Find Us On Social Media :

Kaya Raya, Jenius, tapi Payah Urusan Asmara, Itulah Alfred Nobel yang Hingga Kematiannya Hidup Kesepian

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 11 Oktober 2024 | 14:32 WIB

Alfred Nobel menghibahkan seluruh kekayaannya untuk Hadiah Nobel sejak 1901. Hingga tua hidup kesepian.

Di balik kebesaran namanya, Alfred Nobel sebenarnya adalah pribadi yang amat kesepian sepanjang hayatnya. Kesibukan-kesibukan di laboratorium nyaris menyita waktu hidupnya, sehingga ia tak lagi punya kesempatan untuk bergaul dengan kaum hawa.

Bahkan orang menyebut Nobel tidak punya yang namanya "rumah" atau "keluarga" bagi dirinya. Karena gaya hidupnya yang selalu berpindah-pindah itulah Alfred mendapat julukan "Gelandangan terkaya di Eropa". Toh, ia masih bisa berkilah, "Tanah airku adalah tempat di mana saya bekerja. Saya bisa bekerja di mana saja".

Di sisi lain, sebagai lelaki ia tidak pernah menikah. Selain ibunya, wanita yang paling dekat dalam hidupnya adalah Bertha von Suttner, putri bangsawan dan Austria. Wanita jenius ini sempat menjadi sekretaris Nobel selama beberapa tahun.

Sebenarnya Nobel diam-diam menyimpan cinta pada Bertha. Tapi rupanya ahli dinamit ini bukan pria romantis yang pandai bertutur kata melahirkan bunga-bunga rayuan.

Cintanya bertepuk sebelah tangan. Suatu hari tanpa sepengetahuannya, Bertha kabur dan rumah Alfred di Jl. Malakoff, Paris. Belakangan terdengar dia menikah dengan seorang Baron dari Austria.

Setelah kejadian ini Alfred selalu nampak murung. Untuk mengisi kesepian hidupnya, Nobel lalu menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis Wina, Sophie Hess. Meski berparas cantik, ternyata cewek yang berusia 23 tahun lebih muda ini tak mampu mengimbangi kehidupan intelektual Nobel.

Gaya hidup Sophie yang suka foya-foya makin lama tak bisa diterima Nobel. Apalagi ketahuan ternyata Sophie berbuat serong dengan lelaki lain. Untuk kesekian kalinya ilmuwan ini patah hati.

Barangkali untuk menghilangkan kepedihan hati, ia tetirah dan pindah ke Sanremo Italia, tahun 1891 sampai akhir hayatnya. Ia mengembuskan napas terakhir pada tanggal 10 Desember 1896, karena perdarahan otak.

Dari lemarinya ditemukan sebuah surat wasiat tertanggal 27 November 1895, yang isinya mampu melambungkan namanya sampai sekarang. Yakni keinginannya membagikan hartanya pada dunia demi kepentingan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Hadiah Nobel.

Penghargaan ini sejak mulai diberikan pada tahun 1901 sudah diterima oleh sekurang-kurangnya 975 orang/ilmuwan dan 25 organisasi.