Find Us On Social Media :

Komnas HAM: Aman Tak Perlu Dihukum Mati, Koopsusgab Tak Tepat

By Ade Sulaeman, Sabtu, 19 Mei 2018 | 14:45 WIB

Intisari-Online.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menolak tuntutan hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman.

"Hukuman mati itu enggak bisa membongkar jaringan. Kalau dia dihukum mati, ya dibawalah jaringannya ke alam kubur," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (19/5/2018).

Komnas HAM menilai, pengungkapan jaringan terorisme dalam pemberantasan terorisme adalah hal yang penting.

"Kalau jaringannya dibawa mati emang bisa membongkar?" kata Anam.

Baca juga: Koopssusgab, Hanya 90 Orang Namun Paling Mematikan di Dunia! Siap Kirim Teroris ke Neraka

"Jadi pemberantasan terorisme itu tak cuma hukuman berat, tapi membongkar jaringan, deradikaliasi itu penting. (Kalau) hukuman mati itu enggak signifikan," terangnya.

Menurut Komnas HAM, lebih tepat tuntutan hukuman terhadap Aman adalah hukuman seumur hidup. Sebab, bagi pelaku teror, mati adalah sebuah harapan.

"Seumur hidup cukup, mati itu bagi terorisme adalah harapan, makanya ada bom bunuh diri. Jadi kita butuh bongkar jaringannya Aman Abdurahman dan sebagainya," kata dia.

Pemimpin Jamaah Anshor Daulah atau JAD Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman sebelumnya dituntut hukuman mati atas serangkaian aksi terorisme di Indonesia.

Baca juga: Bolehkah Tetap Berpuasa Setelah Malamnya Berhubungan Intim tapi Belum Mandi Besar? Begini Jawabannya

Seperti dikutip Kompas, pertimbangan jaksa dalam mengajukan tuntutan pidana bagi Aman adalah terdakwa merupakan residivis dalam kasus terorisme.

Ia penggagas dan pendiri JAD yang menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dianggap kafir dan harus diperangi.

Aman juga terbukti mengajarkan pemahaman yang menentang demokrasi dan menyebarkan melalui internet.

Ia menganjurkan kepada pengikutnya melakukan jihad dan amaliyah teror.

Anjuran tersebut telah menimbulkan banyak korban dari aparat dan masyarakat sipil hingga meninggal serta luka berat yang sulit dipulihkan seperti semula.

Aman pernah dipidana dalam kasus ledakan bom di rumah kontrakannya di Cimanggis, Jawa Barat. Ia dihukum 7 tahun penjara.

Ia juga terlibat dalam kasus terorisme pelatihan bersenjata di Aceh dan dihukum penjara selama 7 tahun.

Baca juga: Abu Umar Ditangkap di Rumah Istri Muda Saat 'Para Muridnya' Meledakkan Diri di Gereja Surabaya

Koopsusgab tak tepat

Anam juga menganggap saat ini bukan waktu yang tepat untuk melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme di Tanah Air.

Adapun pemerintah berencana mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI, demi memberikan rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia dari para pelaku teror.

"Pelibatan tentara dalam kondisi yang bukan darurat, atau normal. Itu yang diinginkan mereka (teroris)," kata Anam dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (19/5/2018).

Sebab menurut Anam, selama ini TNI sudah sangat profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

"Jangan sampai tentara kita yang sudah profesional itu menjadi tentara tidak profesional. Ukurannya sederhana, melanggar hukum, melanggar HAM dan sebagainya," kata dia.

Karenanya, dia tak ingin TNI ditarik-tarik dalam persoalan penanganan terorisme, jika skala ancaman dan payung hukumnya belum jelas.

"Kita belum pernah merumuskan skala ancaman, objek vital yang jelas. Sehingga pelibatan pelibatan tentara kita bisa clear dalam konteks hukum," ucap dia.

Apalagi kata Anam, Koopsusgab tersebut berisi pasukan elit dari tiga matra TNI yang ada. "Ini pasukan yang sangat elit, terus kita tarik-tarik untuk sesuatu yang tidak jelas," kata dia.

Dia juga mengingatkan, keberhasilan penanganan terorisme di Indonesia tak hanya diukur dari kecolongan atau tidaknya aparat keamanan terhadap aksi teror yang terjadi.

Tetapi kata Anam, cara melihat penanganan terorisme dikatakan berhasil harus secara menyeluruh, termasuk penindakan pascaserangan yang terjadi.

"Berapa banyak yang ditangkap, berapa besar jaringan yang dibongkar, ini kan sudah lumayan," tegas Anam.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membenarkan bahwa saat ini pemerintah dalam proses mengaktifkan kembali Koopsusgab TNI.

Presiden menegaskan bahwa pengaktifan kembali Koopsusgab TNI itu demi memberikan rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia dari para pelaku teror.

Meski demikian, Jokowi menegaskan Koopsusgab TNI itu nantinya baru turun tangan dalam situasi kegentingan tertentu.

Para personel TNI terlatih itu berasal dari sejumlah satuan elite matra darat, laut dan udara dipanggil secara khusus untuk membantu Polri melaksanakan tugas pemberantasan terorisme.

Diketahui, pertama kali, Koopsusgab dibentuk saat Moeldoko menjabat sebagai Panglima TNI pada Juni 2015. Namun, beberapa waktu kemudian dibekukan. (Moh Nadlir)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menurut Komnas HAM, Tuntutan untuk Aman Abdurahman Cukup Seumur Hidup" dan "Komnas HAM Nilai Pelibatan TNI untuk Berantas Terorisme Kurang Tepat"

Baca juga: Kisah Istri Malas yang Justru akan Membuat para Suami Menangis