Find Us On Social Media :

Ada yang Pelawak Ada Ibu Rumah Tangga Biasa, Ini 10 Wanita yang Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 9 Oktober 2024 | 13:12 WIB

Sekitar ada 10 wanita yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, hanya satu yang Pahlawan Nasional. Sisanya pelawak, ibu rumah tangga, dan wanita heroik lainnya.

Tahun 1923 setelah berdiri Diniyah Putri dia menjadi tenaga pengajar. Dia juga pernah sekolah di Meses, Padang Panjang, di sebuah sekolah rumah tangga. Mungkin karena itu dalam kesibukannya ia tetap pandai memasak, mengatur rumah tangga dan memperhatikan pendidikan anak-anak.

Walaupun tidak muda lagi, kembali dari pembuangan di Semarang dia ikut belajar di Islamic College. Di situ Rasuna duduk sebagai pengasuh majalah Raja yang diterbitkan oleh siswa-siswanya.

Karier perjuangannya sudah dimulai pada tahun 1926 di Sarekat Rakyat. Di sini dia duduk sebagai sekretaris. Ketika dibubarkan dan diganti dengan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dia masih duduk dalam pengurus.

Rasuna acapkali ditegur karena berbicara terlalu berani dalam rapat. Bahkan sering dihentikan secara paksa dan kemudian diproses verbal di kantor Controle di Maninjau. Akhirnya tahun 1932 dia dimasukkan penjara. Karena pidatonya di Payakumbuh yang dianggap menghasut dia ditangkap dan diadili sehingga masuk penjara Bulu di Semarang.

Namun dia bukan hanya aktif dalam dunia politik, tapi juga pernah mengajar di Sekolah Pemberantasan Buta Huruf yang dikenal dengan nama sekolah "Menyesal".

Sekolah ini ada di setiap pelosok Sumatra Barat yang sekaligus digunakan sebagai mimbar untuk menyampaikan politik Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI).

Rasuna Said juga pernah membuka sekolah Thawalib kelas rendah di Padang dan mengajar pada sekolah Thawalib Putri di Padang. Dia memimpin sekolah "Kursus Putri" di samping mengajar pada "Normal khusus”. Kedua sekolah ini ada di Bukittinggi dan dimanfaatkan untuk pembentukan kader dalam pergerakan.

Sekembalinya dari penjara di Semarang dia menetap di Padang. Karena sesuatu hal dia pindah ke Medan dan meneruskan perjuangannya sampai akhir pemerintahan Belanda di Indonesia. Selama di Medan gerak juangnya dilakukan dengan dua jalan.

Dalam bidang pendidikan dia mendirikan "Perguruan Putri" dan di bidang jurnalistik dia menerbitkan majalah Menara Putri. Melalui majalah ini ia menghidupkan cita-cita perjuangan di antara kaum wanita. Semboyan yang dipopulerkan ialah "Ini dadaku mana dadamu".

Pada waktu Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) mengadakan kongres nasional untuk perdamaian, dia menjabat sebagai ketua penyelenggara. Setelah pembentukan negara persatuan tahun 1950, Rasuna diangkat sebagai anggota DPRS (Dewan Perwakilan Rakyat Sementara).

Pada waktu terbentuknya Dewan Nasional yang fungsinya kira-kira sama dengan DPA (Dewan Pertimbangan Agung) pada tahun 1957 ia diangkat sebagai salah seorang anggota mewakili golongan wanita.

Setelah ada dekrit 5 Juli 1959 dia diangkat sebagai anggota DPA sampai akhir hayatnya. Dia meninggal tanggal 2 November 1975 karena sakit. Sampai saat ini dia satu-satunya wanita Pahlawan Nasional yang dimakamkan di Kalibata.