor burung terbang. Berapa ekor yang masih hinggap di pohon?

Sesudah soal di atas diberikan pada anak, berikan gambarnya dan simbol-simbol bilangan di atas, sambil dijelaskan bahwa dua ekor burung terbang. Tanyakan kepada anak berapa sisanya.

Usahakan jika memungkinkan anak yang mendapatkan jawabannya 3 ekor lagi dengan cara menghitung banyak burung yang masih ada setelah ditinggalkan pergi oleh 2 ekor burung.

Sebenarnya untuk menjelaskan penjumlahan dan pengurangan tidak terbatas pada hal di atas saja. Misalnya benda yang menjadi objeknya, susunan kalimatnya, tetapi pengertiannya harus sama.

Membimbing anak belajar di rumah tentu merupakan beban, karena orangtua harus menyiapkan buku-bukunya dan mempelajari bagaimana cara mengerjakannya. Tapi perlu diingat bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan yang besar artinya bagi kecerdasan anak. Apalagi mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat pendidikan berikutnya. Maksudnya, mata pelajaran sebelumnya merupakan prasyarat dan akan sangat menunjang bagi materi pelajaran selanjutnya.

Jadi, kalau seorang anak mendapatkan nilai baik pada tingkat pendidikan dasar, anak tersebut mempunyai peluang yang besar untuk mendapatkan nilai baik di tingkat pendidikan menengah pertama. Begitu juga di tingkat pendidikan menengah atas. Asalkan orangtua mempunyai kesediaan membimbing dan mengawasi anaknya belajar. (Kumpulan Artikel Psikologi Anak)