Ketika Kesultanan Palembang Darussalam Dihapuskan Keberadaanya oleh VOC

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Benteng Kulo Besak peninggalan Kesultanan Palembang.
Benteng Kulo Besak peninggalan Kesultanan Palembang.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Senja di tepi Musi, 7 Oktober 1823. Langit merona jingga, semburat merah saga membias di permukaan sungai yang tenang. Namun, ketenangan itu hanyalah ilusi.

Di Kuto Besak, istana Kesultanan Palembang Darussalam, awan kelabu menggantung berat. Sultan Ahmad Najamuddin II, sang penguasa terakhir, duduk termenung di singgasananya. Wajahnya muram, sorot matanya sendu.

Hari ini, Kesultanan Palembang Darussalam, kerajaan yang telah berdiri kokoh selama lebih dari 160 tahun, resmi dihapuskan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Angin berhembus membawa aroma dupa dan rempah-rempah, namun tak mampu mengusir kepedihan yang menyesakkan dada.

Bayangan kejayaan masa lalu berkelebat di benak sang Sultan. Kesultanan Palembang Darussalam, yang didirikan oleh Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam pada tahun 1659, pernah menjadi kerajaan maritim yang besar dan disegani di Nusantara.

Wilayah kekuasaannya terbentang luas, meliputi Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Jambi, dan Lampung.

Palembang, kota yang terletak di muara Sungai Musi, menjadi pusat perdagangan yang ramai. Kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia berlabuh di pelabuhannya, membawa kain sutra dari Cina, rempah-rempah dari Maluku, serta berbagai komoditas lainnya.

Kekayaan alam yang melimpah, seperti timah, lada, dan emas, menjadikan Palembang sebagai primadona di mata para pedagang asing.

Kesultanan Palembang Darussalam tidak hanya dikenal sebagai pusat perdagangan, tetapi juga sebagai pusat penyebaran agama Islam.

Para ulama dan cendekiawan dari berbagai daerah berdatangan ke Palembang untuk menimba ilmu agama. Masjid Agung Palembang, yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I, menjadi saksi bisu kejayaan Islam di bumi Sriwijaya.

Namun, kejayaan itu kini tinggal kenangan. Kedatangan bangsa Eropa, khususnya Belanda, pada abad ke-17, menjadi awal dari kemunduran Kesultanan Palembang Darussalam.

VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), kongsi dagang Belanda yang berambisi menguasai perdagangan rempah-rempah di Nusantara, mulai menancapkan kukunya di Palembang.

Awalnya, hubungan antara Kesultanan Palembang Darussalam dan VOC berjalan harmonis. Kedua belah pihak menjalin kerjasama perdagangan yang saling menguntungkan.

Namun, seiring berjalannya waktu, VOC mulai menunjukkan watak aslinya. Mereka ingin memonopoli perdagangan di Palembang dan menguasai sumber daya alamnya.

Konflik antara Kesultanan Palembang Darussalam dan VOC tak terhindarkan.

Puncaknya terjadi pada tahun 1819, ketika Sultan Mahmud Badaruddin II, ayahanda Sultan Ahmad Najamuddin II, menolak menandatangani perjanjian yang merugikan Kesultanan. VOC merespon dengan mengirimkan pasukan untuk menyerang Palembang.

Perang berkecamuk. Sultan Mahmud Badaruddin II dan rakyat Palembang berjuang dengan gigih mempertahankan kedaulatan mereka. Namun, VOC memiliki persenjataan yang lebih modern dan pasukan yang lebih terlatih.

Pada tahun 1821, Kuto Besak jatuh ke tangan VOC. Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap dan diasingkan ke Ternate.

Meskipun Sultan Mahmud Badaruddin II telah ditawan, perlawanan rakyat Palembang tidak surut. Pangeran Ratu, putra Sultan Mahmud Badaruddin II, memimpin perjuangan gerilya melawan VOC. Namun, perlawanan tersebut akhirnya dapat dipadamkan oleh VOC.

Pada tanggal 7 Oktober 1823, Pemerintah Kolonial Belanda secara resmi menghapuskan Kesultanan Palembang Darussalam.

Wilayah Kesultanan dipecah menjadi beberapa keresidenan dan dimasukkan ke dalam wilayah Hindia Belanda. Kuto Besak, istana kebanggaan Kesultanan, dihancurkan dan diratakan dengan tanah.

Di atas reruntuhannya, Belanda membangun rumah residen yang kini menjadi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Penghapusan Kesultanan Palembang Darussalam menandai berakhirnya era kejayaan kerajaan Melayu di Sumatera Selatan.

Namun, semangat juang dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para sultan dan rakyat Palembang tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus.

Kisah kejayaan dan kejatuhan Kesultanan Palembang Darussalam menjadi pengingat bagi kita akan pentingnya menjaga kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.

Sejarah telah mengajarkan kita bahwa penjajahan, dalam bentuk apapun, hanya akan membawa penderitaan dan kehancuran.

Sumber:

Sejarah Nasional Indonesia Jilid V oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (Balai Pustaka, 2008)

Kesultanan Palembang Darussalam oleh Djohan Hanafiah (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2004)

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait