Find Us On Social Media :

Alasan Golongan Tua Belum Berani Memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia Meski Mengetahui Jepang Telah Kalah

By Afif Khoirul M, Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB

Peristiwa Rengasdengklok yang terjadi sebelum peristiwa proklamasi sejatinya adalah bentuk perbedaan pendapat Golongan Tua dan Golongan Muda.

Jembatan itu, dalam pandangan Soekarno, haruslah kokoh, dibangun dengan fondasi yang kuat, agar mampu menopang langkah bangsa menuju cita-cita luhur.

Proklamasi kemerdekaan harus dilakukan dengan persiapan matang, perencanaan yang matang, dan dukungan yang luas dari seluruh rakyat Indonesia, agar tidak berakhir dengan kekacauan yang justru menghancurkan impian kemerdekaan itu sendiri.

Kedua, bayang-bayang kekuatan Sekutu. Jepang memang telah kalah, namun Perang Dunia II belum sepenuhnya usai.

Sekutu, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris, masih memiliki kekuatan militer yang besar di Asia Pasifik.

Para pemimpin golongan tua khawatir jika Indonesia terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan, Sekutu akan menganggapnya sebagai tindakan sepihak yang melanggar kesepakatan internasional.

Hal ini bisa berujung pada intervensi militer Sekutu, yang tentu saja akan mengorbankan lebih banyak nyawa dan harta benda.

Ketakutan ini bukanlah isapan jempol belaka. Sejarah mencatat, Sekutu pernah melakukan intervensi militer di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan, meskipun dengan dalih melucuti tentara Jepang.

Pertempuran Surabaya, yang pecah pada bulan Oktober 1945, menjadi bukti nyata betapa berbahayanya konfrontasi dengan Sekutu.

Dalam buku Revolusi Indonesia (1965), sejarawan Belanda J.M. Pluvier menggambarkan Pertempuran Surabaya sebagai "pertempuran paling berdarah dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia".

Ketiga, keinginan untuk menghindari konflik internal. Di internal bangsa Indonesia sendiri, terdapat perbedaan pandangan mengenai waktu dan cara memproklamasikan kemerdekaan.

Golongan muda, yang diwakili oleh tokoh-tokoh seperti Sutan Sjahrir dan Chaerul Saleh, mendesak agar proklamasi segera dilakukan, tanpa menunggu persetujuan Jepang atau Sekutu.

Mereka berpendapat bahwa kemerdekaan adalah hak mutlak bangsa Indonesia, dan tidak boleh dikaitkan dengan kepentingan negara lain.