Nasib Anak-anak Para Pemimpin Nazi: Ternyata Ada yang Meneruskan Cita-cita Nazisme Ayah Mereka

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Nasib anak-anak yang ayahnya menjadi para pemimpin Nazi. Bagaimana pun mereka tetap bangga terhadap ayah mereka.

Intisari-Online.com – Anak-anak kecil dengan wajah cerah bersih yang digandeng Hitter dalam gambar tulisan ini, adalah anak-anak para pembantu-pembantunya yang terdekat.

Kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh ayah-ayah mereka dibawah pimpinan Hitler, memang mengerikan dan rasa perikemanusiaan kita memberontak dan menuntut dipenuhinya keadilan terhadap mereka itu.

Tapi hati kita merasa terharu mendengar kisah tentang nasib anak-anak mereka. Bagaimanapun juga tokoh-tokoh Nazi yang kini dikutuk oleh masyarakat Jerman dan oleh dunia itu, adalah ayah mereka sendiri, makhluk paling tercinta di dunia yang telah memberi mereka kehangatan kasih sayang yang bekasnya tak terhapuskan.

Jahatkah bila anak-anak itu tetap cinta kepada dan bangga atas ayah-ayah mereka?

Salah seorang dari anak-anak itu ialah Gudrun Himmler, putera Heinrich Himmler, panglima SS (semacam “Cakrabirawa”nya Hitler), kepada Gestepo Rusia, polisi rahasia Jerman. Salah seorang dari tokoh-tokoh Nazi yang mempunyai tanggung jawab terbesar dalam pemusnahan orang-orang Yahudi di kamp-kamp konsentrasi.

Baca juga: Ini Eksperimen Medis Nazi yang Renggut Ribuan Nyawa, Mulai Heterokromia hingga Gas Mustard

Ketika ayahnya aktif membantu Hitler, Gudrun masih kanak-kanak. Tak banyak yang diingatnya tentang ayahnya yang kerapkali terpaksa meninggalkan keluarganya.

Salah satu kenang-kenangan tentang ayahnya ialah ketika ia sebagai gadis cilik diajak ke kamp konsentrasi Pachau, dan bergandengan dengan ayah tercinta melihat pertamanan memetiki bunga-bunga dan dedaunan di sana.

Ceriteranya, “Papa memperlihatkan para tahanan padaku. Yang bertanda segi tiga merah katanya tawanan-tawanan politik, yang hitam penjahat-penjahat. Tak banyak berbeda dengan para tahanan dalam setiap penjara di dunia. Pakaian jelek, kumis, jangkut tak tercukur.

Saya takut melihat mereka. Tapi yang menarik saya adalah kebun sayuran dan pertamanan. Ayah menerangkan pentingnya tanaman-tanaman yang dipelihara di situ. Saya boleh memetik beberapa daun dan bunga sebagai kenangan.”

Sesudah perang, nama Himmler dikutuk dan dibenci. Lama Gudrun dan ibunya harus disembunyikan dan diberi nama palsu agar tidak dikuliti hidup-hidup oleh khalayak ramai. Tetapi kini Gudrun tak mau lagi memakai nama samaran.

Baca juga: Mengharukan, Pria Berusia 102 Tahun yang Kehilangan Keluarganya Karena Holocaust Nazi Bertemu Keponakannya untuk Pertama Kalinya

“Saya bangga atas nama saya yang sebenarnya seperti juga saya bangga atas ayah,” katanya. Maka dipakainya nama itu sekalipun karenanya ia sering mengalami banyak kesulitan dan gangguan. Ia bahkan tak mau menikah karena hendak mempertahankan nama yang diturunkan oleh ayahnya.

Gudrun kini tinggal di Munchen. Dikamarnya nampak foto-foto Himmler, pakaian uniform, dokumen-dokumen, album-album, kenang-kenangan pribadi, surat-surat yang menghidupkan kenang-kenangan pada ayah tercinta, yang dijumpainya untuk akhir kali dalam bulan November 1944.

Ia mengatakan akan menulis buku tentang Himmler. Ketika ditanya apakah buku itu nanti akan diberinya judul “Pembelaan atas ayah saya.” Gudrun menggelengkan kepala. Katanya, “Ayah tidak memerlukan pembelaan. Sebab kata “pembelaan” berarti bahwa ayah salah (padahal tidak.

Buku saya akan berjudul sederhana: Heinrich Himmler. Sekali waktu orang akan menyebut namanya seperti orang menyebut nama Napoleon.”

