Find Us On Social Media :

Hal yang Dilakukan PBB dalam Menengahi Konflik antara Indonesia dan Belanda

By Afif Khoirul M, Rabu, 9 Oktober 2024 | 15:15 WIB

Delegasi Indonesia dalam Sidang Dewan Keamanan PBB. Artikel ini menguraikan bagaimana peran Indonesia pada organisasi internasional yang bersifat global dan contoh nyatanya, seperti PBB, GNB, dan JIM I.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Fajar menyingsing di ufuk timur, namun langit Indonesia masih diselimuti mendung kelam penjajahan. Belanda, sang mantan penjajah, enggan mengakui kemerdekaan yang telah diproklamirkan dengan lantang pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bagai elang yang mempertahankan cengkeramannya pada mangsa, Belanda melancarkan agresi militer, berusaha merenggut kembali mutiara zamrud khatulistiwa yang telah lepas dari genggamannya.

Di tengah gemuruh perjuangan fisik dan diplomasi yang tak kenal lelah, muncul secercah harapan dari panggung dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi internasional yang baru saja berdiri dari puing-puing Perang Dunia II, menaruh perhatian pada konflik yang berkecamuk di Nusantara.

Dengan semangat perdamaian dan keadilan, PBB memainkan peran penting dalam menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda, mengawal perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan yang sejati.

Sebuah panggung diplomasi pun digelar. Resolusi demi resolusi dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB, mendesak gencatan senjata dan perundingan damai. Komisi Tiga Negara (KTN) dibentuk sebagai mediator, menjadi jembatan komunikasi antara Indonesia dan Belanda.

Perundingan Renville, Roem-Royen, hingga Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi saksi bisu pergulatan diplomasi yang alot dan penuh dinamika.

PBB, bagai mercusuar di tengah badai, menjadi penuntun bagi kedua belah pihak yang bertikai. Tekanan internasional yang dilancarkan PBB, serta dukungan dari negara-negara sahabat, menjadi kekuatan moral yang tak ternilai bagi perjuangan Indonesia.

PBB menjadi wadah bagi Indonesia untuk menyuarakan aspirasinya di forum internasional, menggalang dukungan dunia, dan memperjuangkan haknya sebagai bangsa yang merdeka.

Perjalanan menuju kemerdekaan memang penuh liku dan tantangan. Namun, berkat kegigihan bangsa Indonesia dan dukungan PBB, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.

KMB menjadi puncak dari perjuangan diplomasi yang panjang, menandai babak baru bagi Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

Berikut uraian lebih detail mengenai peran PBB dalam menengahi konflik Indonesia-Belanda:

1. Dewan Keamanan PBB dan Resolusi-Resolusinya

Dewan Keamanan PBB, sebagai organ utama PBB yang bertanggung jawab atas pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, mengeluarkan serangkaian resolusi terkait konflik Indonesia-Belanda. Resolusi-resolusi tersebut antara lain:

Resolusi 27 (1947): Mendesak gencatan senjata dan perundingan damai antara Indonesia dan Belanda.

Resolusi 30 (1947): Membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk membantu menyelesaikan konflik.

Resolusi 31 (1947): Memperluas mandat KTN untuk mengawasi gencatan senjata dan memfasilitasi perundingan.

Resolusi 36 (1947): Mendesak kedua belah pihak untuk mematuhi gencatan senjata dan melanjutkan perundingan.

Resolusi 67 (1949): Mendorong penyelesaian politik atas konflik dan menyerukan Konferensi Meja Bundar.

Resolusi-resolusi ini menjadi instrumen penting dalam menekan Belanda untuk menghentikan agresi militer dan bersedia berunding dengan Indonesia.

2. Komisi Tiga Negara (KTN)

KTN dibentuk pada tanggal 26 Agustus 1947, beranggotakan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN memiliki tugas sebagai berikut:

Membantu menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai.

Berusaha mendekatkan Indonesia-Belanda untuk menyelesaikan persoalan-persoalan militer dan politik.

Mempertemukan kembali Indonesia-Belanda dalam perundingan.  

KTN berperan penting dalam memfasilitasi perundingan antara Indonesia dan Belanda, meskipun hasilnya tidak selalu memuaskan kedua belah pihak.

Perundingan Renville, yang difasilitasi oleh KTN, menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan pembentukan Garis Van Mook, namun juga merugikan Indonesia karena harus melepaskan sebagian wilayahnya.

3. Perundingan Renville, Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar (KMB)

PBB, melalui KTN dan UNCI (United Nations Commission for Indonesia), berperan aktif dalam memfasilitasi perundingan-perundingan penting antara Indonesia dan Belanda:

Perundingan Renville (1948): Menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan pembentukan Garis Van Mook.

Perundingan Roem-Royen (1949): Menghasilkan kesepakatan pengembalian Yogyakarta kepada Indonesia dan penyelenggaraan KMB.

Konferensi Meja Bundar (1949): Menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.

Perundingan-perundingan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. PBB, sebagai fasilitator dan mediator, berperan dalam menciptakan ruang dialog bagi kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan damai.

4. Dukungan Internasional dan Pengakuan Kedaulatan

PBB, melalui forum-forum internasionalnya, memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menyuarakan aspirasinya dan menggalang dukungan dunia.

Dukungan dari negara-negara sahabat, seperti India, Mesir, dan Australia, memberikan tekanan moral kepada Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

PBB juga berperan dalam mengawal proses pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dan negara-negara lain di dunia.

Peran PBB dalam menengahi konflik Indonesia-Belanda merupakan bukti nyata komitmen organisasi internasional ini dalam menjaga perdamaian dan keadilan dunia.

PBB, melalui resolusi-resolusinya, KTN, UNCI, dan forum-forum internasionalnya, telah memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan.

Kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari Belanda, melainkan hasil dari perjuangan gigih bangsa Indonesia yang didukung oleh solidaritas internasional, di mana PBB memainkan peran sentral.

Sumber:

Kahin, George McTurnan. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, NY: Cornell University Press, 1952.

Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia since c. 1300. Stanford, CA: Stanford University Press, 2001.  

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---