Find Us On Social Media :

Matematika Tak Perlu Ditakuti

By Agus Surono, Minggu, 13 Januari 2013 | 12:02 WIB

Matematika Tak Perlu Ditakuti

Di antara teka-teki itu, yang menarik ialah 3 butir telur yang harus dibagi kepada 4 orang, tapi dengan syarat harus terdiri atas 2 orang bapak dan 2 orang anak. Tiap orang harus mendapatkan sebutir, tapi telur tidak boleh dibelah. Kelihatannya mustahil. Tiga butir telur harus dibagikan kepada 4 orang, tanpa boleh membelahnya.

Jawabannya ialah telur-telur itu harus dibagikan kepada seorang kakek, anaknya, dan cucunya. Tiga orang ini masing-masing mendapat sebutir telur. Kok, hanya 3 orang? Ya! Namun mereka sudah memenuhi syarat sebagai 2 orang bapak (si kakek dan anaknya) dan 2 orang anak (si anak dan si cucu). Soalnya, si anak itu bersinggungan, bisa menjadi anak (bagi si kakek) dan sekaligus bisa menjadi bapak (bagi si cucu).

Teka-teki semacam ini menggugah minat anak-anak sekolah terhadap guru matematika, yang tadinya diisyukan tidak menarik itu.

Pakai CBSA juga

Djoko Waliadi, dari Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta, menekankan pentingnya cara pendekatan yang benar ddlam pemberian pelajaran matematika (oleh guru di sekolah) dan pemberian motivasi penyelesaian PR (oleh orang tua di rumah).

Guru dan orangtua harus bermuka ceria dalam menghadapi matematika. Saat mengajar, guru sebaiknya tidak segera masuk ke pokok pembicaraan, tetapi mulai dengan semacam "pemanasan" dulu, berupa pendahuluan. Pengetahuan anak yang sudah diperoleh sebelumnya dipancing dulu dan motivasi belajarnya terhadap matematika didorong. (Apa gunanya matematika, betapa pentingnya matematika bagi anak di masa modern, apa untungnya, dsb.)

Sesudah itu, baru masuk ke tahap pengembangan, dengan menyajikan bahan pelajaran. Akhirnya, pada tahap penerapan, guru mengadakan penilaian apakah bahan pelajaran yang diberikan tadi sudah dipahami oleh anak didiknya. Kalau belum, ia harus mengulangi lagi tahap pengembangan sebelumnya tadi. Kalau perlu dengan pendekatan baru.

Sebaiknya guru juga berusaha mengaktifkan siswa, melalui pendekatan keterampilan proses, yang dikenal sebagai Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Dengan cara ini, cara belajar DDCH (duduk, dengar, catat, dan hafalkan) lama-lama dapat dihilangkan. Dalam CBSA, siswa diminta melakukan pengamatan dan penggunaan alat peraga, lalu dibimbing menafsirkan bentuk, kedudukan, dan hubungan antara fakta yang ada.

Selanjutnya, mereka membuat hipotesis ("peramalan"), yang kebenarannya kemudian dibuktikan dengan konsep yang sudah diketahui sebelumnya. Tahap ini dikenal sebagai aplikasi konsep. Untuk matematika, sebetulnya sudah cukup kalau siswa dibimbing sampai tahap aplikasi konsep saja. Kemudian tinggal mengomunikasikan hasilnya saja.

Orangtua bisa menolong

Untuk membangkitkan minat siswa, dalam tahap komunikasi itu guru diharapkan mau menanggapi jawaban siswa dengan sikap simpatik. Tidak memotong jawaban sebelum selesai, misalnya. Kalau siswa menjawab benar, guru simpatik juga tidak segan memberi pujian secukupnya. Kesalahan sikap dalam menanggapi jawaban siswa, bisa mematikan semangat belajar matematika.

Di rumah pun, motivasi perlu diberikan. Dalam hal ini oleh orang tua. Kalau ada anak datang dari sekolah, lalu berteriak, "Ho-ee! Ada PR matematika!" Lalu ibunya menjawab dengan teriakan juga, "Apa? Matematika? Tanya bapakmu sana! Ibu mau menggoreng tempe."