Sampai kini Gudrun belum bisa menerima kenyataan bahwa ayahnya mati bunuh diri. Ketika secara kebetulan ia mendengar dari seorang wartawan yang agak lancang mulut, tentang cara kematian ayahnya, Gudrun seketika jatuh pingsan dan lebih dari sebulan berada dalam krisis yang mengancam jiwanya.

Baca juga: Karl Doenitz, Panglima U-Boat Nazi Andalan Hitler yang Pernah Menjadi Monster Penjagal Maut Bagi Kapal-Kapal Inggris di Laut Utara

“Farah Dibah, permaisuri Shah Iran, menerima 16 ribu telegram ketika melahirkan putera mahkota. Ketika saya lahir, orangtua saya menerima 628.000 telegram,” demikian kata Edda Goering dengan bangga.

Edda adalah puteri Hermann Goering, orang kedua dalam “Kerajaan Ketika”.

Memang kelahiran Edda disambut seperti biasanya puteri-puteri raja. Kapal terbang-kapal terbang melakukan akrobatik di udara, meriam-meriam menggelegar dan diselenggarakan pesta dansa. Ketika itu tanggal 2 Juni 1938, bagi Jermannya Hitler hari nasional.

Bagaimana nasib puteri Hermann Goering? Sebetulnya Hitler telah memerintahkan agar seluruh keluarga Goering dimusnahkan pada saat tentara Rusia menduduki kubu persembunyian (bunker) di Kanselarij Berlin.

Tetapi pasukan SS yang merasa tak berdaya tidak melaksanakan perintah Fuhrer. Goering bersama isteri dan anaknya kemudian berusaha melarikan diri ke Itali, tapi tertangkap. Tokoh Nazi ini kemudian diajukan di depan pengadilan Nurnberg.

Baca juga: Ketika Perayaan Ulang Tahun Adolf Hitler yang ke-129 Diwarnai Aksi Bakar-bakaran oleh Massa Neo Nazi

Gadis cilik yang pada waktu itu baru berusia sekitar 7 tahun, pada suatu hari diajak mengunjungi ayahnya. Sebelum berangkat, ibunya berkata, “Edda, kau boleh ikut. Tapi berjanjilah bahwa kau nanti tak akan menangis di depan ayahmu.”

Dan gadis cilik itu sungguh bisa mengendalikan diri. Di penjara Edda membuka kedua belah lengannya seperti jika ia hendak merangkul ayahnya. Itulah salam mesranya untuk ayah tercinta yang berdiri di belakang dinding kaca penjara. Goering nampak gemira, Edda mengucapkan sebuah syair.

Dalam pergaulan, puteri Goering ini lebih beruntung daripada Gundrun Himmler. Edda yang kini berusia 29 tahun, berparas cantik, kaya, pandai bergaul seperti ayahnya.

Dan populer seperti juga Hermann Goering, yang pandai mengambil hati oran gbanyak dan suka berguru hingga orang tak akan menduga bahwa lelaki ini bisa menjadi makhluk kejam yang tak segan menumpahkan darah.

“Papa seorang lelaki yang mengagumkan! Sayang dia main politik. Seandainya dia puas dengan perusahaan permen cokelat seperti embah, kini kita pasti masih berkumpul dan bahagia.”

Baca juga: Ketika Suaminya Dibunuh oleh Nazi, Wanita Ini Membeli Tank dan Maju ke Garis Depan Medan Perang

“Saya sendiri tidak menceburkan diri dalam politik. Saya merasa bahagia anaknya dan tentu saja saya memakai namanya penuh kebanggaan. Hal ini tak menyulitkan aku. Malah sebaliknya. Jika pelayan-pelayan restoran tahu bahwa saya “anak perempuan Goering”, mereka tak mau dibayar dan sopir-sopir taksi tak mau pula minta pembayaran ongkos perjalanan.”

Ucapan-ucapan Edda Goering mencerminkan bahwa sedikit banyak ia memisahkan diri dari perbuatan ayahnya sekalipun sebagai anak tercinta ia tetap menjunjung tinggi dan mengagumi ayahnya.

Mungkin itu pulalah yang menyebabkan dia diterima oleh lingkungannya dan lebih beruntung dalam pergaulan daripada anak-anak tokoh Nazi lainnya.

Gudrun Himmler misalnya, sampai kini seperti masih tetap menunjukkan cinta kepada paham ayahnya. Selain foto-foto Himler, di rumahnya terdapat pula lukisan-lukisan yang bertemakan ide-ide dan cita-cinta Nazi, bendera-bendera, dan dwaja SS, buku-buku Nazi, dsb.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1967)

Baca juga: Didoktrin Tidak Perlu Percaya Tuhan, Pasukan SS Nazi Menjadi Pasukan Paling Brutal dan Kejam di Dunia

Artikel Terkait